Share

3. Seorang Teman Baru!

Misha bersungut-sungut, melangkah dengan tempo cepat untuk melewati pos satpam yang berlokasi tepat di balik gerbang sekolah—memikirkan perkataan dari Dewa Asmara yang terngiang-ngiang di jemala. Entah kenapa, Misha menjadi cewek yang sensitif setelah hari itu di mana dia mendapatkan kemalangan karena tugas yang menurutnya terlampau gampang dan sepele.

Namun, hal yang patut Misha syukuri dan banggakan adalah dapat bagian di keringanan yang diperoleh cuma-cuma—selama menjalani tugas yakni mencari arti cinta sesungguhnya, maka Misha diliburkan selama tiga bulan dari tugas-tugas cupid yang biasanya diberikan beruntun akan diberhentikan untuk sementara waktu.

Tiada ada salahnya mencari makna cinta pada umumnya, kan? Semua orang yang pernah merasakan manis dan pahitnya cinta rata-rata pasti bisa menjawabnya. Misha hanya perlu mengamati kegiatan mereka dalam kehidupan sehari-hari atau turun tangan langsung ke lapangan kalau semisal keadaan betul-betul mendesak.

Pandangan Misha lanjut memindai para siswa dan siswi yang berkumpul membentuk himpunan di lapangan, itu pasti murid nakal yang malas mengerjakan tugas sekolah dalam kurun waktu yang lama, sesuatu yang tentu tidak akan bisa ditoleransi oleh guru-guru yang mengajar di sini, yang tak lain dan tak bukan bernama SMA Merpati Biru.

SMA Merpati Biru yang ditempati Misha ini terkenal di telinga khalayak ramai sebagai Sekolah Menengah Atas dengan segudang prestasi hebat yang telah berhasil mewisudakan alumni-alumni terbaik dan multitalenta yang kini tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi impian di dalam kota maupun di luar kota.

Untuk lolos masuk SMA Merpati Biru, membutuhkan pengorbanan yang tak main-main sulitnya, pihak sekolah ingin membuktikan keseriusan calon siswa dan siswi yang mendaftarkan diri dengan seleksi yang sangat ketat, intinya bukan hanya berbekal dari nilai raport dan dari mana mereka pernah mengenyam pendidikan sebelum lulus.

Soal fasilitas beasiswa, mereka juga sangat selektif dalam memilih calon penerima beasiswa tanpa membeda-bedakan kalangan bawah, menengah, atau atas sedikit pun.

Ya ampun, apakah siswa-siswi itu tak mencoba memikirkan masa depan, minimal jerih payah orang tuanya yang berusaha memasukkan mereka di sini saja? Perih, Misha yang tak ada hubungan merasakan hatinya tercabik-cabik, membayangkan betapa kecewanya para orang tua yang mendengar kabar anaknya yang berada dalam barisan itu—pikirannya melanglang buana ke wajah Marsha dan Reynand yang menaruh harapan tinggi padanya.

Misha adalah anak semata wayang yang tinggal bersama mama dan papa yang menyayanginya sepenuh hati. Gadis itu mengemban tanggung jawab yang besar hingga terkadang hampir tak sanggup menahan gejolak yang dirasakan, tetapi Misha ajek berusaha tak mengeluh apa pun kondisinya.

Misha pun juga ingin mengabulkan impian-impian orang tua yang telah sabar merawatnya dari kecil hingga sekarang ini, tetapi sadar diri masih duduk di bangku SMA yang kalau membeli apa-apa mengandalkan pemasukan uang dari Marsha dan Reynand.

Bukan Misha namanya kalau dirinya tidak tahan banting menjalani takdir hidup yang sudah dibuat sedemikian rupa oleh Yang Maha Kuasa. Selain jadi tukang gombal, gadis manis itu harus bisa menebarkan aura positif ke orang-orang sekitar dengan caranya sendiri, kan?

