Home / Romansa / Menikah Paksaan / Mana mungkin

Share

Mana mungkin

Author: Mentari
last update Last Updated: 2021-09-05 13:13:55

.Setelah bersiap Suly pergi ketempat kerjanya, begitupun Citra. Kedua langkahnya bergegas memasuki sebuah perusahaan tempatnya bekerja sebagai OB, membawa sebuah amplop besar berisi surat permohonan resign.

Selepas bertemu dengan atasannya. Citra langsung memberikan amplop yang dia bawa. "Maaf Pak. Saya mau menyerahkan ini, sebagai permohonan saya resign."

Atasan Citra menatap heran. "Kenapa kamu mengundurkan diri apa kamu sudah kaya dan tidak membutuhkan uang lagi, sehingga kau mau berhenti?" Menatap datar dan memainkan ballpoint di jarinya.

Citra menunduk. "Bu-bukan Pak saya hanya ingin mengurus Nenek saya di rumah," elak Citra agak gugup.

"Benarkah?" mengerenyitkan dahinya.

"Iya. Pak," sahut Citra lagi, menunduk dalam.

"Saya ... tidak akan semudah itu mengijinkan kamu resign, baiknya kamu pikirkan lagi. Siapa tau nanti kamu berubah pikiran dan ingin bekerja kembali. Sekarang saya ijinkan kamu libur dalam satu minggu ini. Nanti kamu bisa masuk lagi," ujar atasan Citra.

"Baiklah Pak terima kasih." Citra berpamitan dan berlalu dari tempat tersebut, karena ada janji bertemu seseorang di suatu tempat. Citra bergegas mempercepat langkahnya.

Setelah sampai di tempat yang sudah di janjikan.

"Assalamu'alaikum, maaf lama menunggu?" ucap Citra pada seorang pemuda yang sudah menunggunya.

Si pemuda menoleh ke arah Citra dan memberikan senyumnya. "Wa'alaikum salam, tidak apa-apa sudah biasa menunggu kok," semakin mengembangkan senyumnya.

"Hem ... bisa aja." Citra senyum samar! ia bingung harus memulai pembicaraan dari mana.

"Em ... Abang sudah lama menunggu?" tanya Citra melirik pemuda yang duduk di sebelahnya.

"Belum lama kok. Citra tidak bekerja kah hari ini?" balik nanya sembari melirik sekilas.

"Tidak, libur." Citra memandang lepas tempat sekitaran taman. Yang begitu indah, bunga-bunganya bermekaran dan berwarna-warni. Indah memang.

"Tumben, sudah banyak duit ya?" pria tersebut menatap heran.

"Iya lagi libur, istirahat dulu mau merawat nenek di rumah," elak Citra sambil menautkan jari jemarinya.

"Em ... Citra gak mengganggu Abang, kan?" sedikit ragu dan merasa gak enak.

"Tidak, lagi istirahat kok. Oya tumben mengajak Abang ketemuan di sini?" menatap penasaran ke arah Citra yang nampak kebingungan.

Citra senyum tipis. Namun masih bingung harus mulai dari mana agar pembicaraan akhirnya menuju ke arah yang dimaksud.

"Em ... ada yang ingin aku bicarakan." Citra menggigit bibir bawahnya, seakan ragu untuk mengatakan sesuatu yang ingin sekali di ucapkan.

Pria tersebut bernama Firman, dia berdiri menyilangkan tangan di dada dan menatap sendu ke arah Citra. "Katakanlah sama Abang."

"Euh." Citra menghela napas dalam-dalam, ingin bicara namun bibir terasa kelu untuk mengungkap kan perasaannya.

Firman menatap tajam. "Apa Citra sedang ada masalah, bicaralah." Sembari melirik jam yang ada di tangannya sekilas.

Helaan nafas Citra semakin berat, jantungnya semakin berdebar tiada menentu. "Citra mau menikah."

Firman terkejut serta menautkan kedua alisnya. "Kamu, kan tau. Abang masih butuh waktu. Abang masih ngumpulin uang buat nikah. Belum lagi buat biaya sekolah adik-adik." Firman Menatap sendu Citra yang menunduk dan meremas jemarinya sendiri.

