“So, kita makan lagi atau kamu mau istirahat dulu,” ucap Taka sambil meraih wanita itu ke dalam pelukannya.
“Aku lapar lagi, makan dulu yu sebelum perutku bernyanyi panjang,” ucap wanita bernama Wisang itu kepada Taka dengan manjanya.
“Okay, just of to you, honey,” bisik Taka sangat lembut.
“Mulai deh, gombal,” ucap Wisang sambil mencubit kecil pinggang pria tersebut.
Mereka kemudian berjalan ke arah restoran yang berada tidak jauh dari hotel tersebut. Dengan menggunakan sebuah koridor penghubung, mereka bisa mengakses restoran berkelas itu dengan sangat mudah.
Pilihan Wisang pun berakhir pada sebuah restoran Sunda yang menyuguhkan berbagai suguhan khas bumi Parahyangan ini.
“Aku suka nasi liwet komplitnya, bagaimana?” ucap Wisang kepada Taka meminta persetujuan pria tersebut.
“Terserah, aku ikut saja,” jawab Taka seperti biasa.
“Ah, dan dua porsi sundae ice cream untuk penutupnya ya,” ucap Wisang dengan tanpa segan memesankan menu makan siang mereka kali ini.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, keduanya kemudian saling bertukar kabar.
“Bagaimana kabarmu?” ucap Taka sambil menggenggam erat tangan kiri Wisang.
“Seperti yang terlihat, begini saja,” jawab Wisang dengan irisan perih yang mendadak menusuk relung hatinya mengingat sang suami yang hingga saat ini masih asyik dengan kehidupannya sendiri dan terus mengabaikannya.
Taka menatap jauh ke dalam mata indah Wisang. Apa yang kurang dari wanita ini sebenarnya? Hidung mancung kecil yang mempesona. Kulit sawo matang khas wanita Jawa yang memang eksotik. Bibir tipis berwarna pink yang bisa dibilang menggoda. Hasilnya, tidak ada yang kurang dari pengamatan singkat Taka. Wanita di depannya ini cantik luar dan dalam.
"Terima kasih sudah membantuku dan Genta."
"Genta, iya. Tapi, kamu? Perasaan aku ga bantu apa pun deh? " tanya Wisang sambil memakan potongan buah yang tersedia di meja mereka.
"Ada lah, " balas Taka sambil menatap tajam ke arah Wisang. Entahlah, Taka menyukai berlama-lama melihat wajah Wisang sekarang ini. Sejak mengetahui ada yang tidak beres dengan pernikahannya Dimas, membuat Taka memperhatikan Wisang. Lebih jauhnya menyelidiki.
Sekali lagi hasilnya nihil. Wisang adalah wanita baik-baik dan dari keluarga baik-baik juga. Lalu alasan apa lagi yang dimiliki Dimas? Dan wanita yang dia dengar, Taka sangat yakin itu wanita lain.
"Apa? " tanya Wisang penasaran.
"Tanpa kamu tahu. Kehadiranmu saja di rumahku yang sepi sudah merubah atmosfer orang yang tinggal di dalamnya. "
"Uhhh… manis sekali. Biasanya kalo manis begini ada udang di balik batu! " Wisang mencoba tidak terpengaruh dengan perkataan Taka. Baginya lelaki sama saja. Pada akhirnya seperti Dimas.
Taka seakan tahu arti dari ekspresi Wisang, dia langsung memegang tangan Wisang yang tampak kecil di tangannya yang lebar. Agar Wisang tahu, dia berbeda.
"Kecil sekali tanganmu, Wisang? "
"Terus aku harus balik ke perut emak gitu? Tanyain kenapa bikin tanganku kecil begini? " ujar Wisang sehingga membuatku tergelak.
"Maksud aku… tangan kecil ini tampak pantas di tanganku."
Deg…
Desiran itu menghantam Wisang kembali. Apa yang dikatakan Taka sebenarnya membuatnya jatuh pada kumpulan bunga yang harum dan tidak ingin bangkit.
"Kenapa Taka? Kamu bisa dapatin wanita lain yang lebih dari aku. Aku cuma tutor dan aku istri sahabatmu. "
"Aku tidak mau mencampuri urusanmu dengan Dimas. Aku hanya menyukaimu."
"Tapi kenapa? Alasannya? Menyukai seseorang butuh alasan. Dan di umur kita yang bisa dibilang tidak muda ini kurasa kejujuran lebih penting, kan?”
