Share

7 | Permainan Takdir

last update Last Updated: 2024-07-09 00:22:01

“Ternyata benar dugaanku, kamu yang nyuruh Rayyi.”

“Lantas, aku harus bagaimana lagi, Luna? Kamu memblokir semua kontakku.”

Luna mengecek situasi di sekitar mereka. Saat Rayyi pamit meninggalkannya, Galuh serta-merta membawa perempuan itu ke area yang lebih sepi. Meski begitu, tak menutup kemungkinan ada telinga-telinga yang mencuri dengar. Apalagi isi pembicaraan mereka berpotensi memicu gosip besar.

“Soalnya kamu nyebelin, Mas!” Luna menekankan telunjuknya pada lengan atas Galuh. “Tiba-tiba kasih promosi dengan dalih performaku bagus—”

“Harus berapa kali aku bilang, kenyataannya memang kinerjamu di atas rata-rata.”

“Tapi, kamu sadar jabatan itu bakal lebih sering mempertemukan kita, kan?” balas Luna semakin sengit. “Mas, aku—aku mungkin bakal suka cita menerimanya kalau statusku sekarang bukan istri Rayyi. Pernah enggak kamu bayangkan bakal seheboh apa pembicaraan di hotel seandainya mereka menangkap basah kita lagi berduaan?”

Giliran Galuh yang celingak-celinguk mengamati keadaan di antara dua rak berisi peralatan makan. Sementara itu, Luna berharap ada karyawan supermarket atau pengunjung lain yang masuk ke lorong tempat mereka bertemu. Dengan kondisi mental yang belum stabil selepas kepergian Dikta, menghadapi Galuh jadi terasa jauh lebih sulit baginya.

Namun, Galuh belum mau menyerah. Pria itu malah menggeser troli yang menghalangi keduanya untuk mendekati Luna.

“Aku tak pernah bermaksud menyinggung perasaanmu, sungguh,” bisik Galuh dengan kepala tertunduk. “Apa saja akan kulakukan demi menebus rasa bersalahku padamu dan ayahmu.”

“Abah enggak akan hidup lagi hanya karena kamu kasih aku gaji besar.” Mata Luna memanas. Bisa-bisanya pria itu mengiba atas nama Dikta. “Sekarang, aku cuma pengin menenangkan diri, Mas. Jadi tolong setelah pernikahan dan promosi kemarin, jangan ambil keputusan besar lain secara sepihak.”

Bibir Galuh terbuka, hendak menyuarakan pendapat. Akan tetapi, denting dari ponselnya menyelamatkan Luna.

Pria itu mengatupkan rahang kala membaca pesan yang tertera. Kemudian, dia menarik kembali troli milik Luna.

“Pergilah. Cari Rayyi di dekat tempat roti,” katanya, tampak dongkol. Sebelum Galuh berubah pikiran, Luna menyambar troli dan bergerak cepat menuju lokasi yang disebutkan.

*

Tempat roti yang dimaksud adalah area kafe kecil yang berada di dekat kasir. Sembari menerka-nerka maksud perintah Galuh, mengambil barang-barang yang dibutuhkannya di sepanjang rak yang dilewati. ‘Sekalian langung bayar,’ batinnya.

Di belokan terakhir, Luna mengecek satu per satu pengunjung yang berseliweran dekat kafe. Cukup mudah menemukan Rayyi berkat tinggi badannya yang setara Galuh. Lega seketika mengaliri tubuh… sampai dia mendapati seorang perempuan cantik berambut panjang yang tengah berbincang bersama suaminya.

Luna hampir mundur, tetapi Rayyi lebih cepat menyadari kehadirannya. Pria itu tersenyum singkat, lalu mengangguk pelan sebagai isyarat untuk menghampirinya.

Sayangnya, perempuan cantik tadi berlalu terlebih dulu. Luna lalu mempercepat langkah menuju tempat Rayyi bersama trolinya.

“Kenalanmu?” Luna melayangkan basa-basi. Kalaupun ternyata sosok itu adalah kekasih Rayyi, dia juga tak mempermasalahkan.

Rayyi menggeleng cepat dan mengambilalih troli Luna. “Biar saya yang bayar. Kamu tunggu saja sambil ngopi atau makan roti.”

Antrean yang mengular di sebagian besar kasir serta-merta menahan protes Luna. Diliriknya deretan roti baru matang serta macam-macam minuman yang dijual di kafe. Secangkir kopi mungkin bisa menenangkan pikirannya sampai belanjaannya selesai dihitung.