"Aku mau nikah sama orang lain, dan itu kemauan keluarga Citra. Citra gak ada alasan lagi untuk bisa menolak. Sebab Abang yang Citra harapkan pun tak bisa membantu masalah yang Citra hadapi," ucapnya lirih dan suara yang bergetar.

"Apa, mau nikah sama orang. Siapa?" Firman menggenggam kedua bahu Citra, dan Citra menatap pilu dengan mata berkaca-kaca.

"Iya. Citra akan menikahi pria lain," akunya Citra, dan kembali menunduk menyeka air matanya yang terus menetes.

"Emang kamu punya masalah apa kalau boleh tau?" Firman duduk disebelah Citra.

Sebelum teruskan pembicaraan, lagi-lagi Citra hembuskan nafas kasar. "Abang, kan tau juga. Kalau nenek sakit-sakitan, bahkan pernah di operasi. Beberapa lama di rawat dan itu butuh biaya yang tidak sedikit, de-demi pengobatan nenek, tante menggadaikan rumah milik nenek yang satu-satunya itu. Aku gak tau cerita detailnya, yang pasti a-aku akan menikah sama pemilik rumah yang asalnya rumah kami," ujar Citra terbata-bata.

Firman termangu, ada rasa sedih sebab dirinya tak bisa membantu orang yang dia sayangi. Ada rasa marah karena Citra akan menikah dengan orang lain. Sementara dulu pernah terucap janji antara keduanya, bahwa satu saat nanti akan hidup bersama dalam biduk rumah tangga yang insyaAllah bahagia.

"Kenapa kamu baru cerita sekarang soal ini? kenapa harus menikah, tidak ada cara lain kah? gak harus menikah. Menyicil misalnya. Kita, kan bisa hadapi bersama," ujar Firman menyilangkan tangan di dada.

Citra menggeleng. "Sudah terlambat, semuanya tinggal menunggu waktu dan semuanya tengah di persiapkan."

Firman mendadak lemas, pandangannya kosong. Sesaat melihat Citra yang berusaha tegar mengusap air matanya. "Apa kamu tidak cinta lagi sama Abang, sehingga ingin meninggalkan Abang?" Menatap netra mata Citra sangat lekat.

"Apalah rasa yang aku miliki ini bila tanpa ujung, tak bertepi. Yang hanya mengisahkan penantian dan tak sedikit menimbulkan rasa lelah serta juga kecewa, kita saling mendoakan saja semoga kita mendapatkan bahagia. Dengan jalan kita masing-masing," lirih Citra.

"Abang, sangat--"

"Sudah lah Bang, jangan bahas apa pun lagi. Citra hanya memberi tahu saja, agar Abang tidak merasa di bohongi, itu saja." Citra memotong perkataan Firman.

Helaan nafas Firman begitu panjang dengan jelas terdengar, dan menghembuskan nya sangat lah kasar, tak tahu harus berkata apa lagi untuk mempertahankan rasa yang selama ini terpupuk dengan baik.

Citra melangkah jauh dari Firman menuju jalan raya, dengan gontai. Firman pun mengikuti dari belakang.

Dari jauh ada mobil terparkir, sepasang mata mengawasi Citra dan Firman. Dia lah Yusuf habis pertemuan dengan rekan kerjanya, tak sengaja melihat Citra tengah berbincang serius dengan seorang pria. Setelah melihat Citra naik angkutan umum, dan Firman berjalan kelainan arah. Baru lah Yusuf menjalankan lagi mobilnya.

Citra memutuskan langsung pulang ke rumah, khawatir nenek kambuh lagi sakitnya.

Selang beberapa puluh menit. Citra sampai rumah. "Nek Citra pulang," namun mendapati Bu Fatma sedang menunaikan sholat dzuhur di kamarnya.

Citra pergi ke dapur untuk mengambil minum, lalu masuk kamar mandi kebetulan dia belum melaksanakan sholat dzuhur. Citra masuk kamar yang terasa hening, mengelar sajadah, mengenakan mukena lantas menunaikan kewajibannya.

