Menjadi Yang Kedua Demi Buah Hati

Menjadi Yang Kedua Demi Buah Hati

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-08
Oleh:  AthmikaOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
4 Peringkat. 4 Ulasan-ulasan
32Bab
787Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Rahma yang kebingungan karena biaya rawat anak, terpaksa menerima tawaran sang mantan kekasih untuk menjadi pelayan hawa nafsunya. Ibu kandung yang selalu ikut campur, mertua yang kikir serta suami yang selalu menganggapnya sebagai beban membuatnya tak mempunyai jalan lain selain menerima tawaran sang mantan. Namun Rahma melakukan kecerobohan dengan tak menanyakan dahulu tentang status Rahmat yang ternyata telah memiliki seorang istri. Apalagi karena dosa semalam yang dia lakukan waktu itu, sebuah benih tak berdosa hadir di rahimnya. Sang mantan yang mendengar Rahma hamil anaknya memaksa untuk menikah dengannya. Berbagai cara ia lakukan agar Rahma mau menerima pinangannya. Bagaimana langkah Rahma selanjutnya? Mampukah dia bertahan diantara omongan orang yang menganggapnya pelakor dan perempuan murahan? Dan bagaimana pula Rahma bertahan dalam rong-rongan istri pertama Rahmat?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Kesakitan Edo

Mata yang berderai tak henti mengalirkan airmata menjadi hiasan di wajah Rahma. Putranya yang baru berusia 2 bulan diharuskan dirawat di rumah sakit karena terpapar asap yang parah.

Hidup di pinggir sawah yang setiap panen selalu membakar jerami menjadi pokok masalah kesakitan dari Edo. Putra pertama Rahma.

"Nangis! Nangis! Bisamu dari dulu hanya nangis! Apa kalau sudah nangis, Edo bisa sehat kembali? Seharusnya otakmu itu dipakai buat mikir, uang dari mana kita kalau Edo dirawat seperti ini. Sok-sok an bawa anak ke rumah sakit. Dipikir duit tinggal metik di pohon! "cerocos Yati ibu mertua Rahma.

Selama hampir 1 tahun ini, sikap bu Yati memang ketus kepada Rahma. Saat Rahma bekerja dulu, sikap bu Yati sangat baik terhadapnya. Namun semenjak Rahma menyusul suaminya ke desa dan tidak bekerja, hanya sikap ketus yang dia tunjukkan padanya.

Rahma pun terpaksa menyusul suaminya ke desa karena hampir 3 bulan suaminya pulang ke desa setelah bertengkar dengan mertuanya atau ibu kandung Rahma.

Hidup Asep yang bergantung dari rosok saat di kota, tidak mencukupi lagi kebutuhan sehari-hari mereka. Apalagi setelah harga rosok turun, bu Lely, ibu kandung Rahma, selalu marah-marah kepadanya membuatnya semakin tak betah tinggal di rumah.

Asep berpamitan pada Rahma untuk bekerja di desa saja. Setidaknya dia tidak akan mendengar ocehan ibu mertuanya. Namun, Rahma yang masih terikat kontrak tak bisa meninggalkan pekerjaannya begitu saja.

Untuk itulah mereka terpisah selama 3 bulan. Itu pun karena bu Lely selalu menceramahi Rahma karena keenakan Asep di desa tapi tak pernah sekalipun mengirim uang. Apalagi kontrak kerja Rahma juga sudah selesai.

"Edo sesak nafas, Mbok! Puskesmas alatnya kurang memadai. Makanya, dibawa kesini." jawab Rahma lirih.

"Lalu kamu pikir kalau di rumah sakit memadai? Iya, memang memadai. Tapi duit Asep yang tidak memadai, Rahma! Belum apa-apa sudah diminta 2 juta masuk PICU. Mau habis berapa lagi nanti?"balas bu Yati penuh emosi. Bahkan kami pun sudah menjadi pusat perhatian dari tadi.

