Hayooo ..... Siapa yang lempar bantalnya 🤭🤭😍😍
Pembantu itu cepat mengangkat kedua tangannya. “Ta-tapi, Nyonya Amber langsung bisa mengatasinya, Tuan. Pas Nyonya Tania tanya siapa Nyonya Amber bagi Tuan. Nyonya Amber bilang kalau dia wanita yang selalu Tuan peluk dan disayang-sayang. Dia bicara banyak, sampai Nyonya Tania marah dan pergi.”Pelan, dua sudut bibir Reyvan mengembang tipis. Tatapannya kembali ke nasi goreng. Ada rasa bangga, lega, dan hangat yang tak bisa dia sembunyikan.Mata Prama menegang. Tak percaya Amber bisa mengatakan hal seperti itu. Hanya provokasi atau benar-benar jujur.“Kamu boleh pergi. Dan bilang pada kepala pengurus rumah, apapun yang terjadi, lain kali harus langsung menghubungiku. Apalagi kalau ada kejadian seperti itu,” ucap Reyvan pada pembantu itu.Pembantu itu mengangguk dalam-dalam, lalu segera pamit keluar ruangan."Bagaimana rasanya sarapan nasi goreng, Pak? Kalau nggak kuat, jangan memaksakan diri. Takut perut Anda shock," ucap Prama disela makannya.Reyvan menatap tajam. "Cepat habiskan! Set
“Bawa apa?” Prama menatap pembantu dan tas hitam yang dipegangnya.Pembantu itu mengangguk, suaranya lirih, sedikit takut. “Nasi goreng untuk Tuan Reyvan, Pak.”Reyvan yang sedari tadi fokus menatap layar ponselnya, seketika langsung mendongak. Tatapannya tajam pada si pembantu. Dahinya mengernyit. Kapan ada menu sarapan seperti itu? Dadanya bergemuruh, rasa kesal menekan dadanya.Prama cepat meraih tas itu, seolah tahu bosnya akan meledak. Dengan cekatan, dia mengeluarkan kotak-kotak makanan dari dalam. Ada empat kotak. Dua berisi nasi goreng tidak pedas. Dua kotak salad segar. Dan satu tumbler elegan berisi susu almond hangat.Prama melebarkan matanya, senyumnya merekah lebar. “Wah, mantab. Pas sekali, kami belum sarapan.”Pembantu itu sedikit tersenyum lega. Dalam pikirannya, setidaknya masih ada yang menyambut baik.Prama tak menunggu lama, dia cepat membuka kotak berisi nasi goreng spesial itu. Aroma harum rempah dan wangi telur langsung menyeruak. Dia melirik sekilas pada Reyvan
“Aku istirahat sebentar, kamu juga boleh tidur. Pasang alarm satu jam ke depan. Besok semua tumpukan map itu harus selesai,” ucap Reyvan pelan, matanya sudah berat, tubuhnya seolah dipaksa berdiri tegak padahal sudah terlalu lelah. Dia duduk di sofa dengan kepala bersandar lemas. Padahal ada ruang istirahat khusus. Yang penting sekarang adalah memejamkan mata, sebentar saja.Prama yang sudah terbiasa melihat bosnya keras kepala, hanya bisa menuruti. Dia memasang alarm dengan hati-hati, takut kalau mereka kebablasan tidur sampai pagi. Pekerjaan masih menumpuk, sementara tenaga mereka sudah habis terkuras.Baru saja Prama hendak memejamkan mata di kursi seberang, tubuhnya tiba-tiba tegap. Matanya membelalak menatap bosnya. Dahinya berkerut. "Ha?" Mulutnya ternganga.Ternyata baru sebentar memejamkan mata, Reyvan sudah mengigau. “Amber … Amber … Amber …,” lirihnya, sambil tersenyum samar, kedua tangannya seolah memeluk seseorang.Prama menggeleng kecil, hatinya jadi terenyuh. “Dasar bo
