Share

Part 2 : Kata-kata yang sama (lagi)

My Actor

Gadis berambut lurus tergerai duduk dengan pandangan menerawang. Sementara tangan kanannya memutar-mutar sedotan pada gelas yang berisi minuman berwarna oranye. Kata-kata yang ia dengar beberapa saat yang lalu masih terngiang-ngiang di telinga.

“Kami harap artis anda bisa profesional dalam bekerja. Kalau bukan karena sudah terlanjur dikontrak, kami tidak mau bekerja sama dengannya. Dia tidak menghargai tim kami yang sudah standby dari pagi,” omel lelaki tinggi berkaca mata, setelah itu dia pergi dengan muka masam.

Baru beberapa langkah berjalan, ia berbalik arah dan kembali menghampiri Alana.

“Kalau kamu tidak ingin kehilangan kepercayaan dari agency ataupun PH-PH, sebaiknya jangan pakai artis itu lagi,” ujar lelaki itu kemudian Ia kembali meninggalkan Alana yang hanya bisa terdiam.

“Mana Pak Jodi? Belum datang?”

Dengan santainya Razka langsung duduk berhadapan dengan Alana, di kursi yang  tadinya diduduki Pak Jodi.

“Udah pulang!” ketus Alana.

“Pulang?” Razka mengernyit.

“Kamu bisa lihat jam nggak, sih? Janjinya pukul berapa dan sekarang pukul berapa?”

“Ya sudah. Kalau dia sudah pulang kita ngapain lagi di sini?” Razka segera bangkit hendak melangkah pergi.

“Pak Jodi tidak mau memperpanjang kontrak,” ucap Alana datar.

“Ya, sudah. Baguslah. Kita bisa kerja sama dengan pihak lain. Lagi pula masih ada kontrak yang lain, kan?” balas Razka enteng.

“Bagus dari mananya? Pak Jodi adalah pintu masuk kita untuk bisa dapat job yang berkelas!”

Kali ini Alana agak meninggikan suara. Suasana restoran yang belum terlalu ramai pengunjung membuat keberadaan keduanya menarik perhatian. Beberapa pasang mata sempat melirik ke arah mereka.

“Malas berdebat sama kamu, apalagi di tempat umum begini. Jangan dibiasakan!”

Tanpa basa-basi lagi, Razka segera melangkah pergi. Alana tak mau kalah, ia pun dengan sigap mengekori Razka yang berjalan tergesa. Dengan setengah berlari, Alana berhasil menyejajarkan langkah dengan Razka.

“Kita perlu bicara serius,” ungkap Alana saat mereka telah tiba di parkiran.

“Aku buru-buru.”

“Buru-buru ke mana? Schedule kamu kosong kok hari ini. Nggak ada jadwal syuting, nggak ada janji ketemuan dengan siapa pun,” cecar Alana.

“Tidak semua yang aku lakukan harus ada dalam schedule yang kamu susun.”

“Kamu mau pergi sama artis baru itu lagi?”

“Bukan urusan kamu!”

“Razka, selama kamu masih menjadi artis di bawah naungan aku, semua yang kamu lakukan adalah urusanku! Dan kamu juga tidak lupa, kan kalau aku ini pacar kamu? Aku berhak tahu kamu pergi dengan siapa dan mau apa?”

“Kamu nyadar nggak, kamu terlalu posesif! Padahal kamu tahu sendiri bagaimana lingkungan kerja aku, kan? Kamu bukan orang awam di dunia entertain?” Razka berdecak kesal.

“Tapi kamu udah sangat kelewatan, Razka! Kamu lalai dengan pekerjaan dan kamu sudah tidak menganggap keberadaan aku lagi! Apa salah kalau aku protes?” Napas Alana memburu, ia sudah tidak bisa lagi mengontrol emosi.

“Terserah kamulah!” Razka kembali hendak melangkah. Namun, dengan cepat Alana menahan dengan memegang lengannya.

