Share

Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku
Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku
Author: Vero Margaretha

Bab 1

Author: Vero Margaretha
Waktu aku kenal dengan Benedict, dia adalah ketua geng mafia Keluarga Liander, sementara kakaknya adalah bos besar mafia.

Di pertemuan keluarga mafia, semua mata perempuan tertuju pada kakaknya, semua ingin menjadi wanita bos besar mafia itu.

Hanya aku yang melihat Benedict yang sedang duduk sendirian dan minum alkohol, lalu aku pun mengulurkan tangan dan menari bersamanya.

Mereka bilang aku berani dan penuh strategi, bahkan mengorbankan diri agar Keluarga Marilin bisa bergantung pada Keluarga Liander.

Namun, aku benar-benar jatuh cinta pada Benedict.

Mencintainya sampai aku rela untuk melahirkan anak kami, Ryan Liander, meski hanya bertunangan.

Mencintainya sampai aku rela menahan 60 kali dia pergi ke kamar Diana di malam hari, agar dia bisa menjadi bos besar mafia Keluarga Liander yang baru.

Hingga mendengar kabar Benedict akan menikah dengan Diana, barulah aku sadar bahwa Benedict bahkan sudah tak punya repot-repot untuk membohongiku.

Setelah menidurkan anak, aku pergi ke balkon. Lalu, membuka ponsel dan memesan tiket pesawat untuk pergi keluar negeri.

Aku terpaku melihat tanggal di tiket itu, tepat tujuh hari lagi adalah hari natal. Hari kepergianku adalah hari peringatan pertunangan kami.

Semuanya terasa begitu kebetulan.

Mulai di hari itu dan berakhir juga di hari itu.

Baru saja menutup ponsel, aku terjatuh ke dalam pelukan hangat, dengan aroma mawar yang menusuk.

Benedict memelukku, menekanku di pagar balkon dan menggigit daun telingaku, sambil bergumam,

“Di luar dingin sekali, kenapa kamu di sini?”

Aku melirik ponsel yang sudah mati, lalu menjawab dengan tenang,

“Aku lagi melihat bintang.”

Sejak kecil, aku suka melihat bintang. Kampung halamanku sering terlihat bintang jatuh. Benedict pernah janji akan menemaniku melihat bintang setiap malam, tapi sejak Diana muncul, dia sudah lupa janji kekanak-kanakannya itu.

Selalu ada aroma mawar Diana yang kuat menempel di tubuhnya.

Aku merasa tidak nyaman, lalu melepaskan diri dari pelukannya.

“Mandi dulu baru bicara denganku.”

Benedict juga mencium bau di tubuhnya, lalu dengan canggung melepaskanku.

Dia berkata, “Jenny, aku sudah mengabaikanmu akhir-akhir ini. Maafkan aku, tapi kamu juga tahu, aku melakukan ini demi masa depanmu dan anak kita.”

Konyol! Padahal Benedict melakukannya demi ambisinya sendiri, tapi malah bilang demi aku dan Ryan.

Benedict sudah selesai mandi dan datang kembali tanpa berpakaian, hanya memakai handuk longgar di pinggangnya. Dengan bahu bidang, pinggang yang ramping dan perut berotot yang menarik imajinasi.

Dulu, hal-hal itu membuatku gila, sekarang malah membuatku mual.

Karena di pinggangnya, aku melihat bekas cakaran merah, tanda dari adegan panas dari malam.

Melihat aku terpaku menatap pinggangnya, Benedict tersenyum, berjalan mendekat dan menekan tubuhnya di atas tubuhku.

“Jenny, aku nggak akan kemana-mana hari ini, hanya mau menemanimu.”

Suaranya masih sama, tapi aku tahu Benedict yang ada di hadapanku bukan lagi pemuda yang penuh cinta padaku dulu.

Aku menggenggam tangan kuat-kuat, menahan dorongan untuk menolaknya.

Untungnya, tiba-tiba pintu diketuk, membuat Benedict berhenti mencium leherku.

“Ketua, Nyonya Diana nggak enak badan, sebaiknya kamu segera pergi melihatnya.”

Benedict langsung melepaskan tubuhku, wajahnya terlihat cemas dan gelisah, sambil berjalan cepat dan berkata,

“Bagaimana kalian merawat Diana? Cepat panggil dokter keluarga! Kalau sampai terjadi sesuatu, kalian semua bakal dihukum!”

