Share

Perasaan Aneh Raihan

last update Last Updated: 2022-12-11 19:46:09

Daffa tidak pergi ke kampusnya, tapi dia kembali ke kampus yang menaungi Naila karena ingin mengetahui reaksi para gadis di sana kala melihatnya. Laki-laki ini menggunakan jaket kulit, celana jeans dan sepatu boots. Daffa tampak sangat keren dan luar biasa. 

Para gadis di kampus segera menyukainya hingga Daffa menyeringai bangga. "Ternyata benar, ternyata wajah saya tidak familiar di sini artinya Naila tidak mengatakan pernikahan petaka itu." Seringai Daffa semakin sempurna. 

Naila melihat kehadiran Daffa kala dirinya sedang berada di lantai dua. "Ada apa Daffa kesini, apa mau cari saya?" Sebuah panggilan segera terhubung pada suaminya  Namun, Daffa memutusnya. Dahi Naila berkerut, tapi dengan sikap laki-laki ini membuat dirinya tahu jika teman hidupnya tidak sedang mencari. 

Naila dan ketiga kawannya segera masuk ke dalam kelas sepuluh menit sebelum dimulai, sedangkan Daffa masih berkeliaran di area kampus. Bahkan beberapa gadis memberanikan diri menyapanya. 

"Eh, Daffa," sapa salah satu pemuda yang satu daerah dengan Daffa, "mau cari Naila?" Dengan percaya dirinya Umar menebak.

Daffa segera berdesis karena takut nama Naila terdengar oleh seseorang hingga mereka tahu jika dirinya dan gadis itu memiliki hubungan khusus, "Jangan sebut Naila. Saya kesini bukan mencari Naila!" 

"Oh, saya kira." Santai pemuda ini. 

"Kelas Naila di mana?" tanya Daffa yang mulai penasaran dengan hidup gadis itu di kampus. 

"Kalau tidak salah jadwal Naila hari ini di lantai atas deh. Kita satu kelas kok, cuma saya bolos. Wkwk." 

"Bagaimana Naila di sini?" 

"Naila itu banyak digemari mahasiswa, tapi dia biasa saja sih bahkan sebelum menikah sama kamu." 

Senyuman tipis ditarik dari ujung bibir Daffa. "Saya pergi deh, bosen juga di sini." Laki-laki ini meninggalkan kampus dan segera menuju ke kampus favorite tempatmya menimba ilmu. 

Beberapa jam kemudian, Naila segera mengirimkan chat pada Daffa. [Tadi saya lihat kamu di kampus. Apa kamu masih di sini?]

Dengan sengaja Daffa mengabaikan chat dari Naila karena dianggap tidak penting. Gadis ini juga tidak berharap mendapat respon dari suami yang tidak pernah diinginkannya. 

"Nai, main yuk," ajak Ciara. 

"Kemana?" 

"Ke rumah Tante Rumi. Sudah lama saya tidak berkunjung." 

"Iya sudah," setuju Naila. Jadi, keempat gadis itu segera menuju ke alamat tujuan. Raihan juga mengetahui rencana gadis-gadis itu datang ke kediamannya. Laki-laki ini senang karena bisa melihat Naila lebih dekat lagi. 

Setibanya di daerah rumah, Naila mengunjungi rumah tetangga terlebih dahulu untuk mengambil jaket milik Raihan. "Sekalian saya mau kembalikan ini ke kakak kamu," ucapnya pada Ciara. 

"Oke," sahut santai Ciara. 

Kini Ciara, Naila, Fani dan Alia sudah tiba di tempat tujuan. Rumi menyambut keempat gadis itu dengan riang dan hangat bahkan wanita ini mengajak ketiganya menginap. Namun, hanya Ciara yang setuju, sedangkan Fani dan Alia tidak biasa menginap di rumah orang lain. 

Raihan di sana, jadi Naila segera menyodorkan jaket laki-laki itu, "Terimakasih ya." Senyuman kecilnya. 

"Sama-sama." Raihan menunjukan senyuman yang berbeda, lebih dari sekedar senyuman biasa saja.

"Eh, Naila," sapa Farida-mertuanya.

Naila segera menoleh ke arah sumber suara. "Eh, mama." Segera, gadis ini mengecup punggung tangan Farida dengan santun. 