"Karena itu… karena kita dua orang dewasa yang sebenarnya tidak perlu repot untuk menyukai seseorang yang memang layak untuk di sukai."
Jawaban Taka yang pelan dan menusuk itu seperti pedang yang terhunus tajam ke dalam hati Wisang.
Dia memikirkan … banyak sekali … sampai dia bingung sendiri mau memilih apa sebagai jawaban untuk Taka.
Taka menyentil dahi Wisang dan berkata, "ga usah banyak mikir. Nanti cepet tua! " Seakan tahu apa dipikirkan wanita itu.
Setelah makan mereka selesai, Taka memutuskan mengajak Wisang bermain ke tempat yang lebih tenang.
"Kita mau kemana? " tanya Wisang sambil menatap jalanan yang dipenuhi pohon jati yang menjulang tinggi.
"Adalah… healing. Aku butuh itu. "
Wisang menatap Taka yang sedang menatap lurus ke depan.
"Jangan lama-lama ngeliatin. Nanti jatuh cinta. "
Sontak wajah Wisang memerah, dia tidak mau berpikir apa pun. Nyatanya dia dan Taka adalah teman.
'Teman… ya teman… ' batin Wisang.
Rupanya Taka mengajak Wisang ke spot yang tersembunyi dan sedikit saja yang tahu. Taka suka ke sini, jika sedang suntuk dengan pekerjaannya yang menumpuk.
Mereka turun dan Wisang mengikuti jalan setapak yang Taka tunjukan.
"Mana tanganmu? "
Karena Wisang bingung dan terpaku, membuat Taka tak sabar dan langsung menyambar tangan mungil itu untuk dia genggam.
"Licin di sini. Nanti kamu jatuh. "
Mendengar hal itu membuat Wisang tersenyum. Di balik sosok yang kadang tidak bisa Wisang tebak keadaan hatinya itu tersimpan sosok lelaki yang penuh perhatian dan luar biasa menggoda.
Jangan tanya sudah berapa kali Wisang memfantasikan Taka dalam keadaan Topless. Pikiran gila itu datang begitu saja dan dia mengutuk dirinya sendiri karena tampak sangat mudah menjadi wanita.
Sesampainya di tempat yang dituju.
Langkah keduanya terhenti pada sebuah batuan besar di antara deretan hutan jati yang menjulang dan juga sebuah sungai dangkal yang mengalirkan airnya dengan sangat tenang. Gemerincik air ditambah kicauan burung yang bersahutan, menjadi suara alam yang ikut mewakili lantunan syahdu jiwa keduanya yang kini mulai terhempas dalam sebuah gejolak.
Wisang, pasrah menikmati sentuhan hangat Taka yang kini tak hanya menggenggam tangannya saja.
Pria itu, merengkuhnya dalam pelukan yang sukses memberikan rasa nyaman untuk Wisang.
Duduk di atas batuan besar yang dikelilingi rindangnya perdu berbunga biru dan dinaungi teduhnya dedaunan jati yang merimbun ke arahnya, membuat keduanya merasa relaks dan semakin nyaman.
“Apa kau suka?” tanya Taka sambil mengeratkan rangkulannya. Membawa tubuh Wisang semakin dekat ke dalam dirinya.
Hati Wisang mendesir hebat, mengalirkan gairah yang aneh dan sulit dihentikannya.
“Maaf, tapi ini pertama kalinya,” ucap Wisang sambil menghirup dalam-dalam aroma tubuh Taka yang terasa seperti candu baginya.
Keduanya terdiam, menikmati getaran hebat yang terus mengalir di dalam urat nadinya. Taka yang lama sendirian setelah kematian sang istri, untuk pertama kalinya berada sedekat ini dengan seorang perempuan yang diam-diam menjadi pengisi tahta hatinya ini.
Sebanding lurus dengan Taka, Wisang yang belum pernah berdekatan seintens ini dengan seorang lelaki menjadi salah tingkah dan sangat gugup karenanya.
Wanita ini merasa nafasnya kian tak beraturan, seolah ada yang menyekat rongga nafasnya dan membuatnya sangat sulit bernafas.
“Kau gugup?” ucap Taka sambil menengadahkan wajah Wisang dengan tangannya.
“Aku,” ucap Wisang dengan wajah kemerahannya menatap Taka yang kini menatap teduh kepadanya.
Aliran hebat membuat keduanya semakin tersengat gairah yang begitu cepat meruntuhkan pertahanan iman keduanya.