*

Perjalanan menuju apartemen terasa lebih canggung ketimbang pagi tadi. Diamnya Rayyi mengirimkan ketegangan. Terlihat dari cengkeraman tangannya yang kuat serta jemarinya yang sesekali meremas kuat kemudi hingga menampakkan urat nadi.

‘Apa dia kesal agenda akhir pakannya diganggu?’ Luna bertanya-tanya. ‘Atau sama-sama dongkol dijebak Mas Galuh?’

Di lampu merah terakhir, barulah Rayyi melepas tangan dari kemudi. Kedua pundaknya perlahan turun bersama napan panjang yang dia embuskan.

“Kamu enggak apa-apa?” Rasa penasaran akhirnya mengalahkan Luna. “Butuh bantuan?”

Rayyi buru-buru menegakkan punggungnya. “Tidak, terima kasih. Hanya saja, saya harus segera pergi ke tempat lain. Jadi, saya hanya bisa mengantar kamu sampai depan apartemen.”

That’s okay,” ujar Luna walau ragu hal itu yang sedang suaminya pikirkan. “Aku juga enggak masalah turun di sini, lagian belanjaanku enggak terlalu banyak.”

“Jangan, tetap bakal berat, karena kamu harus naik jembatan penyeberangan,” Rayyi menyanggah, lalu membawa mobilnya menuju apartemen. “Saya tak akan lama, mungkin sekitar satu atau dua jam di luar.”

Sebenarnya, Rayyi mau pulang besok pagi pun tak masalah bagi Luna. Status suami-istri yang mereka sandang mereka saja berdasarkan kontrak. Untuk apa pula saling mengabari kalau mereka tinggal di satu unit apartemen saja pakai sekat.

*

<uang yang kamu kasih kemarin hampir abis>

<dimas lagi banyak kebutuhan, istrinya mau lahiran lagi>

<kamu punya pegangan buat ambu pinjam?>

“Ambu,” Luna memutuskan menelepon Puspa demi mencegah kesalahpahaman. “Uang berduka dari pelayat udah habis?”

“Habislah, kurang bisa diandelin juga, yang nyumbang cuma seadanya,” sungut Puspa. “Dimas sempat kasih, tapi enggak sampai setengah dari punya kamu.”

“Uangnya mau dipakai apa lagi? Dibilangin kemarin simpen sebagian buat modal dagang bubur ayam.”

Sang ibu menggeram pelan. “Buat tahlilan 40 hari bapakmu, Luna! Kalau kamu enggak punya pegangan, biar Ambu yang telepon suamimu.”

“Ambu, jangan bikin repot R—Mas Rayyi.” Luna berhenti memotong wortel, lalu menaruh pisau di samping talenan. “Tunggu aku gajian minggu depan, nanti kutransfer biayanya.”

Galuh pasti tak bakal pikir panjang bila Puspa meminta bantuan dana. Sang ibu bahkan tak perlu melakukannya, sebab pria itu pasti bakal menyediakan rekening khusus untuk mengirim uang setiap bulan. Dia sudah menjanjikannya pada Luna kalau mereka suatu hari menikah.

Namun, takdir membawa Luna pada pria lain.

Tentu, Luna sungkan meminta pada Rayyi. Dengan pernikahan rasa kontrak bisnis, kurang etis meminta jatah bulanan kepada pria itu. Penghasilan dari pekerjananya mampu mencukupi kehidupannya dengan Puspa.

Pada saat itu pula, Luna menyadari sesuatu.

“Ck, benar-benar licik kamu, Mas.” Diraihnya pisau untuk lanjut memotong wortel. “Kamu juga pasti memperhitungkan hal ini. Menaikkan gajiku supaya bisa bantu-bantu Ambu.”

Tak dinyana, Galuh adalah jembatan yang Luna perlukan untuk memperbaiki hubungan dengan Puspa. Saat Dikta melayangkan berbagai keraguan, hanya sang ibu yang membela pria itu kala Luna membawanya ke Parongpong.

“Abah waktu lamar Ambu juga belum jadi apa-apa!” seru Puspa saat itu. “Aki*nya Luna tetep kasih izin dan restu nikah karena percaya Abah bakal kerja keras sampai mampu hidupin keluarga. Galuh pasti bisa kayak gitu.”

