"Aman terkendali, semua tamu undangan dan penonton serta juri-juri juga udah mulai berdatangan masuk," jawab Theliza di balik panggilan telepon itu.
Derap langkah terdengar memburu, deru napas Theliza mulai memberat. "Cuman kita kedatangan topmodel dari Singapura, dan dia membuat permintaan gak masuk akal, bikin kita kerepotan," tambah Theliza sedikit kesal.Vemilla yang mulai menyandarkan punggung si mobil suaminya terlihat mengerutkan dahi. "Maksudnya?" seru Vemilla, bingung.Mengapa dalam acara kompetisi dihadirkan seorang topmodel dari luar negeri? Bukankah hanya mendatangjan juri-juri dunia per negara diwakilkan oleh dua orang.Sedangkan kompetisi diikuti oleh tujuh negara, bisa dikatakan hanya 14 juri utama dan pelengkap untuk menentukan siapa pemenang kompetisi kali ini."Kenapa ada topmodel segala? Tidak biasanya?" keluhnya setelah itu."Entahlah, aku juga gak paham, tapi dari negara kita juga mengirimkan lima top model,"Sesosok pria bertubuh tinggi menjelang memijakkan kakinya ke lantai lobi hotel tersebut. Kaki panjang pria itu menurunkan jejak ke sana, dia mengedarkan pandangan sambil membuka kancing lengan jas.Perlahan dia membuka jas tersebut, kemudian dia remas dengan tangan kanan. Di sana, urat tangan lelaki itu mengeras, layaknya rahang yang terlihat tegas pula menegang."Siapa yang menyentuh istriku," katanya bersuara bariton—ia tidak hanya berat, namun terdengar mencekam.Bak tatapan mata sang elang yang siap memangsa siapapun yang ada di hadapannya, demikianlah sorot mata Davian, dia mengayun ke satu-satunya pria yang ada di tengah.Dengan rahang mengeras, dia mendatang. "Siapapun yang menyentuh istriku, apalagi melukainya, itu artinya ...."Haha ....Pria di depan Davian malah terkekeh, sembari berkacak pinggang dia menguar tawa sampai pelipisnya menunjukkan ketegangan. "Saya!" pekiknya dengan tatapan menyalak."Kenapa, hah?
Selamat Vemilla. Hari-hari buruk dari masa kelahiranmu hingga berbagai masalah berdatangan saat usiamu beranjak dewasa telah berakhir, hari ini kamu benar-benar dirayakan oleh suamimu.Bahkan Johan dan Sabrina tak lagi menganggapmu sebagai anak tak berguna. Mereka merayakanmu, mereka menjadikanmu alasan dan berusaha membahagiakanmu di belakangmu.Vemilla terdiam berkaca-kaca di depan pintu utama bangunan megah tersebut. Merinding rasanya mendengar hal tersebut. "Se-semua ini ..., terdengar mustahil," gumam Vemilla tak kuasa menahan tangis.Akhirnya, bendungan air mata yang telah berkumpul, perlahan berderai, ia membasahi pipi, turun secara perlahan."Kak Davian ..., benar-benar menyediakan segalanya untukku, Kak Davian ..., te-terima kasih, aku sungguh bahagia." Air mata menetes untuk yang terakhir detik ini.Karena selanjutnya, wanita berprofesi sebagai ballerina itu segera menerobos masuk. Membuka pintu dua meter dengan material kokoh berlapis keemasan, warnanya sebenarnya jauh lebi