“Wisang, kau … sangat manis,” ucap Taka sambil mendekatkan wajahnya kepada Wisang.
Napas keduanya saling memburu, uap hangat menyentuh wajah mereka masing-masing. Wisang yang kian merasa kepanasan membuat wanita itu membuka perlahan bibirnya. Namun hal ini justru membuat Taka semakin tergoda.
Pria itu mengecupnya lembut, menahannya beberapa saat dan kembali mengecup lebih kuat.
“Ta ..” ucap Wisang tercekat karena kini bibir Taka sudah melumat bibirnya dengan sangat hebat. Memainkan setiap belahannya dengan sangat bergairah. Membuat Wisang menggeserkan duduknya demi memberikan akses;lebih terhadap pria itu yang barus aja memberikannya pengalaman hebat yang mendebarkan.
“Wisang, maaf … aku … “ ucap Taka sesaat setelah melepaskan pagutannya sambil menyeka sudut bibir wanita itu yang kini basah oleh saliva keduanya.
“Kau membuatku basah,” ucap Taka sambil menarik tubuh Wisang ke dalam dekapannya.Wisang yang mulai mencium bau hormon berkembang sejak masuk ke kamar bungalow ini tidak bisa lagi menampik tatapan sendu Taka.“Keringat maksudku!” ujar Taka sambil menyentil dahi Wisang untuk kesekian kalinya.“Awww … seneng banget nyentil jidat orang sih? Sakit, tau!” balas Wisang dengan bibir yang sudah manyun. Membuat Taka semakin gemas pada istri orang ini.Wisang tersenyum, jeda berikutnya dia justru memutar tubuhnya menjadi berhadapan dengan Taka. Dia mencondongkan tubuhnya hingga membuat Taka harus memundurkan tubuh untuk memberikan Wisang ruang.“Cium aku lagi,” ucap Wisang yang entah mendapatkan keberanian dari mana melakukannya.Wanita itu terus menatap Taka dengan intens, membiarkan gairah kembali menyapa mereka berdua kali ini.“Ayo Taka, aku menginginkannya,” ucap Wisang dengan semakin menghimpit pria itu.Dua buntalan kembar Wisang yang berada di balik kemeja berkancing wanita itu kini sem
“Sialan lu. Gue kaget tau!” balas Taka sambil melempar pulpen dari saku nya. Untung saja lemparan Taka meleset. Jika tidak, sudah dipastikan jidat Dimas sebagai tempat mendarat yang sempurna.“Lagian gue panggil dari tadi lu diem aje.”Taka hanya tertawa melihat sahabatnya yang semakin lama semakin berisi itu.“Sejak nikah gendutan, Lu?”“Susunya cocok dong!!” jawab Dimas memamerkan gigi putihnya yang berjejer rapi.Jawaban Dimas menggelitik batin Taka, jika saja dia tidak tahu kondisi rumah tangga Dimas, dipastikan dia akan ikut tertawa. Nyatanya Taka malah bersikap datar setelah tadi sempat tertawa. Dia melihat Dimas sebagai sosok lelaki yang tidak bertanggung jawab sekarang. Meskipun dia sendiri juga bukan lelaki baik karena mengajak istri sahabatnya sendiri berselingkuh.“Ngapain lu kesini?” tanya Taka setelahnya.“Lu ikutan tender kain batik yang diminta Pak Menteri?” tanya Dimas mulai serius. Dimas tahu sepak terja
“Wisang … Wisang …!!” Terdengar suara mertua Wisang di balik pintu, membuat ciuman itu berhenti dan Taka menjerit karena bibirnya digigit Wisang.“Auuww …!!”“Shut! Diem Taka… sana cepet ke kamar aku dan ngumpet!! Ada mertua aku!”Taka langsung melotot dan lari terbirit-birit ke dalam kamar diikuti Wisang dan menyimpan Taka di lemarinya. “Jangan keluar sampai aku datang ya!” perintah Wisang yang membuat Taka mengernyit.“Kaki aku ga muat, Sayang!”“Tekuk aja udah. Cepet Taka!!”Taka langsung mendesah dan langsung menekuk kakinya agar muat di lemari Wisang yang memang tidak mempunyai ruang yang besar.“Ampun deh! Sempit banget!!” Umpat Taka pasrah saat Wisang langsung menutup lemari itu dan menguncinya.Sambil membereskan wajah dan bajunya yang sempat berantakan akibat ulah Taka, Wisang menenangkan degup jantungnya dan sebisa mungkin santai menghadapi mertuanya.Wisang membuka pintu itu dan ber
