Share

Bab 5

"Tidak. Begini saja, kau jadi babysitter," ralat Dareen, teringat bahwa babysitter yang dipekerjakannya telah mengundurkan diri dua hari yang lalu.

"Apa? Jadi babysitter?" Arisha terperangah.

Kuliah sampai sarjana dengan niat agar dapat bekerja sesuai dengan bakat dan minatnya, kenapa tiba-tiba ditawari jadi babysitter?

Dalam mimpi pun Arisha tidak pernah berharap akan menekuni bidang pekerjaan yang membutuhkan kesabaran tingkat tinggi tersebut.

"K–kamu … cuma bercanda, 'kan?"

Dareen menatap lekat wajah resah Arisha. "Apa aku kelihatan sedang bercanda?"

"Tidak sih," jawab Arisha ragu.

Mau tidak mau Arisha harus mengakui bahwa Dareen terlihat sangat serius dengan kata-katanya.

"Kuberi kamu waktu untuk memikirkannya sampai makan malam nanti," tegas Dareen. "Kalau kamu menerima tawaranku, bukan hanya tempat tinggal dan makanmu yang gratis di sini, kamu juga akan menerima gaji. Bahkan, jauh lebih tinggi dari karyawan biasa yang bekerja di perusahaan."

"Kalau aku … tidak mau?"

"Silakan angkat kaki dari sini! Rumahku bukan panti sosial, yang bersedia menampung sembarang orang."

Hati Arisha kecut mendengar ultimatum dari Dareen. Lelaki itu telah berlalu meninggalkan kamarnya.

Haruskah ia menerima tawaran dari lelaki asing yang telah menolongnya itu?

Seumur hidup dia belum pernah mengasuh anak kecil. Dia tidak punya adik. Bahkan, semenjak orangtuanya meninggal dunia, dia hidup bersama tantenya yang merupakan janda tanpa anak.

"Ya Tuhan, aku meninggalkan tante tanpa pesan," bisik Arisha, merasa bersalah lantaran kabur begitu saja.

Tantenya pasti kalang kabut mencari keberadaannya.

Buru-buru Arisha mencari ponselnya. Dia harus menghubungi tantenya sebelum wanita itu melapor ke polisi dan menyebar berita di dunia maya tentang dirinya, yang menghilang tanpa jejak.

Namun, ketika dia sadar bahwa sang tante telah mengusir dirinya, Arisha menyimpan kembali ponselnya. Tidak mungkin seseorang yang menginginkan kepergiannya mencemaskan dirinya.

Setidaknya ia merasa lega sekarang, karena telah berhasil selamat dari kebusukan Hanna dan memiliki tempat bernaung, walau hanya untuk sementara.

Brak!

"Nggak mau! Nggak mau! Daddy! Daddy!"

Suara barang dibanting serta jeritan seorang bocah perempuan mengusik ketenangan Arisha, yang tenggelam dalam pemikirannya tentang tawaran Dareen.

Perlahan Arisha beranjak turun dari ranjang sambil menajamkan telinga, menyimak lengkingan kemarahan dari seorang bocah yang lagi tantrum.

Arisha berjalan mengendap-endap keluar dari kamar, mengikuti suara berisik, yang diselingi raungan tangis.

"Non, sudah dong nangisnya," bujuk seorang wanita dewasa. "Non sarapan ya, bibi suapi."

Arisha mengenali suara itu. Ya, tidak salah lagi. Itu adalah suara wanita paruh baya yang mengantarkan makanan untuknya ke kamar.

"Nggak mau! Bibi Nah, Silla mau sama daddy!"

"Iya. Nanti Bibi Minah antar Non ketemu daddy ya, tapi … Non makan dulu …."

"Huuu … daddy … Silla mau daddy … huhuuu …."

Arisha merasa terenyuh mendengar isak tangis bocah bernama Silla itu. Naluri keibuannya seketika muncul. Menuntun jemarinya, bergerak untuk mendorong pelan daun pintu kamar bocah itu.

Bibi Minah dan Silla serentak menoleh ke pintu.

Arisha tersenyum. "Hai, Cantik! Boleh kakak masuk?" tanyanya, di sela degup jantungnya yang tak keruan. Menyadari kenekatannya untuk mendekati gadis kecil itu.

"Wah, lampunya keren ya?" imbuh Arisha, melempar pandang pada lampu kristal berukuran kecil yang menggantung pada langit-langit kamar.

Silla mendongak. Isak tangisnya seketika reda.

Tak sia-sia Arisha membaca artikel yang pernah melintas di beranda media sosialnya, tentang salah satu cara mengatasi anak menangis.

Filosofi seseorang yang sedang bersedih cenderung menunduk, maka untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan hal yang berlawanan.

Bi Minah tersenyum samar menyadari efek positif dari keberadaan gadis asing yang dibawa pulang oleh tuannya.

"Kelihatannya, makanannya enak nih," komentar Arisha yang telah mendekat pada Silla dan Bi Minah. "Boleh kakak cicip? Kakak juga lapar."

Arisha mengusap perutnya sembari menjilat bibir, seolah-olah dia sungguh tergoda dengan makanan yang ada di depan matanya.

Silla yang terpesona dengan kecantikan dan keramahan Arisha mengangguk ringan.

Arisha mengerling kepada Bi Minah. Wanita paruh baya itu lantas menyerahkan piring berisi nasi goreng di tangannya kepada Arisha.

"Putri kecil, apakah Tuan Putri mau makan bersamaku?" rayu Arisha. "Aku kesepian. Rasanya tidak enak sekali kalau makan sendirian."

Arisha berusaha membujuk Silla dengan suara yang sengaja dibuat memelas dan tatapan mengiba.

Silla masih bergeming.

"Oh, ayolah, Tuan Putri … dikiiit aja. Mau ya?"

Arisha menyendok nasi goreng, kemudian mengangkatnya ke udara bak sebuah pesawat yang sedang melakukan atraksi udara.

"Pesawat mau mendarat. Ayo siapkan landasan! Buka mulutnya, Tuan Putri!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status