Mas Rahmat terus menyeretku hingga masuk ke dalam mobilnya. Aku meronta ingin melepaskan diri. Namun tenaga pria ini ternyata sangat kuat hingga aku tak mampu mengimbanginya.
Setibanya di sebuah hotel, mas Rahmat kembali menyeretku masuk ke dalam kamar. Sungguh mas Rahmat yang sekarang sangat berbeda dengan pria cupu yang telah membuatku jatuh cinta. "Maaassss, lep-pas!" Aku terus mencoba meronta. Namun mas Rahmat lebih gila lagi mengukungku. "Mas, sadar! Ini salah," ucapku dengan suara bergetar. Aku hanya takut kalau apa yang mas Rahmat lakukan nanti akan menghasilkan bayi. Melihatku terus meronta, mas Rahmat malah justru tersenyum. "Kali ini aku akan melakukannya sampai menghasilkan jabang bayi." ucapnya tanpa ragu. Mas Rahmat mulai menggila dengan memperlakukan aku sesuka hati. "Mas, jangan! Kamu punya istri, Mas. Buatlah dengan istrimu. Aku masih mempunyai Edo yang butuh perhatian penuh." Kali ini mas Rahmat mulai melembut. Tetapi tetap tidak melepaskan aku. Bahkan ciumannya yang menggila di leher ku pun mampu membuatku merasa geli. " Mas, ah!" Sentuhan mas Rahmat benar-benar membuatku gila. Entah bagaimana aku menjabarkan. Tetapi aku merasa kalau mas Rahmat masih sangat mencintaiku. "Teruslah menikmati bagaimana indahnya sentuhanku. Aku akan membuatmu menjadi ratu mulai saat ini. Apalagi sampai kelak kamu bisa mempunyai benihku. Seluruh kebahagiaan di dunia akan aku persembahkan untukmu." Aku pun menjadi terbuai karenanya. Hingga akhinya, kami melakukan dosa itu hingga berulang kali sampai aku terlupa akan keadaan Edo yang sudah ku tinggal sejak pagi. Kami menghentikan kegiatan kami setelah dua jam berlalu. Rasanya seluruh tulangku dibuat remuk olehnya. "Aku mentransfer sejumlah uang ke dalam rekeningmu. Jangan lupa gunakan dengan baik. Jangan terbuai kata-kata Asep lagi. Kamu akan menjadi milikku satu-satunya suatu saat nanti. Aku berjanji akan hal itu." Pelukan mas Rahmat yang semakin erat membuatku benar-benar terbuai. Andai sikap ini sudah dipunyainya sejak dulu,mungkin kami tidak akan terpisah seperti ini. Namun tak ada yang harus disesali. Jika bukan karena takdir ini, aku oasti belum punya anak selucu dan semenggemaskan ini. Seketika aku teringat akan Edo. 'Astaga... Aku terlalu lama meninggalkan Edo dengan Mimi. "Aku pergi dulu. Terima kasih atas tranferannya. Tetapi dari mana mas Rahmat tahu akan nomor rekeningku? Padahal aku belum lama mempunyainya." Aku pun mengernyit heran. Namun mas Rahmat justru tersenyum. "Aku pasti akan tahu apa yang kamu lakukan dan apa yang terjadi sama kamu. Banyak yang bisa aku tanya jika itu tentang kamu." Ucapan mas Rahmat ini justru membuatku bingung. Untuk apa dia seperhatian itu? "Kenapa? Kaget karena aku ternyata seperhatian itu sama kamu?" terang mas Rahmat. Tentu saja aku kaget. Aku bukan perempuan seberuntung itu sampai-sampai bisa membuat mantan gagal move on. "Aku sangat mencintaimu, Rahma! Sangat-sangat mencintaimu. Sampai setelah kabar kamu menikah pun, aku sampai mengalami depresi berat." paparnya yang sungguh membuatku terkejut. "Aku ngga merasa kamu perjuangkan, Mas! Untuk itu lah aku memilih menyerah pada hubungan kita. Lagi pula setelah itu mas Rahmat menikah bukan?" Selesai berucap bukannya aku lega, justru aku dibuat terkejut dengan kelakuan mas Rahmat yang kembali menjadi mesin vakum yang menggila. Bibirku pun meniadi gila karenanya. " Aku berjuang, Rahma. Aku berjuang. Aku kesana kemari menghubungi keluarga untuk mencari dukungan. Tetapi tidak seorang pun yang mau membantu. Yang ku tahu hanya kerja, kerja dan kerja supaya suatu saat aku bisa meminangmu dengan usahaku sendiri." Rahmat menghembuskan napas perlahan. " Namun saat aku bisa berdiri sendiri, ibuku malah memaksaku untuk menikah dengan Agnes. Aku tak mau tetapi ibu sampai mengiris nadinya karena aku terus-menerus menolaknya. Menurutmu, jika kamu jadi aku, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya. Apa?" Kuberikan pelukan erat kepada mantan pacarku ini. Ternyata dia menahan sakit yang tak terkira juga. Sesulit ini ternyata cinta kami menyatu. Banyak halang rintang yang menghadang meskipun rasa di hati kita sama. " Apakah kamu mau menikah denganku? Meskipun kamu yang kedua, namun rasa ini tetap sama seperti bertahun yang lalu, Ma!" Kami saling memandang setelah itu. Tatapan mata mas Rahmat benar-benar mengalihkan duniaku. Apakah aku kembali jatuh cinta kepada mas Rahmat? Apakah aku tega untuk menjadi pelakor meskipun aku tahu kalau mas Rahmat mencintaiku? Gubrakkk.. " KALIAN GILA!!!"Kenapa kalian dulu berpisah?" Aku dan Mimi menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan di sekitar rumah sore ini karena sedari tadi aku sudah merasa tidak nyaman di punggung belakangku. "Karena ada masalah," jawabku singkat. Ya kali aku mau bilang kalau kami berpisah karena kepercayaan kuno? Kan tidak masuk akal! "Masalah apa? Aku lihat Rahmat sangat mencintaimu. Jadi pasti bukan dia yang buat masalah kan?" cerca Mimi lagi. Aku hanya menghembuskan napas lelah. Aku tak mau membongkar hal tak penting di masa lalu. Tetapi kenapa, Mimi malah mengoreknya sedari tadi. "Itu semua hanya masa lalu, Mi! Yang mungkin juga akan menjadi masalah suatu saat nanti juga karena kini semua orang menjadi tau, bahwa kami kembali bersama," Aku terdiam. Namun tidak dengan kakiku. Rasa panas di punggung sedari tadi membuatku semakin yakin kalau buah hatiku semakin tidak sabar untuk keluar dari dalam perut. " Balik yuk! Ngeri aku mendengarmu merasakan kesakitan. Apa operasi aja yuk! Jangan khawatir. Nant
"Ngapain kamu disini?" Pagi-pagi buta Mimi sudah terlihat di depan rumahku. Kurang kerjaan sekali sebenarnya. Mentang-mentang sekarang sudah tak kerja malam, jam segini sudah berkeliaran di rumah orang. "Mau jaga kamu. Siapa tau mau lahiran kan?" ucapnya santai. Mimi segera masuk ke dalam kamar yang biasa ia gunakan saat menginap disini. "Edo mana?" tanyanya langsung saat boneka hidupnya tak terlihat. Aku hanya menggeleng melihat sahabatku tak tau diri itu. "Ini masih jam lima. Edo juga masih terlelaplah." Tak kuhiraukan lagi keberadaannya. Aku harus segera beberes mumpung Edo belum terbangun. "Ngga usah masak! Aku dah pesan gulai dari waring depan gang. Lebih baik sekarang, kamu prepare apa yang akan kamu bawa kalau sampai melahirkan." Mimi beralih menuju lemari perlengkapan bayiku. Sedangkan aku, aku malah memilih berdiam diri sembari melihat betapa repotnya sahabatku itu. " Perlengkapan mandi dibawa tidak?" tanya Mimi padaku. Aku hanya menggeleng sebagai jawaba
"Do'amu terkabul. Aku akan menikah dengan seorang mafia." ucap Mimi dengan santainya. Aku sontak tertawa mendengar gurauan Mimi yang tidak tau aturan. Mana ada mafia di zaman sekarang. "Kalau bercanda yang masuk akal sedikit. Mana ada mafia di negara kita," balasku seraya terkekeh. Ada-ada saja!!! Namun tatapan mata tajam Mimi membuatku merasa kalau dia sedang tidak bercanda. "Mi,,," ucapku seraya membalas tatapan tajam matanya. Mimi hanya menjawab dengan mengangguk sebagai jawabannya. Namun... "Hwa...bagaimana ini, Ma! Kenapa ada manusia seperti dia yang mau menerima sampah seperti aku." Teriakan Mimi yang melengking membuat Edo yang sedang bermain pun menjadi ikut terkejut dan menangis. Lekas saja kegeplak punggungnya gemas karena teriakan dia, membuat Edo terkejut dan menangis. " Cup cup cup, sayang! Tante ngga marah kok. Cup cup cup ya." Aku mencoba mengangkat Edo dan menimangnya agar bisa diam. " Jangan teriak bisa ngga sih. Kalau anakku sudah menangis kaya
"Mau kemana kamu?" Aku sebenarnya sudah sangat kesal dengan kehadiran mas Rahmat disini. Tak tau kah dia kenapa aku lebih memilih rumah yang tiada tetangga seperti ini untuk dikontrak? Tentu saja untuk menghindari ucapan pedas dari orang-orang yang mengenalku sebagai orang ketiga diantara pernikahan Rahmat dan Agnes. Namun sepertinya, mas Rahmat tidak pernah peduli tentang hal itu. "Mau apalagi sih kamu kemari, Mas? Aku sudah lelah menjadi pergunjingan warga karena kehadiran kamu yang terus-menerus membuat aku selalu saja disindir yang ngga-ngga," seruku yang mulai lelah dengan sikap mas Rahmat yang bebal. Apalagi Agnes pun pernah datang ke rumah ini hanya untuk mencaci makiku. Sungguh! Kesalahan pertama yang berdampak selamanya kalau sudah seperti ini. " Apanya lagi yang mesti dipermasalahkan sih? Aku duda, kamu janda. Lalu apa salahnya?" ucap mas Rahmat tanpa merasa bersalah. Ingin rasanya kuremas mulut mas Rahmat yang terlalu santai dengan keadaan. Sama sekali dia tak per
Pov Rahma "Kita buat acara tujuh bulanan yang bagaimana ya sebaiknya?" ucap Rahmat dengan senyum melebar mengungkapkan betapa bahagianya dia dengan kehamilanku ini."Huft... Apa kamu ngga malu dengan kehamilanku ini? Setidaknya, jika kamu ngga malu, pikirkan bagaimana perasaanku," ucapku sembari menimang Edo yang terlihat sudah sangat ngantuk sekali. "Kenapa harus malu? Tak ada yang memalukan dengan anak kita," kekeh Rahmat yang membuatku menggeram kesal. "Anak ini ada di luar pernikahan. Nasabnya jatuh padaku, ibunya. Semua orang bahkan tau bahwa aku adalah orang ketiga diantara hubunganmu dengan Agnes dulunya. Apa kamu sadar beban apa yang akan ditanggung anakmu?" tanyaku berapi-api. Bukan aku tak menerimanya. Aku hanya menyesalkan kehadirannya yang diluar pernikahan. Itu akan menjadi ujian yang berat kala ia dewasa nanti. "Aku hanya akan berdoa kepada Tuhan saja semoga aku dan dia baik-baik saja, diberi kelancaran sampai melahirkannya nanti, dia lahir dengan sempurna tanpa
" Dia akan menjadi princess yang cantik dan penuh percaya diri karena ayahnya akan selalu menjadi garda terdepan untuk selalu melindunginya," ucap Rahmat sembari bernapas lega, perempuan yang selama ini dicarinya kini telah ketemu. Apalagi saat melihat perut Rahma yang membuncit, semakin yakin pula bahwa mimpinya bukan sekedar bunga tidur. Rahma dan Mimi tak bisa menyembunyikan raut wajah terkejut. Darimana laki-laki ini bisa menemukan lokasi tempat tinggal Rahma? "Aku sudah membuntuti Mimi berulang kali. Namun baru kali ini tujuan kepergiannya sama seperti tujuanku." Rahmat mendekati Rahma dan mencoba mengelus perutnya. Sebuah sambutan luar biasa karena anak di dalam perutnya juga bergerak seakan mengetahui jika yang menyentuhnya adalah ayahnya. " Selamat sore, anak ayah! Sehat kamu, Nak,"ucap Rahmat yang dibalas sundulan dari janin yang ada didalam perut Rahma. Rahmat tentu saja sangat bahagia pertanyaannya mendapatkan sambutan. Rahma yang tersadar akan kelakuan Rahmat seg