Reyvan duduk bersama Prama di depan Deandra. Dia tidak melirik sedikit pun ke makanan mewah yang tersaji. “Katakan, memangnya apa masalahku? Apa aku punya masalah?”Deandra tersenyum tipis. “Tidak sulit menebak, Rey. Jadwalmu kacau, beberapa meeting diwakilkan, dan aku tahu kamu mengundur jatuh tempo pengiriman pesanan. Rey, aku bukan direktur amatir. Jadi jangan mengelak. Kamu mau terima bantuanku, atau menikmati kekalahanmu dari orang-orang yang ingin melihatmu turun dari kursi CEO?”'Dia masih tak mau ngaku. Biarlah. Dia tidak mengaku pun, aku sudah tahu siapa pelakunya. Hanya memastikan saja apa wanita ini punya hubungan khusus dengan Arsen saja,' batin Reyvan.Reyvan menghela napas berat. Sikap Deandra malam ini memang berbeda jauh dengan sebelumnya. Tidak ada sorot mata menjijikkan. Malam ini dia tampak elegan, profesional. Entah kenapa, bisa berubah seketika. Namun, dia malah makin waspada."Katakan saja dari mana kamu tahu soal situasiku? Cuma menebak? Omong kosong!" Reyvan te
Amber mengerutkan kening. Perasaan tak enak menjalari dadanya.Beberapa lembar foto dijajarkan di atas meja kayu mahal itu. Semua bergambar wanita-wanita cantik dengan penampilan eksekutif elegan. Dari cara berpakaian, jelas sekali mereka berasal dari keluarga kaya raya.Tangan Amber yang diam di pangkuan pelan meremas. Tapi wajahnya tetap tenang. Dia tersenyum tipis. “Apa maksud Mama dengan semua ini?”Tania tersenyum sinis. “Jangan pura-pura bodoh. Waktumu sudah habis menjadi istri Reyvan. Dan mereka ini kandidat istri Reyvan. Jadi pilihkan salah satunya. Siapa pun yang kamu pilih, bagiku sama saja. Mereka semua setara untuk keluarga Kalingga.”Amber menghela napas, lalu terkekeh kecil. “Kenapa Mama menunjukkannya padaku? Suruh Reyvan memilih sendiri.”“Reyvan jelas setuju.” Tania mendesah puas. “Apalagi saat ini dia sedang butuh dukungan. Asal kamu tahu, mereka semua anak pengusaha besar yang siap menyokong posisi Reyvan di perusahaan. Perusahaan keluarga mereka semua kuat. Apalagi
“Benar, Nyonya. Tuan memang pulang semalam, tapi lewat tengah malam,” ucap pembantu lirih.Amber tercenung. Dia mengedarkan pandangan ke penjuru ruang, lalu menatap sisi ranjangnya dengan jeli. Memang ada bekas habis dipakai tidur. Dadanya jadi berdesir.'Jadi Reyvan memang pulang semalam?' batinnya bertanya.Rasa kecewanya sedikit terkikis. Lalu, dua sudut bibirnya melengkung tipis, senyum yang tak bisa dia bendung. Namun, yang membuatnya semakin tercengang adalah posisi bantal yang sangat dekat dengan bantalnya. Mungkinkah-? Amber hanya bisa menduga-duga.Amber kembali menoleh pada pembantunya. “Lalu apa dia juga tidur di kamar ini? Apa saja yang dia lakukan setelah pulang? Kenapa tidak ada yang membangunkanku?”Pembantu itu tersenyum tipis. “Tuan memang masuk ke kamar ini. Tuan bahkan makan makanan yang Nyonya siapkan.”Deg. Dada Amber terasa lapang seketika, lega bercampur berbunga-bunga."Dia makan makanan yang aku siapkan? Jadi dia tahu kalau aku menunggunya dan sudah ada effort