Saat hampir keluar, tiba-tiba Benedict teringat padaku. Lalu, menatapku dengan penuh bersalah,

“Diana lagi nggak enak badan, aku harus melihatnya. Aku sudah janji pada kakak akan menjaganya dengan baik.”

Aku menatap matanya cukup lama, lalu menjawab pelan,

“Benedict.”

Keningnya berkerut. Biasanya kalau dia pergi tengah malam, aku pasti cemburu dan marah. Benedict akan menenangkanku dengan kata-kata manis. Hari ini dia juga begitu, tapi aku menghentikannya.

Aku menyampirkan mantel ke tubuhnya, sambil merapikan rambutnya yang berdiri.

Aku berkata, “Nanti kalau sudah jadi bos besar mafia Keluarga Liander, kamu harus jaga penampilan.”

Aku tetap perhatian seperti biasa, membuatnya lebih tenang untuk meninggalkanku di kamar dan pergi menjenguk Diana. Dia pikir aku akan menunggu seperti dulu.

Namun kali ini, dia salah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku   Bab 8

    Di hadapan tatapan terkejut Benedict, aku melanjutkan, “Benedict, kamu membuatku merasa muak.”Benedict yang malu sekaligus marah, langsung melangkah mendekat. Tapi, kakakku langsung mendorongnya hingga terhuyung beberapa langkah. Benedict berteriak, “Aku bahkan sudah minta maaf! Apa lagi yang kamu mau?!”“Kamu nggak seperti ini dulu… padahal kamu….”Dia tak menyelesaikan kalimatnya, tapi aku tahu maksudnya.Aku berjalan mendekat. Melihat aku semakin dekat, muncul senyuman tipis di wajah Benedict. Namun, aku langsung menamparnya.Melihat ekspresinya yang tak percaya, aku malah tersenyum.“Kamu kira hanya dengan minta maaf, aku akan memaafkanmu dan ikut pulang bersamamu?”“Aku memang sangat mencintaimu dulu, sampai rela pergi keluar negeri demi dirimu dan melahirkan anakmu. Bertahan dari penghinaan keluargamu terhadapku, bahkan menahan sakit hati melihatmu berkali-kali masuk ke kamar Diana.”“Tapi Benedict, kamu harus tahu… cinta itu bisa habis. Kamu terus melukaiku, tapi masih berha

  • Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku   Bab 7

    Lingkungan yang familiar membuat aku dan anakku jauh lebih rileks.Sepanjang jalan, ada beberapa orang yang mengenal kami. Mereka semua menyapaku dengan senyuman ramah. Di mata mereka, aku adalah putri bungsu Keluarga Marilin yang paling disayang, bukan tunangan Benedict.Mobil kakak sudah terparkir di depan sejak tadi. Dia bilang akan langsung membawa kami pulang ke rumah, karena keluarga sudah menyiapkan jamuan makan malam.Begitu mendengar kata jamuan, Ryan langsung sedikit tegang dan bersembunyi di pelukanku. Aku menepuk pelan punggungnya untuk menenangkan. Aku tahu apa yang dia takuti.Dulu, setiap jamuan makan di Keluarga Liander, mereka selalu bersikap keras pada kami berdua. Ryan berbuat salah sedikit saja, bahkan sekadar pisaunya tak sengaja menyentuh piring saat memotong steak dan mengeluarkan suara, dirinya sudah dimarahi panjang lebar.Sementara aku harus berdiri di samping para pelayan, menunggu mereka selesai makan, barulah aku bisa ke dapur untuk makan sendiri.Mengingat

  • Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku   Bab 6

    Bersandar di sandaran kursi, Benedict membuka pesan-pesan aku dan dia.Setengah tahun belakangan, percakapan kami bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan aku hanya mengirimkan selamat pagi, selamat malam atau jangan lupa istirahat.Benedict jarang membalas. Kalaupun membalas, biasanya dia hanya membalas satu kata singkat, [Iya.]Sejak Benedict sering masuk ke kamar Diana, pesan di antara kami semakin jarang.Bahkan sebulan terakhir, aku tak lagi mengucapkan selamat pagi padanya.Benedict terus menggulir layar ponsel. Tiba-tiba, keningnya berkerut dan tubuhnya menegak. Dia melihat pesan-pesan terbaru, hanya beberapa hari yang lalu.Pesan itu adalah permintaanku yang menyuruhnya pulang menghadiri pesta ulang tahun Ryan.Waktu itu dia sibuk mengurus acara pertunangannya dengan Diana, sampai benar-benar lupa bahwa hari itu hari ulang tahun anaknya sendiri.Dia mengira kedatangan kami yang mendadak waktu itu hanya untuk mempermalukannya dan bayangan Ryan yang berlutut memanggilnya bos besar k

  • Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku   Bab 5

    [Kalau memang ini pilihanmu, aku akan mengabulkannya untukmu. Aku dan Ryan akan pergi. Semoga kamu bisa bahagia.]Di saat yang sama, Benedict yang tengah mengenakan setelan pengantin sambil menunggu first look merasakan ponselnya bergetar. Entah kenapa, hatinya juga bergetar aneh.Saat melihat pesan di layar, dia langsung melempar buket bunga yang tadinya mau diberikan pada Diana dan berlari keluar.Begitu tirai terbuka, Diana melangkah keluar dengan gaun pengantin khususnya. Dia membayangkan tatapan Benedict saat melihatnya, tapi yang dia dapat hanyalah panggung kosong.Benedict langsung melompat ke sebuah mobil sport, melaju menuju bandara.Sambil terus menginjak pedal gas dan menyalip mobil demi mobil yang menghalangi. Dia menekan nomor teleponku berulang kali.Suara operator di ponselnya membuatnya semakin gelisah, tangannya sampai tak lepas dari klakson.“Kenapa banyak sekali orangnya?!”Di percobaan kelima nyaris menabrak pejalan kaki, akhirnya Benedict memukul setir dengan kasar

  • Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku   Bab 4

    Mendengar panggilan Ryan, raut wajah Benedict sedikit melunak dan bisik-bisik di sekitar pun mereda.Ryan menatap kue besar di sampingnya, lalu berkata, “Bos besar, ini pesta ulang tahun yang disiapkan untukku? Bolehkah aku memotong kue bersamamu?”Ryan sudah lama menantikan acara ulang tahun hari ini. Dalam hatinya, asalkan bisa bersama Benedict, meski tak lagi memanggilnya ayah pun tak masalah.Namun tiba-tiba, seorang wanita bergaun merah dengan dandanan mencolok melangkah ke samping Benedict. Dia melingkarkan lengannya di lengan pria itu, sambil berkata, “Nggak boleh, ya.”“Sayang, ini pesta pertunangan tertutup, sepertinya orang luar nggak diundang, ‘kan?”Dia sama sekali tak melihat Ryan dan hanya bicara pada Benedict.Aku langsung paham. Semua ini adalah rencana Diana. Dia yang mengirim pesan, memancing kami datang ke sini. Hanya untuk mempermalukan kami di depan umum dan memaksa Benedict mengakui bahwa kami hanyalah orang luar.Bukan hanya Diana yang menatap Benedict, aku pu

  • Meninggalkan Bos Mafia Bersama Anakku   Bab 3

    Keluar dari aula pesta, aku membawa Ryan menyusuri kawasan pertokoan dan membelikannya es krim.Sambil menikmati es krimnya, Ryan pun berhenti menangis. Aku mengusap kepalanya, rambutnya berwarna cokelat, persis seperti Benedict.“Sayang, bagaimana kalau ibu membawamu keluar negeri?”Ryan mendongak, menatapku dan bertanya pelan, “Bagaimana dengan ayah?”Ternyata memang masih anak-anak, begitu cepat sudah melupakannya. Aku dengan lembut menyeka sisa es krim di sudut bibirnya sambil berkata, “Ayah akan tetap tinggal di sini menjadi bos besar mafia. Ingat, mulai sekarang kamu juga harus memanggilnya bos besar, dia bukan ayahmu lagi.”Ryan menunduk, air mata kembali membasahi matanya. Aku bisa merasakan ketidakrelaannya.Siapapun pasti sulit menerima kenyataan ayahnya sendiri tak menginginkannya lagi. Saat aku masih berpikir apakah harus memohon pada Benedict untuk tetap membiarkan Ryan bersamaku, Ryan sudah menggenggam tanganku dengan tatapan tegar dan berkata, “Ibu, aku ikut denganmu.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status