Tanpa memperhatikan sekeliling, Misha terjungkal ke belakang saat seseorang berjalan menuju ke arah berlawanan. Namun, sialnya lagi, ketika Misha mencoba beranjak kembali—tali sepatunya yang terlepas membuat bokongnya harus mencium lantai dua kali.

"Maafin gue, Sha. Gue nggak liat lo karena gue buru-buru ke ruangan sebelah. Lo nggak apa-apa?" Uluran tangan tertuju kepada Misha yang merintih kesakitan.

"Maaf, apa saya kenal kamu? Soalnya kamu mirip pacar saya selanjutnya."

Boom. Wajah cowok itu seketika merona. Mulut Misha sepertinya terlalu baik untuk menghina spesies cogan yang kesasar, terlebih ada salah satu dari anugerah terindah yang kini sedang berdiri menghadapnya. Muncul tanpa diminta.

Mustahil Misha menolak pertolongan dari cowok cakep, bukan? Yang ada malah merugi, kapan lagi bisa dapat servis gratis begini? Dengan senang hati, dirinya langsung menerima uluran tangan kekar yang halus bagai sutra dari cowok yang menabraknya barusan. "Makasih."

"Sama-sama, betewe nama lo siapa? Gue Gabriel." Cowok blasteran itu tersenyum ramah, mengajak jabat tangan.

"Dari jodoh yang mau memantaskan diri untukmu, Dear." Blush. Wajah Gabriel merah padam dengan tangan yang terangkat ke udara, sedangkan Misha hanya cekikikan.

"Hahaha, ternyata lo Misha? Si Ratu Gombal yang dielu-elukan satu sekolah?" Katakan saja Misha kejam sebab selalu tega mempermainkan hati anak orang dengan mudah, tidak memandang bulu mau itu orang yang mau dikenalnya atau sudah kenal, asal secara visual—mereka harus ganteng di matanya.

Misha adalah cewek yang pada dasarnya sudah bar-bar, tetapi dirinya pintar menjaga lingkaran pergaulannya. Masalah teman, gadis itu bisa menyortir dengan baik.

"Wah, gue seterkenal itu, ya?" Gabriel menganggukkan kepala semangat empat lima membuat Misha tersipu malu.

"Oh, gue sampe lupa kalo lagi buru-buru. Bye, gue duluan." Misha ikut melambaikan mempersilakan. Ukh, gadis itu sudah tidak terkejut jika menemukan namanya terpampang sangat jelas pada surat cinta yang tertempel di mading sekolah—ya, sudah dapat diterka siapa pelakunya.

Sejujurnya Misha tidak tahu mengapa dirinya memiliki banyak penggemar yang tergila-gila padanya. Sampai-sampai membuntutinya ke mana pun gadis itu pergi jika sedang berada di salah satu area sudut SMA Merpati Biru. Menduga cowok-cowok yang menjadi penggemarnya sudah tahap terobsesi. Entah kenapa bikin Misha merinding total, padahal bersekolah baru genap dua minggu menjelma jadi murid di sini. Mengerikan.

"Eh, cewek cantik itu siapa?" Netranya menangkap sosok cewek yang tengah membaca surat-surat cinta penggemarnya yang setiap harinya menumpuk di mading. Hm, kalau tak salah ingat namanya Shilla, gadis cantik yang bangga dengan garis wajah, tak malu menunjukkan lebih sering. Potongan bob asimetris mampu memperlihatkan garis wajah kotak yang identik dengan rahang kuat. Pipi wajah kotaknya yang tinggi pun lebih menonjol. Gaya rambutnya yang bikin Shilla terlihat badass. 

Misha seketika merasa terkesima. Pokoknya harus menjalin pertemanan dengan Shilla. Pertama-tama, dirinya harus mendekat agar perlahan dapat mengobrol usai pura-pura membaca tulisan puitis yang bikin jijik setengah mati. "Hai, gue Misha. Lo lagi baca ini juga?"

Shilla mengangkat kepala, menatap Misha cukup lama. Lantas gadis itu menegakkan badan yang sebelumnya membungkuk. "Yah, seperti yang lo lihat sekarang. Gue Shilla Caroline. Senang bisa bertemu sama objek utama di surat-surat cinta ini."