Brakk!Sabrina menggebrak meja dengan kekuatan penuh, tak peduli telapak tangan berdenyut, kesakitan, hingga ia memanas dan beralih menjadi memerah. "Manusia-manusia serakah!" sarkas Sabrina.Dia menghunus setiap saudara lelaki yang ada di depannya. "Kalian mendapatkan warisan paling besar, dan sekarang kalian mau merampas milikku, ditambah ..., bangunan ini aku dan suamiku yang membangun!" gertak Sabrina tak terima hak-nya dirampas begitu saja."Dan asal kalian tahu, setengah biaya pembangunan ini ditanggung suami putriku, jadi ..., saham bisnis ini dikuasai olehnya," tambah Sabrina dengan tatapan tajam.Sekilas ingatan masuk tanpa aba-aba ke benak Sabrina, mengingatkan beberapa kejadian yang tidak diketahui oleh Vemilla, semua hal itu dibicarakan secara sembunyi-sembunyi di tahun lalu.Tepatnya di sebuah apartemen mewah di kawasan elite ibu kota, Sabrina dan Johan menemui Davian secara rahasia setelah mereka menghubungi sang menantu sec
"Mustahil. Enggak, enggak, enggak mungkin," rengek Deviana bergetar hebat di depan semua orang.Dua kakinya menaik dan menekan dada, kemudian dua tangan yang ada di atas pangkal kepala pelan-pelan tenggelam di antara ribuan bahkan lebih dari itu di helai rambutnya.Menggeleng secara berkala, layaknya air mata yang berjatuhan tanpa henti. "NO! No way! You love me so much, Davian ...."Desas-desus terdengar memenuhi telinga, semua orang yang ada di belakang mereka mulai membisikkan kata-kata menyedihkan untuk wanita itu. Top model yang sangat diagungkan sebuah agensi itu merendahkan diri di depan mata Davian.Sementara Davian tampak malas dengan semua itu, dia memicing tak suka memandangi wanita tersebut. "Aku memang kecewa, benci juga kesal atas semua yang terjadi dengan kita.""Tapi itu bukan berarti aku beneran cinta, hanya saja sangat menyayangkan, kenapa aku begitu bo doh memenuhi semua keinginanmu, ketika aku sama sekali gak merasa ce
Devianza menjulang dari sofa, menerjang Petra, hendak menampar sekretaris andalan Davian. Namun, dengan tangkas Ghania menghadang ke tengah.Menahan tangan Devianza yang melayang ke sekitar wajah Petra. Grepp!Ghania meremas pergelangan tangan Devianza dengan ekspresi tenang, terkesan datar. "Berhenti membuat keributan Nona Devianza yang ter-hor-mat!" gertak Ghania menghunus Devianza secara langsung.Cengkeramannya pada pergelangan tangan topmodel itu mengeras, rasa sakit mulai menguar ke partikel kulitnya. "Aargh ...! Lepaskan!" jerit Devianza, meringis kesakitan.Devianza secara kasar menarik tangannya dari genggama Ghania hingga terlepas, dia terhuyung ke belakang—nyaris merubuhkan keseimbangan tubuhnya.Memberengut sambil mengernyit, naik pitam. "Heh! Ka—""Ssstt ...." Ghania segera berdesis seraya menyimpan jari telunjuk di depan bibir, "Sekarang mending Anda katakan, apa tujuan Anda datang ke sini, alasan Anda ingin menemui
Johan memberikan kesan penasaran begitu dalam di hati Vemilla. Pasalnya, sang papa tidak pernah meneleponnya apabila tidak ada hal penting untuk diperbincangkan, terlebih panggilan tadi terputus begitu saja.Vemilla menjadi gelisah. Takut jika orangtuanya mendapat masalah, meski mereka bukan orangtua yang baik, tetapi gadis ini masih mencintai Johan dan Sabrina layaknya orangtua pada umumnya."Tadi ..., Papa sebenarnya kenapa, ya?" cetusnya bertanya-tanya.Bergerak lambat. Kaki diayunkan mengarungi area kamar, tanpa menutup balkon, gadis itu membiarkan angin mengiringi langkah hingga dia terduduk di tepian ranjang, meraih ponsel dan mencoba menghubungi kembali sang papa."Gak biasanya Papa tiba-tiba matikan telepon, padahal baru dua apa tiga menit aku anggurkan," kata Vemilla mengeluh.Jari-jarinya baru saja mengambang ke atas layar ponsel, Davian telah selesai mengenakan stelan kantor seperti biasa, dengan jas coklat menggantung di lenga