“Sampai kapan kita akan begini?” tanya Alana pelan. Ia menatap Razka dalam-dalam.

“Kalau kamu capek, kita akhiri saja sekarang.” Razka menepiskan tangan Alana. Seperti tanpa beban, ia melanjutkan langkah.

Mata Alana membulat, nanar menatap punggung Razka yang kian menjauh. Napasnya seakan terhenti di saat itu. Padahal bukan untuk pertama kalinya kata-kata berakhir terlontar dari lelaki bermata tajam itu. Bahkan Alana sudah akrab dengan kata-kata tersebut beberapa minggu belakangan ini. Namun, entah kenapa kali ini terasa berbeda. Menyisakan rasa nyeri luar biasa di dada. Sungguh, sangat terasa. Apalagi, ia mengucapkan tatkala mata mereka tepat beradu pandang.

Sesaat kemudian, Alana mencoba menormalkan pernapasan dan berusaha menetralkan suasana hatinya. Ia mengumpulkan keyakinan di hati bahwa Razka hanya ingin menguji kedalaman cintanya yang seharusnya tidak perlu diragukan lagi. Alana mencintai Razka begitu dalam dan sepenuh jiwa. Gadis itu bertekad untuk mempertahankan hubungannya dengan sang aktor hingga meraih bahagia yang diidam-idamkannya.

Baru saja Alana hendak meneriakkan nama Razka, tetapi lelaki itu terlebih dahulu memutar badan dan pandangannya tertuju pada Alana. Dengan ekspresi datar dan sedikit berteriak dia berkata, “Untuk beberapa waktu ini, jangan hubungi apalagi temui aku. Kalau ada hal yang berkaitan dengan pekerjaan, lewat Theo saja.”

Lagi-lagi Alana dibuat terperangah. Hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Razka tidak pernah bisa berlama-lama tanpa dirinya. Razka sangat tergantung padanya dalam segala urusan.

“Tidak, ini tidak akan menjadi lebih buruk. Semua akan kembali baik-baik saja. Besok, ketika ia terbangun di pagi hari, ia akan mengambil telepon genggamnya dan menanyakan keberadaanku jika aku belum sampai ke rumahnya.” Alana bermonolog menyakinkan dirinya sendiri walaupun ia ragu atas keyakinan itu.

"Razka kamu tidak akan bisa jauh dari aku."

Alana mengambil napas panjang lalu diembuskannya pelan-pelan. Ia berusaha mendapatkan kembali energi positif.

Memang baru setahun lebih mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Sebelumnya mereka hanyalah sebagai artis dan manejer.

Setelah dua tahun selalu bersama dan merasa saling cocok akhirnya mereka sepakat untuk berpacaran. Namun sayangnya, justru setelah resmi berpacaran hubungan mereka malah lebih banyak dihiasi konflik. Alana merasa Alvarendra Arrazka, aktor muda yang sedang naik daun itu, yang sangat dielu-elukan oleh para fans mulai banyak berubah.

Sosok santun, lembut, pekerja keras dan selalu menghargai orang lain tak lagi ditemukan Alana pada diri Razka. Lelaki itu mulai terbawa arus gaya hidup para selebritas yang hedonis dan banyak hura-hura.

Sebagai orang yang mendampingi Razka dari awal merintis karir tentu Alana tidak membiarkan hal itu terjadi. Ia telah bersusah payah membesarkan nama artisnya. Berjuangan sekuat tenaga mendapatkan kontrak-kontrak bernilai tinggi. Dari yang tidak dilirik samasekali hingga menjelma menjadi aktor dengan nilai kontrak tiap episode mencapai puluhan juta rupiah. Ratusan juta dihasilkan Razka tiap bulannya. Alana yang memperjuangkan itu semua dari nol.

Sekarang, dengan mudahnya Razka bilang ingin berganti manejement dan juga mengakhiri kisah cinta mereka.

"Itu tidak akan terjadi, Razka! Kamu tanpa aku bukan apa-apa."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status