"I-iya, La. Salam kenal, ya." Shilla menipiskan jarak dan tanpa aba-aba merangkul Misha yang dibuat sport jantung akibat tindakannya.

"Sha, tips dong buat jadi pemes!" Gadis itu mengerling bingung akan sikap yang Shilla pamerkan padanya. Misha merotasikan mata ke atas kiri, seolah menimang-nimang untuk memberitahunya atau tidak usah.

"Sha, gue punya rekomendasi tempat yang harus lo datangin. Lo bertugas mulai hari ini. Remember, Babe."

Tiba-tiba suara merambah masuk ke dalam pikiran gadis bergaya rambut wanita Korea itu dengan potongan segi dengan layer pendek dan tipis membuat rambut terlihat lebih bervolume, jauh dari tampilan rambut lepek. Meskipun modelnya cantik, sayangnya hanya cocok untuk mereka yang berwajah kecil dan oval seperti Misha contohnya.

Misha mengatupkan bibirnya yang semula terbuka. Dewa Asmara melakukan telepati agar lebih melancarkan komunikasi jarak jauh dengan Misha, tujuannya tentu saja kewajiban cupid melaporkan hal-hal yang berkenaan dengan misi.

"Iya, gue tau. Gue, tuh, nggak selupa yang lo pikirin, dah. Apa-apa terus nethink, cobalah kurangin, Dew!" Misha jarang sekali menghubungi Dewa Asmara lewat telepati. Kenapa? Yah, entah kenapa bawaannya malas karena mendengar suara berat yang mengalun menyebalkan di telinga.

"Gue nggak bisa buat ngelakuin apa yang lo suruh, nethink tentang lo yang nggak ada habisnya kayaknya udah mendarah daging sejak lo diresmikan jadi cupid, Babe."

Misha memutar kedua bola matanya malas, jangan harap bisa berdalih di depan atasan, Sha. Beruntung hanya diomeli, bukan ditendang secara tak terhormat seperti kasus cupid senior lain yang terjadi tahun lalu. Astaga, amit-amit jangan sampai berbalik menyerang dirinya!

"Untuk yang ini gue membenarkan. Jarang-jarang, kan, gue setuju sama pendapat dewa abal-abal kayak elo."

"Asem lo, Misha! Lihat aja nanti gue bakalan ngasih lo hukuman yang setimpal sama lidah lo yang ringan itu." Misha hanya terkekeh lirih dan memilih tak acuh, kemudian melirik punggung Shilla dengan ekor matanya yang berseri-seri, keasyikan mengabsen pasien yang sakit datang silih berganti di UKS.

"Udah ngerasa baikan?"

"Iya, Kak. Ini semua berkat resep pemberian Kakak. Makasih banyak, Kak!" Shilla menarik napas, mimik wajahnya terlihat lega mendapati anggukan bahagia adik kelasnya.

"Oh, benarkah? Syukurlah." Misha baru menyadari kalau temannya sudah ganti seragam menjadi pakaian serbaputih, dia ini merupakan anak anggota PMR yang dikenal paham dalam bidang obat-obatan, terutama tanaman herbal. Ibunya pun seorang herbalis.

Duh, paket lengkap pakai banget itu, mah. Misha langsung menepuk bahu Shilla dengan raut yang terpancar riang. "Lo keren banget, La!"

"Keren apanya? Ini cuman sesuatu yang sederhana. Semua orang juga pasti bisa melakukannya," balas Shilla kalem. Misha spontan menggeleng cepat, menyanggah ucapan teman barunya.

"Enggak! Nggak semua orang bisa melakukan sesempurna elo, Shill." Wajah yang memancarkan ketulusan serta rasa empati yang cocok di diri Shilla yang bercita-cita menjadi tenaga medis.

"Gue otw sebutin rekomendasinya di tempat janjian. Buruan, nggak pake lama!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status