Max hanya memandangi Ivory dari kejauhan. Ia tak berani mendekati gadis yang masih tergolek lemah itu. Sudah berapa hari sejak serigala liat itu menyerangnya, hingga kini tubuh Ivory tampak makin lemah. Max merasakan ada yang berbeda dari gadis itu. Namun, ia tidak bisa menemukan apa pun. Otaknya tak bisa diajak berpikir untuk saat ini, hanya terus pikirkan siasat Linea yang pasti akan sangat berbahaya bagi Ivory. Max harus menemukan dengan segera apa yang dilakukan Linea agar bisa mencegah wanita itu menyakiti jodohnya. “Kau sudah pulang? Bagaimana dengan wanita itu? Apakah sudah berhasil kau atasi?” tanya Mirielle sembari mengintip pada preparat melalui mikroskop di hadapannya. Ia benar-benar mirip seorang ilmuwan. Sayangnya, Mirielle tidak mengambil kuliah jurusan ilmu pengetahuan, melainkan seni. Max menghempaskan tubuh di atas ranjang Mirielle dan melipat kakinya. Ia memerhatikan sang adik yang masih sibuk dengan eksperimen dan obat-obatan buatannya. “Aku tidak tahu lagi bag
Max tak bisa diam. Ia harus memastikan siapa yang berada di danau bersamanya dan siapa yang tengah tak sadarkan diri di ruangannya. Manakah dari keduanya yang merupakan Ivory yang asli? Ia berkali-kali hanya mondar-mandir sembari meremas rambutnya karena frustasi. Ia tidak mengerti mengapa segala yang terjadi begitu janggal dan tak pernah ia bayangkan akan terjadi padanya. Max beberapa kali bertanya-tanya pada diri sendiri, bahkan Mirielle. Namun, tak juga ia dapatkan jawaban. “Elle, katakan padaku apa yang kau lihat? Apa kata firasatmu, Elle?” desak Max yang mulai tak sabar karena kejanggalan yang terjadi di kehidupannya beberapa waktu terakhir. Ia tak bisa pastikan sejak kapan. Bisa jadi sejak lama, tetapi ia baru menyadari sekarang karena bahkan baru beberapa waktu ia benar-benar mengerti dan memahami siapa dirinya. Max baru saja menerima kenyataan aneh bahwa dirinya bukanlah manusia biasa melainkan berasal dari ras serigala. Dan Ivory ... apakah gadis itu memiliki kekuatan se
Max tengah menghadiri rapat dengan para dewan direksi, salah satunya adalah sang ayah, William Reynz. Max masih punya masalah dengan William yang harus ia selesaikan. Setidaknya, William membantu agar Linea bersedia pergi dan pindah ke divisi lain karena Max sudah kehabisan akal untuk mengusir wanita itu. Saat rapat selesai, Max mengekor langkah William menuju ke ruangannya. Pria itu tahu bahwa putranya kini tengah dilanda kecemasan. Banyak hal telah terjadi akhir-akhir ini dan William tak tahu bagaimana cara menghadapinya. Ivory masih bertingkah aneh, terlebih jika malam tiba. Gadis itu mendatanginya ke kamar atau ke mana pun Max pergi. Ivory seolah tak cukup dengan apa yang sudah mereka lakukan sebelumnya dan berharap Max akan kembali membawanya ke puncak kenikmatan seperti sebelumnya. Rasanya tak mungkin kalau Ivory tengah dilanda kasmaran. Karena pada siang hari, ia berubah menjadi Ivory yang Max kenal. Ivory yang ketus saat bicara dengannya dan Max pun tak pedulikan itu. Ia
“Elle, lakukan sesuatu! Mengapa Ivy tidak bisa masuk?” Max mulai cemas karena sejak tadi Ivory berada di luar, sementara dirinya terlanjur masuk ke dalam kubah dan Mirielle tengah mengusahakan untuk membawa Ivory turut serta bersama mereka. Namun, usahanya belum membawa hasil, karena kekuatannya tak mungkin berbohong. Ia menduga ada sesuatu yang terjadi hingga Ivory tidak bisa menembus kubah pelindung yang ia buat. Mirielle melangkah pergi meninggalkan Ivory yang masih berada di luar, tak tahu apa yang terjadi hingga Mirielle bersikap seolah tak peduli padanya yang mungkin sedang dalam bahaya. Namun, Max tidak bisa diam saja. Ia mengejar langkah Mirielle hingga ke dalam rumah dan mencekal lengan saudara kembarnya itu. “Elle, apa yang kau lakukan? Ivy masih berada di luar dan akan sangat berbahaya baginya kalau anak buah Benjamin sampai menemukannya, apakah kau tahu itu?” sergahnya. Namun, Mirielle tampak tak peduli. Bukan tak peduli. Sesungguhnya Mirielle tengah berpikir dengan l
Max tentu saja tak bisa menolak kala Amethyst memberinya penawaran yang sama sekali tidak menguntungkan baginya. Ia juga tak mengerti mengapa ia begitu bersikeras menginginkan Ivory? Apakah karena gadis itu yang sudah bercinta dengannya? Tidak juga. Max adalah pria casanova yang sudah merasakan itu dari banyak wanita. Dan ia bertobat saat bersama dengan Linea. Mungkin bisa dikatakan kalau Linea-lah wanita paling sial di dunia karena belum pernah merasakan bercinta dengan Max. Max masuk ke kantornya dengan langkah gontai. Dan saat Linea menyambutnya, suasana hatinya makin tak karuan. Wanita iti tidak kapok juga meski Max sudah mengusirnya bahkan dengan kasar. “Kenapa kau masih di sini?” tanya Max kemudian mengurut keningnya yang berdenyut. Ia tak mengerti, apa lagi masalah yang harus ia hadapi? Tak cukupkah hanya satu perempuan saja yang membuat kehidupannya jadi makin rumit? Ia tidak mau yang lainnya lagi. “Max ... mengapa kau masih kasar padaku? Aku hanya merindukanmu dan ingin
Ivory terbangun dengan rasa perih di beberapa bagian tubuhnya. Max menggila, seolah ia memang sangat menginginkan Ivory. Itu semua memang benar. Max memang menginginkan Ivory untuk dirinya, jiwa dan raga. Namun, apa yang pria itu lakukan semalam sungguh sangat mengerikan. Apakah semua serigala akan melakukan persetubuhan sebrutal itu jika ia dalam masa heat? Ataukah hanya Max, karena pria itu sungguh terlalu menginginkan Ivory dan tak ingin melepaskan gadis itu? Tak hanya sekali, beberapa kali dan hampir setiap malam Max akan mendatangi gadis itu, lantas bercinta dengannya dan entah apakah Ivory pantas menyebut aktivitas mereka itu dengan kata ‘bercinta’, karena sepertinya tak ada cinta di dalamnya. Max seperti hanya ingin meluapkan nafsunya pada Ivory dan sesekali itu juga yang Ivory rasakan. Anggap saja mereka berdua impas. Namun, tetap saja, setiap kali memikirkannya, dada Ivory terasa sakit. Dan ini entah malam ke berapa, Max kembali datang menemuinya. Wajah Ivory sudah memuc
“Maafkan aku, Ivy. Aku—“ “Hey, Max ... tak apa. Aku tahu kau bukanlah dirimu entah sejak kapan. Yang aku ingat dan tidak akan pernah kulupakan, kau sangat lembut memperlakukanku ketika pertama kali kita melakukannya. Apakah kau ingat? Dan beberapa waktu terakhir ... tiga kali dalam sehari, Max, seriously?!” Ivory tergelak ringan, hanya agar Max tidak terbebani dengan rasa bersalahnya. Namun, tak mungkin kalau Ivory tidak merasakan trauma dan beban yang sama atas perlakuan Max. Max meraih Ivory ke dalam pelukannya dan menyembunyikan wajah di ceruk leher Ivory, mengendus aroma tubuh dan parfum yang khas milik gadis itu. “Jadi apakah kita akan masuk sekarang?” tanya Ivory yang dijawab anggukan ragu oleh Max. “Tenang saja, Max. Dokter Alister tidak menggigit.” Ivory tersenyum kemudian turun dari mobil dan menanti Max untuk ikuti langkahnya. Keduanya melangkah masuk ke dalam bangunan itu dan Ivory membantu Max mendaftarkan diri di bagian administrasi. Mereka kemudian melanjutkan langk
Ivory dan Max terdiam selama dalam perjalanan. Ada banyak hal yang memenuhi kepala mereka masing-masing mengenai apa yang baru saja mereka alami. Max yang menyaksikan sendiri bagaimana Ivory di hadapan dokter Alister kini jadi tak tenang karena dibakar cemburu. Sementara Ivory, ke sekian kali bertemu dengan Seth, pria yang telah berhasil mengubah hidupnya menjadi lebih baik, dan harus menerima pernyataan yang sama sekali tidak ia harapkan. Apakah Seth berpikir dengan ia meminta Ivory untuk tetap bersamanya lantas akan membuat Ivory kembali menoleh ke belakang? Lalu sakit lagi karena tahu kenyataannya bahwa Seth hanya menginginkan Ivory untuk tidak dimiliki orang lain, sementara dirinya sendiri justru telah dimiliki. Wanita itu sangat beruntung, menurut Ivory, karena berhasil menawan hati Seth yang memang selalu bersikap baik terhadap semua wanita. Ia hanya tak menyangka kalau cerita antara dirinya dan Seth yang bahkan tak pernah terjalin, pada akhirnya justru makin rumit seperti be