"Kamu sedang apa di sini?" tanya lembut Farida pada menantu kebanggaannya. 

"Sedang berkumpul saja dengan teman-teman." Lirik Naila pada ketiga kawannya hingga gadis-gadis itu juga menunjukan sikap santunnya pada Farida. 

"Mama kira mau belanja roti," kekeh Farida, "di rumah sedang banyak saudara jauh, mama sudah mengatakannya pada Daffa. Kok kalian tidak datang?" 

Naila menautkan kedua alisnya dengan heran. "Eu-mungkin Daffa lupa beri tahu Naila," alasannya agar isi rumah tangga mereka tidak terbongkar di ruang dengar Farida. 

"Dasar anak itu," kesal lembut Farida, "nanti sore, kalian ke rumah ya. Mama juga sudah memberitahukan mama dan papa kamu, katanya akan datang sore ini." Senyuman sayang Farida diarahkan pada Naila. 

"Iya ma, Naila pasti datang," janjinya dengan Daffa atau tanpa Daffa. 

Pertemuan Naila dan Farida berakhir setelah wanita itu mendapatkan banyak roti berbagai macam rasa. Alia berkata dengan kekeh, "Jadi itu mertua kamu. Baik sekali deh, saya kira itu mama kamu." 

"Iya, alhamdulillah saya mendapatkan mertua baik hati," syukur Naila. 

Raihan mendengar ucapan syukur Naila, tapi kalimat itu membuatnya ingin menghapus perasaan yang mulai lain di hatinya terhadap si gadis. Desiran ini berbeda dari biasanya walau kewarasannya menyadari dengan sangat bahwa ini hanyalah sebuah perasaan terlarang. 

Sore harinya Naila berpamitan terlebih dahulu pada kawan-kawannya, "Saya pulang sekarang ya, saya harus memasak sebelum suami pulang." 

"Iya Nai, hati-hati di jalan," jawab ketiga kawannya, sedangkan Raihan sudah lenyap dari rumah sejak tadi karena memilih berkumpul dengan para pemuda. 

Setibanya di rumah, adzan ashar berkumandang. Naila msnsyukurinya karena masih diberi kesempatan mendengar panggilan indah itu walau dirinya sedang tidak bisa beribadah. 

Kulkas dibukanya, hanya tinggal sayuran dan buah-buahan yang tersisa. "Kok Daffa belum kasih uang belanja, padahal uang di rumah sedikit lagi, apa harus habis dulu?" Jadi, hari ini Naila berniat memasak bahan makanan yang ada. 

Namun, sejak pertama kali dirinya memasak, Daffa tidak pernah sedikitpun memakannya atau hanya sekedar mencicipi, hingga niatnya memasak urung. "Daffa maunya makan apa? Saya tidak bisa masak yang sulit atau banyak bumbu." 

Naila duduk termenung di depan meja makan. Handphonenya berdering. "Iya?" 

"Kamu di mana?" tanya Daffa. 

"Di rumah." 

"Kesini, ke rumah mama. Saya tunggu kamu di jalan!" tegas Daffa, kemudian memutus panggilan sepihak. 

"Daffa sudah mau ke rumah mama?" heran Naila seiring memandangi handphone yang sudah kembali ke layar utama. Gadis ini segera mengunci pintu, kemudian berjalan pincang menghampiri Daffa yang entah di jalan yang mana karena ada beberapa jalan akses menuju kediaman Haris dan Farida. 

Sepuluh menit kemudian, Naila berhasil menemukan Daffa. "Untung saya mengambil jalan ini." Senyumannya melengkung, kemudian menyapa Daffa yang sedang duduk di atas motor gedenya. Punggungnya lebar dan berisi bersama tulang bahu yang tegas, "sudah lama?" Wajah Naila sangat berseri, tapi tidak begitu di mata Daffa. 

"Pikir sendiri, berapa lama saya tunggu kamu di sini!" ketus Daffa alih-alih menyambut hangat kedatangan Naila.

"Maaf ...." 

Daffa berdecak kecil. "Iya sudah naik, jangan sampai mama sama papa tahu kita datang terpisah. Terus bilang saja kaki kamu pincang karena terkilir!"

"Iya ...," patuh Naila.