“Zamannya udah beda, Ambu,” Dikta bersikeras. “Cari kerjaan sekarang susah, ngandelin nafkah dari kepala keluarga juga belum tentu cukup. Tunggu sampai Luna sama Galuh sama-sama pegang penghasilan stabil, baru Abah kasih restu yang mereka minta!”

Walau tak pernah menunjukannya langsung, harga diri Galuh pasti hancur menerima penolakan dari Dikta. Sampai-sampai dia bersedia dinikahkan dengan jodoh yang diatur orangtuanya supaya cepat dianggap mapan. Luna pun perlu ikut berkorban dengan menunggunya selama bertahun-tahun.

“Kenapa takdir kita serumit ini, Mas,” ucap Luna, lirih. Dibiarkannya tetes-tetes air mata menderas menjadi tangis. Potongan sayur yang disiapkannya untuk membuat sup pun turut tergenang dalam kesedihannya. “Kenapa kita harus memutari banyak jalan untuk bersatu?”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    36 | Kecurigaan Naura

    Luna akhirnya dapat mengembuskan napas lega kala masuk ke lift. Mengutus pengunjung dari luar negeri kerap menguras energi, apalagi saat bahasa menjadi salah satu kendala. Syukurnya salah satu dari wisatawan Belanda yang bermalam fasih berbahasa Inggris meski sama-sama terbata.Barangkali hanya kelelahan, tetapi pesan Brenda membuat matanya berkaca-kaca. Belakangan Luna makin kesulitan bertemu kedua sahabatnya, bahkan buat sekadar tegur sapa. Perhatian simpel ini bak pengingat bila mereka belum melupakannya.Tak sampai semenit, Brenda membalas.Ding!Luna termenung sesaat kala pintu lift terbuka. Sepanjang hari nyaris tak berpapasan, Rayyi malah sempat mampir buat membelikan camilan. Bukan perkara yang perlu dia pusingkan, tetapi mengingat peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan…“Eh, Luna?” Suara perempuan itu mengejutkannya. “Benar, kan, Luna? Istrinya Rayyi.”‘Aduh, kenapa juga aku harus melamun?’Di hadapannya, Naura melambai sembari mengembangkan senyum. Namun, sosok di belak

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    35 | Menjaga Jarak

    “Maaf, Bapak malah menyusahkanmu, Rayyi. Seandainya Bapak lebih hati-hati dan teliti, masa depanmu tak bakal suram.”Kala Guntur ditangkap atas tuduhan penggelapan dana, Rayyi merasa kehilangan pijakan untuk melangkah. Tanpa sosok ibu yang telah lama lesap dalam kehidupan, hari-harinya terasa hampa. Bahkan pekerjaan sebagai asisten pribadi Galuh yang penghasilannya menggiurkan tak serta-merta memperbaiki suasana hati.Karena satu-satunya yang Rayyi inginkan adalah membebaskan Guntur. Jauh dalam lubuk hati, pria itu yakin ayahnya hanya dijebak.Maka wajar bila Rayyi mengambil tawaran Galuh untuk jadi suami sementara Luna. Toh, dia sudah terlalu kebal untuk jatuh cinta. Namun, semestinya dia juga mengingat pesan Guntur sebelum dijebloskan ke dalam penjara:“Jangan ulangi kesalahan Bapak,” katanya. “Saat berurusan dengan orang-orang beduit, tetap pertahankan akal dan nuranimu. Imbangi langkah mereka supaya kamu tak gampang ditekan.”Kata-kata itu terngiang kala Rayyi memutuskan menyematk

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    34 | Harta, Tahta, Wanita

    ‘Mas Galuh kenapa makin nekat, sih?’Kedatangan Galuh saat Rayyi mengantar Puspa ke stasiun tak hanya mengejutkan Luna. Perempuan itu was-was tamunya bakal bertindak macam-macam. Apalagi kemarin dia tak sungkan menyentuhnya walau hanya berbeda ruangan dengan sang ibu.“Ngapain kamu di sini, Mas?” Luna sadar pertanyaan itu terdengar bodoh, terutama saat Galuh mengeluarkan sesuatu dari kantung celana.“Kamu lupa aku yang membeli properti ini?” Pria itu menunjukkan kunci cadangan unit apartemen. “Aku bisa leluasa menemuimu tanpa perlu minta akses pada Rayyi.”Jika hal ini terjadi tahun lalu, Luna tak bakal memprotes. Justru dia akan menyambut Galuh dengan penuh suka cita karena mereka punya waktu bersama lebih banyak.Namun, tekanan yang Galuh berikan padanya—mungkin juga pada Rayyi tanpa sepengetahuannya—mulai mengganggu. Membayangkan Naura yang tengah hamil anak kedua saat suaminya bersama perempuan terasa salah walau selama ini Luna yang jadi prioritas pria itu.“Hari ini aku mau isti