"Kau sudah pulang Citra ..." Sapa Bu Fatma setelah Citra selesai membaca doa.

Citra menoleh dengan senyum samar nya. "Iya Nek, gimana sudah agak baikan Nek sakitnya?"

"Nenek baik-baik aja Cit," ngeloyor ke dapur.

Sementara, Citra termangu tak percaya akan menikah dengan orang yang belum ia kenal. Ragu namun tak bisa apa-apa hanya menerima dengan ikhlas.

****

Suatu hari Citra sudah bersiap pergi dengan Suly. Sebab katanya hari ini akan piting pakaian pengantin dan semua sudah sedia di rumah Bu Habibah atau tuan Ikbal, makanya Citra dan Suly mau kesana ....

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikah Paksaan   Kebahagiaan

    "Assalamualaikum Ibu apa kabar? Ucap Citra pada bu Habibah. Lantas memeluk dan mencium nya."Wa'alaikumus salam ... sendiri aja Neng?" Bu Habibah balik bertanya sembari memeluk mantunya tersebut.Rahadi hanya menatap kedua wanita yang berada di hadapannya itu dengan hati yang bertanya-tanya siapa kah gadis ini. Putrinya kah?Kemudian pelukan mereka berdua pun memudar seraya sama-sama melirik ke arah pria yang sudah sedari tadi bengong melihat mereka berdua.Citra ingin bertanya siapakah pria tersebut? yang dari tadi bersama ibu mertuanya.Namun sebelum Citra bertanya Ibu Habibah lebih dulu mengenalkan teman pria nya pada sang mantu."Neng kenalkan, ini teman lama ibu namanya om Rahadi. Setelah 10 tahun kami tidak bertemu baru kali ini kami bertemu lagi," ucap Bu Habibah yang mengenalkan citra sama Rahadi.Rahadi pun berdiri mengeluarkan tangannya kepada Citra seraya berkata dengan ramah. "Kenalkan nama saya Rahadi teman lamanya Habibah, kami sudah puluhan tahun tidak bertemu!"Citra m

  • Menikah Paksaan   Siapa tahu aja

    Pagi-pagi Citra seperti biasa, menyiapkan sarapan buat sang suami yang mau ke kantor."Bang, ini sarapannya sudah siap." Citra menyajikan sarapan di hadapan Yusuf yang tampak sibuk dengan gawai nya."Iya sayang, makasih ..." Yusuf sejenak mengangkat wajahnya dan mengulas senyuman pada istri nya tersebut.Selesai sarapan, Yusuf langsung berpamitan untuk ke kantor. "Aku pergi dulu, mau bareng gak?""Nggak, aku kan siang masa kerjanya. Masa jam segini sudah pergi ... Mau nyubuh Pak ..." Citra menggeleng sembari menarik piring bekas sang suami.Yusuf beranjak dari duduknya sambil memasukan gawai ke dalam saku nya dan meraih tas tangan, berjalan menuju keluar rumah.Citra pun mengantar sampai teras, wanita cantik dan berkerudung tersebut mencium tangan sang suami penuh hormat."Hati-hati ya bawa mobilnya. Dan nanti malam mau di masakin apa?" Citra menatap suaminya penuh tanya."Nggak tahu soalnya kalau sibuk berarti nggak makan di rumah, gimana nanti aja lah dikasih informasi! ya udah seka

  • Menikah Paksaan   Melepas rindu

    Di sebuah sekolah kanak-kanak, Citra sedang mengajar anak-anak membaca doa-doa pendek.Dengan mengajar, hatinya tidak terlalu kesepian dengan belum adanya seorang anak dari rahimnya. Lagian pernikahan Citra baru genap satu tahun."Sekarang, Ibu mau bertanya sama kalian semua. Siapa yang tahu doa mau makan?" tanya Citra."Saya, Bu." Jawab anak-anak serempak."Siapa yang bisa doa sesudah makan?" tanya lagi Citra."Saya, Bu ..." jawab mereka kembali dengan riuhnya."Nah siapa yang tidak pernah lupa membacanya?" tanya Citra lagi menatap ke arah semuanya."Saya, Bu ... selalu baca," Ada juga yang menjawab. "Saya suka lupa, Bu ..." jawabannya menjadi beragam.Bibir Citra tersenyum lebar. "Oke, untuk hari ini cukup di sini dulu belajarnya ya? sampai ketemu lagi hari esok. Yu kita tutup dengan bacaan hamdalah." Citra menuntun dengan membaca hamdalah yang diikuti oleh anak-anak.Mereka sangat serempak membaca doa. Dan sangat senang dengan berakhirnya jam pelajaran.Setelah semua murid pulang.

  • Menikah Paksaan   Pulang

    Syila uring-uringan. Setibanya di kamar, yang tadinya mau menggoda malah di cuekin dan orangnya menghilang begitu saja."Kemana sih? bego amat jadi orang mau di suguhi yang barang berkualitas aja gak mau." Gerutu Shila sambil meremas piyamanya.Sementara Yusuf. Kini sudah berada di dalam kamarnya, sengaja tingkahnya sedikit mengendap takut kedengaran oleh telinga Syila yang berada di kamarnya."Enak saja mau membohongi ku, dengan alasan air tidak nyala Segala! aku khawatir nantinya akan menjadi fitnah."Kemudian Yusuf membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Memejamkan kedua matanya tuk merehatkan segala lelah dan penat dari seharian beraktivitas. Namun sebelumnya mengirim pesan buat sang istri walau hanya sekedar mengucapkan met istirahat.Di hari ke sekian, pagi-pagi pintu kamar Yusuf sudah di ketuk dari luar ketika Yusuf buka, Syila sudah berdiri masih memakai piyama, belum mandi. Alis Yusuf bertaut menatap ke arah Syila dan jarum jam bergantian."Kenapa belum mandi?" selidik Yusuf.

  • Menikah Paksaan   Bandung

    Saat ini Yusuf sudah berada di kota Bandung dalam urusan kerjaan, dan di dampingi oleh Syila sebagai asisten dan sekaligus sahabat lama nya Yusuf.Setalah mengadakan meeting, Yusuf dan Syila berada di sebuah restoran, Tengah makan siang."Kalau boleh tahu sudah lama? kamu menikah dengan Citra?" tanya Syila menatap lekat ke arah Yusuf yang anteng dengan makannya."Hem, sekitar ... ya kurang lebih satu tahunan lah." Jawabnya Yusuf terbilang singkat."Ooh," membulatkan bibirnya."Kamu sendiri sudah menikah belum? orang mana suami mu?" balik tanya Yusuf sekilas menatap Syila. Kemudian menundukkan kepala melanjutkan kembali makannya."Apa gak kamu lihat aku masih singel begini? masih bersegel lah." Jawab Syila sedikit malu-malu.Seusai makan siang keduanya meninggalkan resto dan kembali ke kantor untuk melanjutkan tugas-tugas yang masih menumpuk tentunya.Syila yang satu ruangan dengan Yusuf, sering mencuri pandang ke arah bos nya itu. Lama-lama dilihat Yusuf semakin tampan dan bersahaja,

  • Menikah Paksaan   Mau ke luar kota

    Citra masuk ke dalam kamar, dan mendapati sang suami sudah duduk bersandar di bahu tempat tidur. Menatap ke arahnya, Citra berjalan menghampiri."Lama sih sayang?" ucap Yusuf menatap lekat sang istri,"Apa yang lama? bentar kok nyuci dulu, gimana kalau semalaman? Aneh deh." Citra tak mau kalah."Sini, duduk bersama ku?" kata Yusup sambil menepuk-nepuk tempat di sebelahnya.Citra yang masih berdiri di tepi tempat tidur, pada akhirnya menuruti permintaan sang suami. Ia merangkak naik dan duduk di sebelah Yusuf.Yusuf mendekat dan merapatkan tubuhnya dangan sang istri. Tangannya langsung mendekap penuh kehangatan. "Gimana cerita hari ini hem?" tanya Yusuf sambil jarinya mengelus pipi sang istri."Cerita hari ini, tidak ada yang menarik. Lagian seharian ini aku berada di rumah, jadi gak ada yang harus di ceritakan." Balas Citra sambil membuka kerudung. Mengurai rambut indahnya."Besok aku harus ke luar kota, ada urusan kantor," ungkap Yusuf tangan terus bergerak mengelus pipi sang istri d

  • Menikah Paksaan   Nasi menarai

    "Oh, iya Nek ... makasih ya Nek?" balas Citra dan menempelkan kepala di bahu sang nenek."Oya, Tante mau minum apa? Nenek juga, aku akan buatkan." Citra menoleh tante dan neneknya bergantian.Suly mendongak. "Nggak usah Citra, Tante gak haus. Lagian gak akan lama kok.""Ya, udah. Aku ambil buat Nenek saja." Citra ngeloyor ke belakang."Kenapa, buru-buru? ke sini juga jarang-jarang, oya berapa bulan kehamilannya? sepertinya gak lama juga lahiran deh," ujar Habibah dengan senyuman ramahnya."Menginjak 8 bulan." Suly makin tegang. Ia merasa gak nyaman di hadapan bekas madunya itu."Wah ... bentar lagi juga lahiran ya, apa jenis kelaminnya?" tanya lagi bu Habibah.Suly tidak merespon. Ia malah sibuk dengan ponselnya, sibuk membalas chat dari seseorang.Bu Fatma yang melihat itu langsung menjawab pertanyaan Habibah. "Kalau hasil USG sih perempuan, tapi gak tau kalau nanti lahirnya. Siapa tahu Allah kasih keajaiban, kan kita gak tau.""Oh, iya bener Bu ... benar sekali. wah ... Citra, benta

  • Menikah Paksaan   Tempat Citra

    Beberapa bulan kemudian, Habibah sudah resmi bercerai dengan Ikbal. Soal harta gono gini tentu Habibah menang banyak, pertama ... emang ada dari awal mulanya. Kedua Ikbal yang membuat kesalahan, menikah tanpa sepengatahuan istri tua.Citra yang merasa sepi, kini memilih mengajar anak-anak di TK yang letaknya tak jauh dari kompleks. Citra sangat menikmati perannya sebagai guru TK mengajar dan banyak bermain dengan anak-anak. Kadang juga Citra diajak Yusuf bila ada pertemuan urusan kerjaan di kantor sebagai istri CEO.Habibah pun sering berada di rumah sang putra, Yusuf, dan ikut ke TK bersama Citra. Bila mengajar, bermain dengan anak-anak. Dengan cepat Habibah bangkit dari keterpurukkan hati yang luka, kini dalam hidupnya hanya ada putra semata wayang dan mantu kesayangannya. Tanpa ada kata suami yang mendampingi hidupnya lagi.Setelah bercerai, Ikbal keluar dari kantor yang selama ini membesarkan namanya. Meskipun saham terbagi tiga, Habibah, darinya dan sang putra. Namun ia merasa mal

  • Menikah Paksaan   Sudah 6 bulan

    "Sudah dong jangan marah, kalau kamu marah, aku tidak tahu harus pulang kemana?" ucap Ikbal dengan pelan."Pulang saja ke istri tua mu, bingung amat." Ketus Suly sambil menurunkan selimutnya sedikit.Hati Ikbal jadi mencelos mendengar ucapan Suly barusan. "Gimana aku mau pulang? kalau istriku sudah menolak ku dan sebentar lagi akan menggugat cerai." Pelan dan menghembuskan nafasnya kasar dari hidung.Suly terperangah, sangat terkejut mendengar kata-kata dari Ikbal. "Apa? apa yang kau bilang barusan." Suly mendudukkan dirinya.Wajah Ikbal nampak masih lesu. "Iya, dia sudah tahu kita menikah. Dia marah dan langsung ingin menggugat cerai."Suly termangu, dalam pikirannya berjubel kemarahan Habibah dan terbesit di pikirannya. Kalau dirinyalah yang jadi pemicu kehancuran rumah tangga Ikbal dan Habibah.Hening!Keduanya terdiam membisu seribu bahasa, namun tangan Suly mendekap tubuh Ikbal. Memeluknya sangat erat.Begitupun Ikbal membalas pelukan Suly sangat erat. Sementara waktu yang terdeng

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status