Hanya sekitar dua menit perjalanan yang Daffa dan Naila tempuh bersama karena jarak menuju tujuan memang sudah sangat dekat. 

"Assalamulaikum," salam Naila dengan santun. 

"Wa'alaikumussalam," jawab semua orang di ruang keluarga termasuk Heru dan Mia. Kehadiran Naila dan Daffa disambut hangat oleh semua orang dan tentu saja pincangnya si gadis menjadi bahan perhatian khusus. 

Naila berkata jika kakinya terkilir, sesuai dengan perintah Daffa. 

Naila selalu patuh dan mendengarkan ucapan saya. Sepertinya bagus juga kalau dimanfaatkan! Batin Daffa yang mulai berniat melakukan hal negatif pada istrinya sendiri.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Merebut Istri yang Kau Sakiti   Spesial Chapter

    "Iya ampun Nathan ...." Naila segera menggendong anak lelakinya yang baru saja bisa merangkak, "tidak boleh mendekati papa dulu, papa lagi makan." Kecupan sayang mendarat di pipi malaikat kecil."Tidak apa, mungkin Nathan mau coba jus apel. Lihat ini, Nala juga suka." Raihan makan seiring menggendong Nala di atas pangkuannya, maka hanya tikar yang menjadi alas duduk."Tapi tadi Nathan baru saja minum jus strawberi, memang pencernaannya tidak akan apa-apa ....""Insyaallah tidak, sudah disuapi bubur kan?" "Sudah sih." "Nathan biar saya yang gendong, mama giliran gendong Nala ya, sayang." Kalimat Raihan selalu lembut seiring memasang wajah teduh. Sikapnya tidak pernah berubah dari sejak menikah dengan Naila. "Nala minum banyak jus?" "Lumayan, tiga sendok makan," kekeh Raihan. Dirinya adalah seorang ayah berdedikasi penuh pada keluarga. Sehari-harinya bekerja di sebuah perusahaan kecil-kecilan yang memiliki brand tidak terlalu terkenal karena masih tahap pengembangan, tetapi usaha in

  • Merebut Istri yang Kau Sakiti   Ending

    "Pembohong. Maksudnya gimana, kak?" Ciara belum mampu menebak jika ingatan Raihan telah kembali, dia pikir mungkin Naila salah bicara.Raihan baru saja berbalik, menatap adiknya penuh kecewa, tetapi rasa sayangnya mengalahkan kesalahan adiknya yang sama saja dengan Naila, pandai berbohong. "Kakak sudah ingat semuanya. Tolong beri tahu mama dan papa juga tante." Ciara menangkup mulutnya yang menganga karena terkesiap dalam sekaligus bahagia. Segera, pelukan mendarat di tubuh Raihan. "Syukurlah ingatan kakak sudah kembali. Kita sekeluarga selalu shalat malam untuk mendoakan kesembuhan kakak. Alhamdulillah, syukurnya Tuhan segera mengabulkan permintaan kita." Raihan mengusap belakang kepala serta punggung adiknya dengan lembut nan sangat sayang karena tidak ada siapapun yang lebih menyayanginya dibandingkan keluarganya. "Terimakasih. Berkat doa-doa terbaik keluarga akhirnya ingatan kakak kembali dan kakak merasa seperti lahir kembali." Kecupan sayang mendarat di puncak kepala Ciara.Ki

  • Merebut Istri yang Kau Sakiti   Naila adalah Pembohong!

    Naila mengerjap dalam, tetapi saat ini dirinya tidak dapat menampik kalimat Raihan hingga senyuman kosong yang bisa ditunjukannya. Orangtuanya Raihan senang mendengar kabar baik ini karena putranya pandai memilih. "Semoga hubungan kalian langgeng, mama sama papa pasti akan merestui," ucap Aisyah yang disetujui oleh Bima. Sementara, Rumi hanya mendesah pelan, dirinya akan menjelaskan kesalah pahaman ini pada Aisyah dan Bima sebelum keduanya menaruh harapan besar, sedangkan Ciara justru mengaminkan jika Raihan bersama Naila karena kakaknya terlihat begitu bahagia padahal ini adalah saat-saat sang kakak kehilangan ingatanya. "Nai, kamu lihat sendiri Kak Raihan sangat membanggakan kamu. Apa kamu tidak bisa meninggalkan Daffa?" Frontalnya."Heuh!" Tentu saja Naila terkesiap mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sahabatnya."Mana bisa ...." Ini adalah jawaban terbaik untuk saat ini. Bagaimanapun sikap Daffa, Naila tetap setia di sisinya apalagi sekarang suaminya telah berubah lebi