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    33 | Ban Serep

    Ban serep. Rayyi tertawa hambar kala mengingat percakapannya dengan Luna tempo hari. Mengibaratkan dirinya sebagai ban serep sungguh terdengar tragis. Namun, kenyataannya begitu, bukan? Galuh memakainya sementara waktu supaya Luna terus bersamanya. Apalagi saat berkunjung ke apartemen, Galuh kembali mengingatkannya akan satu hal penting. “Apa kabar ayahmu?” tanya Galuh selepas membahas dokumen. “Kudengar tahun ini dia dapat remisi karena bersikap baik dan produktif selama di tahanan.” Semestinya Rayyi tak kaget sang atasan tahu mengenai aktivitas Guntur. Mata dan telinganya tersebar di banyak tempat. Namun, dia hanya bakal mengungkitnya kalau Rayyi melakukan sesuatu yang dianggap tak tercantum dalam kesepakatan mereka. “Alhamdulillah, terakhir saya jenguk, Bapak sehat.” Sebisa mungkin Rayyi menjaga sikap agar Galuh tak makin curiga. “Syukurlah, aku juga senang kalau nanti kalian sama-sama bertemu dalam keadaan baik-baik saja.” Penekanan pada kata-kata terakhir terdengar bak perin

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    32 | Dari Hati ke Hati

    “Kamu enggak perlu sampai keluar uang juga buat beliin tiket Ambu. Biar aku yang urus.”“Enggak apa-apa, Luna. Ini hari Minggu. Perjalanan ke Bandung pasti lebih macet, jadi saya belikan tiket kereta cepat supaya Ambu enggak kelamaan di jalan.”Meski sedang di luar kota, Puspa tetap bangun sebelum Subuh untuk salat. Kemudian, tanpa bertanya pada Luna maupun Rayyi, perempuan itu menyediakan sarapan untuk mereka. Suasana hatinya membaik walau irit bicara.“Bu, nanti saya antarkan ke stasiun, ya,” Rayyi membuka pembicaraan saat mereka berkumpul di meja makan. “Pulangnya pakai kereta cepat. Cuma sejam kurang kalau ke Bandung.”Mata Puspa membulat. “Kereta yang berhentinya di stasiun deket masjid besar itu?”“Iya. Ibu nanti bisa, kan, naik feeder? Atau—”“Enggak usah, Ambu mau jalan-jalan dulu begitu sampai di Bandung.” Wajahnya seketika semringah. Puspa bahkan sampai menggenggam tangan Rayyi. “Makasih, mantu Ambu yang paling baik.”Luna memutar bola matanya. Padahal baru kemarin mereka ri

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    31 | Tamu yang Tak Diinginkan

    “Aduh, pangling pisan lihat kamu sekarang, Galuh. Bener, kan, kata Ambu. Kamu bakal jadi orang sukses! Sayang almarhum suami enggak mau dengar—”“Ambu, enggak boleh bicara gitu! Kejadiannya udah lama juga.”“Tapi, Ambu yakin bapakmu bakal nyesel pernah ngerendahin Galuh di depan keluarga.”“Cukup, Ambu, tolong hormati pria yang aku pilih jadi suamiku sekarang!”Seketika, ruangan menjadi hening. Luna, dengan napas tersengal, memandangi satu per satu figur yang menempati meja makan. Dari Rayyi yang duduk di hadapannya, lalu Galuh di samping sang suami, dan berakhir pada Puspa di sebelahnya.Makan malam yang awalnya canggung karena kehadiran mendadak Puspa makin tak mengenakan kala Galuh ikut bergabung. Luna yakin pria itu sengaja menerima ajakan ibunya untuk memperkeruh suasana. Apakah ancaman di kamar hotel tempo hari belum cukup baginya?“Pak Galuh sendiri ada keperluan apa kemari?” Rayyi mengambilalih percakapan. Diam-diam, Luna berterimakasih padanya.“Oh, ya, tadi aku mau menanyaka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status