Bagai petir di siang bolong. Mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Taka, dan bukan suaminya membuat Wisang benar-benar dilanda dilema. Wisang hanya wanita yang membutuhkan kata-kata seperti itu. Merasa dibutuhkan? Siapa yang tidak seperti itu? Tapi kenapa harus Taka yang mengatakannya?Kenapa bukan suaminya sendiri? Wisang benar-benar muak terhadap kisah cintanya yang kandas. Jika pun Taka menganggap dia hanya pelarian?“Kau bukan pelarian,” ucap Taka seakan tahu apa yang sedang di pikirkan Wisang.“Benarkah?” balas Wisang dengan suara pasrahnya. “Mungkinkah aku akan terluka untuk kali kedua?” Taka menatap jauh ke dalam mata bulat milik Wisang. Dia mencoba mencari alasan mengapa Dimas memperlakukan Wisang sedemikian rupa? Salah apa wanita ini sampai Dimas sama sekali tidak berhasrat padanya. Wisang menurut pandangan Taka seratus delapan puluh derajat berbeda.“Sampai saat ini … aku tidak ada alasan untuk melukaimu! Jangan bertanya masa depan padaku, karena yang aku tahu saat
Desah dan lenguh terus terdengar silih berganti, membuat kamar luas yang berada di lantai atas rumah mewah bergaya minimalis ini mendadak terasa panas.Suhu AC yang menunjukkan angka 20°C nyatanya terasa panas untuk kedua insan yang kini tengah dimabuk gelora membara ini.Mereka tak juga berhenti saling memuaskan dahaga yang seakan baru saja menemukan pemiliknya."Tidak Mas, aku lelah." Wisang menahan tubuh kekar yang kini sedang menindihnya itu dengan kedua tangannya saat si pemilik tubuh hendak kembali mencumbunya."Maafkan aku, sayang." Taka pun mengubah cumbuannya menjadi kecupan lembut pada kening Wisang.Setelahnya, Taka kemudian melepaskan penyatuan mereka dan berbaring di sebelah Wisang."Kemarilah," ucap Taka sambil merentangkan tangan kanannya dan membawa Wisang berbaring di atasnya.Keduanya berpelukan dengan tenang, sementara kedua tangan mereka masih saling menggenggam."Tidurlah.""Kau mau tidur disini?""Ya, tentu saja." Taka menjawab sambil mengusap lembut kepala Wisan
Wisang merasa terpukul dengan tuntutan Dimas yang begitu tiba-tiba. Dia merasa seperti semua yang dia bangun selama ini runtuh dalam sekejap. Namun, di balik keputusasaan, ada api keberanian yang mulai berkobar di dalam dirinya. Dia tahu dia harus bertahan, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk masa depannya. Dengan gemetar, tapi dengan tekad yang bulat, Wisang menolak untuk menandatangani surat cerai itu."Dimas, aku tidak akan menandatangani ini. Aku akan melawanmu, aku tidak akan membiarkanmu mengambil segalanya dariku," ucap Wisang dengan suara gemetar, tetapi penuh dengan tekad.Dimas terkekeh sinis, tetapi juga bisa merasakan bahwa Wisang tidak lagi menjadi wanita yang mudah ditekan seperti sebelumnya. Dia menyadari bahwa perlawanan dari Wisang tidak akan mudah, tetapi dia tidak akan menyerah begitu saja."Kau pikir aku takut dengan ancamanmu? Aku sudah bersiap untuk segala kemungkinan. Dan video itu... aku akan menghadapinya dengan kepala tegak. Aku tidak akan mem
“Kau? Sedang apa disini?” tanya Taka dengan mata melebar menatap seorang wanita berbalut dress formal dengan balutan cardigan denim yang memberi kesan lebih kasual yang tengah berdiri di hadapannya.“Papa sudah pulang?” sahut seorang anak remaja bernama Ghenta itu menyahutnya.“Ya, dan kalian sedang apa?” tanya Taka kembali mengulang tanyanya.“Papa, ini Mrs Dini yang menjadi Guru Pengajarku. Papa sudah menyetujuinya kan dan kami sudah dua pekan mulai belajar. Jangan katakan Papa melupakannya,” ucap Ghenta panjang lebar. ”Oh, begitu ya. