Share

My Actor
My Actor
Author: Hanina Zhafira

Part 1 : Akhiri Saja Hubungan Kita!

MY ACTOR

“Bersikaplah profesional, jangan mencampuradukkan urusan personal dengan pekerjaan!” Razka memberi penekanan pada kalimatnya itu. Sorot mata elangnya tertuju lurus pada Alana, manejer sekaligus kekasihnya.

Gadis berambut lurus yang menjadi lawan bicaranya itu pun membalas dengan tatapan yang tak kalah tajam.

“Ini urusan pekerjaan, nggak ada kaitannya sama hubungan kita!” Alana yang biasanya senantiasa menanggapi masalah dengan kepala dingin, kali ini juga meninggikan suaranya. “Ini bukan kali pertamanya klien komplain karena keterlambatan kamu. Dalam sebulan ini sudah ada empat komplain!”

“Itu kamunya aja yang nggak bisa handle jadwal dengan benar,” sanggah lelaki berhidung mancung itu tanpa mengalihkan pandangan dari gadis yang berjarak beberapa langkah di hadapannya itu.

“Schedule udah fix dari jauh-jauh hari sebelumnya. Kamu aja yang nggak disiplin,” balas Alana tak terima disalahkan. Ia pun mengeluarkan uneg-uneg yang sudah lama terpendam. “Kamu terlalu banyak menghadiri acara-acara di luar pekerjaan. Yang bisa dibilang acara nggak penting. Kamu seharusnya fokus pada kontrak-kontrak yang sudah kita tanda tangani!”

“Nggak penting gimana? Semua yang kulakukan demi kelangsungan karirku. Apa karena aku nemenin Reana semalam? Kamu cemburu?” desak Razka.

Alana berdecak kesal. Ia mendekat beberapa langkah untuk mengurangi jarak antara dia dan lelaki yang sudah setahun lebih menjalin kasih dengannya.

“Aku nggak cemburu tapi kesal! Ngurusin semua keperluan kamu aja udah bikin pusing, tambah lagi diomelin bahkan dimaki-maki sama klien yang kecewa sama cara kerja kamu. Kamu pikir enak apa jadi aku?”

“Oke, kalau memang kamu sudah tidak enjoy lagi dengan semua ini, nggak usah dilanjutkan lagi!”

“Maksud kamu?”

“Mungkin pekerjaan ini sudah tidak cocok lagi untuk kamu. Kamu bisa break kapan aja kok.”

“Gila, kamu! Aku tertatih dari nol untuk bisa seperti sekarang ini, seenaknya kamu bilang aku nggak cocok. Aku pontang-panting sana-sini untuk bisa mendapatkan kontrak buat kamu, dan sekarang kamu bilang aku nggak profesional?”

“Kamu terlalu drama, lebay, dan banyak aturan!”

“Aku sudah menjalankan sesuai porsi aku, justru kamu yang---”

“Sudahlah, capek berdebat sama kamu. Sepertinya kita sudah tidak ada kecocokan lagi. Lebih baik kita akhiri saja.”

“Akhiri?” Alana  menatap penuh selidik pada lelaki berkulit putih itu. Wajah gadis itu menggambarkan keterkejutan. “Maksud kamu apa?”

“Aku sudah tidak nyaman dimanejeri sama kamu. Aku mau manejemen aku dihandle pihak lain saja.”

“Apa? manajemen? Ya, nggak bisa begitu, dong! Kita sudah terikat kontrak dengan banyak pihak dalam jangka waktu yang panjang bahkan sampai dua tahun ke depan. Mana bisa seenaknya kamu mau berpindah manejemen.”

“Kenapa nggak bisa? Tinggal dibicarakan aja, kan? Yang penting ada kesepakatan.”

“Kamu nggak mikir ya, bagaimana usaha aku, perjuangan aku untuk bisa mendapatkan kepercayaan dari para klien hingga bisa mendapatkan banyak job buat kamu? Lalu, sekarang kamu segampang itu bilang mau berganti manejement? Kamu sendiri tahu kan, apa arti pekerjaan ini buat aku?”

Razka melempar pandangan ke luar. Lewat jendela kaca ia bisa melihat suasana taman yang tidak jauh dari ruangan yang mereka tempati. Beberapa orang tengah sibuk membongkar peralatan yang baru saja digunakan untuk keperluan syuting sebuah iklan yang dibintangi Razka. Syuting itu seharusnya dimulai sejak pagi dan selesai ketika siang, tetapi Razka baru datang pukul sebelas siang sehingga baru selesai di saat sore.

Razka terlambat datang karena bangun kesiangan. Semalam, ia menemani Reana --artis pendatang baru yang juga akan menjadi lawan mainnya di sebuah film-- ke pesta di sebuah club malam. Beberapa saat yang lalu, Reana kembali meminta Razka untuk menemaninya ke sebuah acara yang digelar malam ini. Gadis itu beralibi untuk membangun chemistry di antara mereka. Karena sudah beberapa kali terjadi, Alana pun meradang. Dengan tegas ia melarang Razka menemani Reana. 

“Kamu kan udah punya nama, kamu tinggal nyari artis baru untuk diorbitkan atau artis-artis pendatang baru juga menjamur.”

“Kamu pikir semudah itu? Segampang kamu berbicara?”

“Ya sudah, kalau kamu tetap ingin bertahan menjadi manejer aku, berarti hubungan cinta kita yang harus diakhiri. Aku rasa kita sudah tidak bisa menjalankan peran ganda ini, Alana. Aku capek!” Lelaki itu pun berlalu begitu saja. Meninggalkan  Alana yang tampak belum bisa mengendalikan keterkejutannya.

Sorot mata Alana mengikuti pergerakan Razka yang meninggalkan ruangan yang difungsikan khusus sebagai tempat istirahat artis pemeran utama. Dari balik jendela, Alana dapat melihat jelas seorang gadis berpostur tinggi rampit dengan semringah menyongsong Razka. Gadis itu segera menggamit lengan kokoh sang aktor begitu mereka berdekatan.

Alana mengembuskan napas kasar. Banyak rasa yang bergejolak di dadanya, banyak tanya yang berkeliaran di benaknya.

"Salahku di mana? Jika sebagai manejer aku tidak berhak membatasinya apakah sebagai pacar aku juga tidak boleh melarangnya terlalu dekat dengan perempuan lain?"

Alana mendudukan tubuhnya ke sofa abu-abu yang menjadi saksi bisu perdebatannya dengan sang kekasih. Beberapa kali ia menyugar rambut dengan kasar sehingga mahkota hitam berkilau itu menjadi acak-acakan.

Menjadi pacar sekaligus manajer ternyata tidak membuat mereka bersinergi dengan baik. Alih-alih semakin meningkatkan kinerja dan kehangatan hubungan, yang ada malah konflik yang silih berganti.

Biasanya Alana selalu berusaha mengalah supaya tidak mengganggu fokus Razka dalam bekerja. Namun, lama-kelamaan Razka malah semakin melunjak. 

Mengakhiri hubungan, belakangan ini selalu saja menjadi kata pamungkas yang dilontarkan Razka di setiap terjadi kesalahpahaman. Dua kata itu menjelma menjadi sakti sehingga mampu membungkam Alana seketika.

“Kenapa mencintai tidak berbuah bahagia? Malah menyiksa jiwa. Apakah aku salah telah mencintainya dengan segenap rasa yang kupunya?” Alana bergumam lirih. Berkali-kali ia memejamkan mata, mencegah agar tak ada tetesan yang menyelinap keluar. Ia mencoba menikmati hati yang sedang teriris. Perih! 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status