" Sudah kubilang kan? Kehadiranmu disini itu cuma beban. Kalau kamu tidak menyusul aku, kita tidak bakal punya Edo. Duit saja masih kembang kempis, ini malah ketambahan anak. Sakit-sakitan lagi." Asep menambahkan omongan bu Yati.

Rahma sebenarnya emosi. Tetapi dia bisa apa? Disini dia sendiri. Orang tua dan saudaranya di kota semua. Uang? Tak sedikitpun dipunyainya. Mas kawin? Sudah dia jual ketika dia harus cek laboratorium kehamilannya dan membeli pernak-pernik untuk Edo.

Jika sekarang dia melawan, bagaimana nasib Edo nanti?

"Mikir!" Bu Yati dengan tega menoyor kepala Rahma. Hidup bu Yati dengan 3 anak laki-laki selama ini pun belum merasakan kecukupan. Ini malah kedatangan menantu, penambah beban.

"Simbok...!" teriak Rahma yang tak terima dihina seperti itu.

"Apa? Mau melawan? Sanggup kamu mengurus dan membiayai Edo disini?" bentak Bu Yati tak kalah keras hingga seorang petugas keamanan memberikan peringatan kepada kami agar tak membuat keributan.

"Sudah kerja enak-enak di kota, bisa mengirim uang jajan buat suami, bukannya bangga dan bertahan malah menyusul ke desa. Benar-benar beban!" lanjut bu Yati kembali.

Asep tak sekalipun melakukan pembelaan terhadap istrinya. Rahma hanya bisa menunduk. Tak dia sangka, suaminya pun bisu. Tak membelanya sedikitpun. Padahal Edo juga anaknya. Darah dagingnya!

" Pulang, Sep! Biar Rahma yang menjaga anaknya sendiri. Dia kan yang mau anaknya dirawat disini? Ayok, pulang," Bu Yati terus menggeret tangan anak lelakinya.

Rahma menatap nanar sang suami. Berharap suaminya sedikit berbaik hati untuk menemaninya menjaga sang buah hati. Namun, apa yang diharapkan Rahma sepertinya tak akan pernah terjadi.

" Ayok, Mbok! Ngantuk!l," ucap Asep sembari berlalu meninggalkan Rahma seorang diri.

"Mas, apa tidak sebaiknya kamu menemani aku di rumah sakit? Ini bukan kotaku. Kalau Edo butuh apa-apa, siapa yang akan mengurusi?" Rahma mencoba bicara pada Asep soal keengganannya di tinggal.

"Kamu yang memilih di rumah sakit yang sangat jauh dari rumah. Ya kamu urus sendirilah. Kamu mau Edo dipindah ke puskesmas desa?" ketus Asep.

Jengkel sekali hatinya kedua orang yang menjadi anggota keluarga kecilnya itu selalu menyusahkannya. Belum uang terkumpul, kini harus minus karena untuk biaya Edo di rumah sakit.

Rahma yang mendengar ucapan Asep menjadi terdiam. Kalau anaknya dipindah ke puskesmas, apakah anaknya akan bisa mendapatkan pelayanan yang memadai? Sedangkan di rumah sakit saja, putranya itu belum keluar dari PICU. Asap sudah terlalu banyak yang masuk ke paru-parunya.

Sadar jika tak mungkin memilih memindahkan anaknya ke puskesmas, Rahma menggelengkan kepala. Biarlah dia sendirian menjaga putranya di rumah sakit ini.

Asep pun berlalu meninggalkan Rahma. Ibunya sudah dari tadi menunggunya. Mereka pun meninggalkan Rahma tanpa sepeserpun uang.

Malam semakin gelap dan dingin. Rahma hanya mampu mengusap kedua lengannya dengan tangan. Tak ada jaket maupun baju lengan panjang. Keadaan Edo yang sesak nafas sudah menutup pikirannya. Dia hanya ingat, anaknya harus segera di bawa ke puskesmas.

Bukannya lekas dilayani, di puskesmas pun, Edo harus menunggu antrian pelayanan. Tak sabar menunggu, Rahma langsung melarikan Edo ke UGD puskesmas. Biarpun nanti biayanya akan berbeda, namun tak dia pusingkan itu. Keadaan anaknya harus membaik, itu yang ada di pikirannya.

UGD puskesmas yang hanya mempunyai alat seadanya, tak mampu menangani Edo yang sudah hampir membiru. Petugas puskesmas pun segera melarikan Edo ke rumah sakit yang komplit.

Sudah 2 hari berlalu. Edo sudah dipindah ke bangsal anak. Namun, Asep tak sekalipun datang kembali ke rumah sakit. Entah apa yang ada dipikiran laki-laki yang masih menyandang status sebagai suaminya itu hingga tega tak meninggalkan uang maupun mengirim pakaian ganti.

"Mi..."akhirnya Rahma lebih memilih menghubungi sahabatnya. Keadaan Edo sudah mulai membaik. Bahkan dokter pun sudah memberi kabar kalau sore nanti, anaknya sudah diizinkan pulang.

Namun yang menjadi masalah, Asep tak bisa dihubungi sampai saat ini. Lalu siapa yang akan menghandle biaya anaknya itu?

"Weits...Ada sahabat lama telepon. Ada apa nih memanggil aku di jam kuntilanak?" sapa orang yang diseberang.

"Kamu lagi kerja?" tanya Rahma ragu-ragu. Temannya ini memang bekerja di dunia malam. Jadi kalau tengah malam seperti ini, waktunya dia untuk mengais rejeki.

"Tidak perlu basa-basi. Ada apa?"

"Edo masuk rumah sakit, Mi! Asep sudah 2 hari tidak datang. Padahal nanti sore, Edo sudah boleh pulang." Rahma mau tak mau mengungkapkan kegundahannya. Hanya sahabatnya itu harapan satu-satunya.

"Ck... Sudah aku bilang puluhan kali bahkan mungkin ratusan kali kan, Ma! Tinggalin cowok tidak berguna itu! Apa untungnya kamu kembali ke dia? Ngga ada!" Mimi memang membenci rencana Rahma untuk kembali pada Asep.

Laki-laki yang lembek, tak bertanggung jawab, dan hanya bisa menyusahkan. Dan Rahma pun sebenarnya sadar akan hal itu. Namun, ibunya selalu saja merongrong kalau menjadi janda itu sesuatu yang rendahan.

" Tanya ke bagian administrasi nomor rekening rumah sakit. Akan tetapi, aku hanya bisa bantu 2 juta. Bagaimana?" tanya Mimi yang sedikit merasa tak enak.

"Tidak apa. Nanti sisanya aku coba pinjam sama teman yang lain. Terima kasih ya, Mi! Maaf selalu menyusahkan kamu." ucap Rahma. Hembusan nafas terdengar dari seberang.

"Andai kamu tidak menyusul Asep, kamu tidak akan kesusahan kayak gini, Ma!"

Rahma paham apa yang menjadi kegelisahan sahabatnya itu. Walaupun begitu, Rahma tetap bersyukur dengan keadaannya. Dengan menyusul Asep, dia mendapatkan Edo.

"Mi...?" sapa Rahma yang sedari tadi terdiam.

"Apaan?"

"Aku berencana mengikuti langkahmu, Mi."

" KAU GILA??? "

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Disi77
Semangat terus km...
2024-07-27 19:13:49
0
user avatar
Iftiati Maisyaroh
ganti covernya aku cariin tadi ...
2024-07-20 07:35:51
1
user avatar
Ririichan13
cerita seru nih
2024-07-19 15:25:58
1
user avatar
Iftiati Maisyaroh
wow lereeen nih ceritanya.........
2024-07-18 23:21:25
0
32 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status