  • Merebut Istri yang Kau Sakiti   Naila Pacarnya Raihan

    Tepatnya pada siang hari Naila tiba di rumah sakit tempat Raihan dirawat, Ciara adalah orang pertama yang menyambut kedatangannya dengan sikap ketus, "Kamu puas? Apa kamu merasa jadi gadis paling cantik karena disukai dua orang laki-laki sekaligus!" Kedua tangannya melipat di depan dada bersama wajah terangkat."Maaf ...." Naila menunjukan wajah penuh penyesalan walau sebenarnya jika dipikirkan ulang hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya karena gadis ini selalu bersikap biasa saja pada Raihan walaupun laki-laki itu singgah di hatinya."Mau apa kamu kesini, apa kamu mau mengingatkan Kak Raihan kalau kamu adalah gadis yang dicintainya?" Ciara yang sejak awal menjalin persahabatan dengan Naila kini terasa sangat berlainan, gadis itu sudah seperti musuh yang siap mencabiknya hidup-hidup."Saya mau menjenguk Raihan." "Tidak perlu, percuma saja. Jangankan sama kamu, sama kita saja yang jelas-jelas keluarganya Kak Raihan tidak ingat sama sekali!" "Saya minta maaf mewakilkan Daff

  • Merebut Istri yang Kau Sakiti   Tragedi yang Menimpa Raihan dan Daffa

    Hari berganti, Raihan kembali mendengar jika Naila tidak pergi ke kampus, tetapi Ciara menambahkan jika mulai hari ini sahabatnya akan kuliah di rumah. Maka, laki-laki ini berhasil memfilter pemikirannya jika Daffa sengaja mengunci gadis itu. "Saya tidak tahu apa alasan kamu tiba-tiba saja kuliah di rumah, tapi kalau dilihat dari segi pandangan Daffa sepertinya dia tidak mau kamu dekat-dekat sama saya." Embusan udara dibuang Raihan karena dirinya tidak akan memiliki banyak kesempatan bertemu Naila seperti yang sudah-sudah. Daffa menghampiri Raihan, tiba-tiba saja dirinya muncul dari arah belakang laki-laki itu. "Ayo balapan!" tantangnya tanpa basa-basi."Tidak mau. Saya tidak akan melakukan hal yang tidak ada manfaatnya," tolak Raihan walau dirinya akan dianggap pengecut, tetapi masa bodo baginya."Apa kamu selemah ini." Daffa mulai memprovokasi, "cuma balapan kita berdua, saya cuma mau tahu kemampuan kamu. Apakah lebih baik dari saya?" Seringai Daffa yang tentu saja berniat memermal

  • Merebut Istri yang Kau Sakiti   Daffa Terlalu Over!

    "Saya tidak pernah merasa seperti itu." Wajah Raihan terangkat karena dirinya tidak akan gentar sama sekali menghadapi Daffa. Maka, kini keduanya terlibat perkelahian hingga keduanya babak belur. Hari ini Daffa tidak dapat mengunjungi perusahaan ayahnya untuk bekerja maka dirinya segera kembali ke ke kediamannya bersama Naila. "Daffa, wajah kamu kenapa?" Naila terkesiap melihat penampilan suaminya yang babak belur. "Tidak apa-apa, sudah biasa." Senyuman teduh Daffa bersama belaian lembut di pipi Naila. "Tapi bibir kamu sampai berdarah." Khawatir Naila yang mendelik ke arah ujung bibir Daffa."Mau obati?" "Iya, biar saya obati." Ketulusan Naila ini membuat Daffa melengkungkan bibirnya bahagia. Jadi, laki-laki ini mendapatkan perawatan lembut dari istrinya yang sangat dia cintai setelah dulu sempat menyia-nyiakannya bahkan bayi mereka ikut merasakan sikap tidak acuhnya."Sayang, malam ini pengajian yuk buat anak kita," celetuk Daffa dengan lembut bersama tatapan selaras hingga Naila

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status