Share

Chapter 4 Bayang Semu Berselimut Rindu

Menikah tak hanya menyatukan dua insan, namun juga dua keluarga. Menyatukan dua insan yang berbeda prinsip bukanlah hal yang mudah. Proses adaptasi terkadang menimbulkan percekcokan, entah itu karena hal-hal sepele berbau kecurigaan, kurangnya komunikasi, hingga kehadiran pihak-pihak tertentu yang dicurigai menjadi orang ketiga dalam tali percintaan yang mereka jalin.

Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang memungkinkan perubahan dan pertumbuhan pada individu dan cara mereka mengekspresikan cinta mereka. Lelah itu biasa, kecewa itu wajar namun percayalah dalam pernikahan bukan tentang seberapa kali engkau lelah dan kecewa, tetapi tentang seberapa lama dan kuat engkau bertahan.

Pagi itu... sayup-sayup terdengar suara burung berkicau merdu, seolah mewakili Zee dan Alvendra selaku pengantin baru, Meski satu bulan telah berlalu, namun aura-aura pengantin baru masih menghiasi rona wajah mereka.

"Sayang gajiku bulan ini kamu yang pegang ya." Ucap Alvendra sambil memberikan amplop coklat.

"Makasih sayang" ucap Zee sambil membuka amplop.

"Setengahnya udah aku kasih ke Mamah kemarin. Sisanya kamu yang pegang ya." Sambung Alvendra.

"Loh kok aku dikasih sisanya mas? Kan aku istrimu." Ujar Zee kaget.

"Memangnya kenapa kalo kamu istriku? Mamah yang melahirkan, merawat dan membesarkanku. Apa aku salah ngasih uang ke Mamah?" Bentak Alvendra.

"Bukan begitu maksudku mas kita ini kan sudah menikah. Aku harap akulah yang pertama menerima apapun dari kamu. Aku tidak melarang kamu mau memberikan uang kepada mamahmu. Tapi alangkah baiknya berikanlah dulu uangnya kepadaku mas. Setelah itu baru kamu berikan kepada Mamah" jelas Zee pelan.

"Alah bilang aja kau iri sama mamah ku kan bilang aja kau sensi kepada mamahku. Kamu lihat Zee, Mamahku lumpuh! Dia harus terbaring lemah karena kedua kakinya diamputasi demi menyelamatkanku saat aku menjalani perawatan di London. Sudah sewajarnya aku berbakti kepadanya." bentak Alvendra lebih keras.

"Tapi mas..." belum selesai Zee memberi pengertian Alvendra segera meninggalkannya.

Debat kusir di pagi hari membuat jiwa dan hati Zee serasa disambar petir. Baru sebentar menikah tapi sudah bertengkar. Padahal Zee membayangkan jika menikah dengan Alvendra maka hidupnya akan bahagia. Karena dulu saat Zee praktik di perusahaan Alvendra, tentu saat dia masih dikenal sebagai Bagas, sungguh alangkah baiknya sosok Bagas alias Alvendra itu.

"Zee apa suamimu sudah sarapan? Sejak pagi Ibu belum melihatnya, ke mana dia?" Tanya Martini membuyarkan lamunan Zee.

"Mas Alvendra pergi ke rumah Mamah bu." Jawab Zee singkat.

"Loh kok kamu tidak ikut?"

"Lain kali aja Bu, aku capek. Mau tidur dulu." Zee segera beranjak dari ruang tamu. Tentu saja Zee tak merasa ngantuk, karena masih jam 10 pagi. Hal itu hanyalah sebuah alasan supaya Kinasih tak melihat butiran di pelupuk mata Zee.

Kekeh, gak biasanya Zee bersikap dingin seperti itu. Jangan-jangan... ah sudahlah... Gumam Kinasih dalam hati.

***

Waktu sudah menunjukan pukul 9 malam. Namun Alvendra tak kunjung pulang. Ke mana dia apa mungkin dia masih di rumah mamah ataukah pergi bersama teman-temannya. Gumam Zee dalam hati.

Kring... kring Whats App Zee berbunyi.

Malam ini aku menginap di rumah mamah. Kau tak usah menungguku pulang. Pesan singkat dari Alvendra membuat Zee bertanya-tanya.

Malam terlihat begitu indah bintang-bintang bertaburan. Angin sepoi-sepoi seolah merasuk memainkan helai demi helai rambut Zee. Ada rasa pedih, mengoyak batin tapi entah perasaan apa yang sedang berkecambuk dalam diri Zee. Yang jelas bukan perasaan berbunga-bunga atau bahagia seperti yang dirasakan oleh pengantin baru pada umumnya. Belum lama menikah namun sifat asli Alvendra seolah sudah terlihat semua. Realitanya tak seperti Alvendra yang Zee kenal dulu.

Di kediaman orang tua Alvendra

"Alvendra, kenapa kau masih di sini? Apa kamu tidak pulang?" Tanya Martini.

"Enggak ah mah, aku menginap di sini saja. Males di rumah Zee." Jawab Alvendra acuh.

"Kok gitu, apa yang membuat kamu males Alvendra? Bukankah pengantin baru itu lagi mesra-mesranya ya?"

"Zee bawel mah. Masa dia ngatur-ngatur aku. Kan udah biasa ya gajianku aku kasih ke mamah. Lah dia ngomel-ngomel gara-gara aku ngasih uang ke mamah." Dengus Al kesal.

"Surga itu di bawah telapak kaki ibu Alvendra. Jadi kamu harus berbakti sama mamah. Meskipun kamu sudah menikah. Lagian kamu kan laki-laki gak boleh kalah sama istri."

"Iya Mah, makanya aku bete jadi ya aku balik aja ke sini."

"Ya udah Al, kalo kamu capek tidur gih mamah juga mau istirahat."

"Nanti ah Mah, aku mau ke cafe dulu ngumpul sama temen-temen. Semenjak menikah, aku belum pernah hangout sama temen-temen."

"Loh kok bisa?" Tanya Martini terbelalak kaget.

"Zee melarang aku mah." Jawab Alvendra singkat sambil meninggalkan Martini.

Emang dasar tu perempuan gak beres ya. Gumam Martini kesal.

Sebagai ibu mertua harusnya menjadi penengah. Bukan malah menjadi api di tengah kehidupan rumah tangga anaknya. Akankah Zee mampu bertahan?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status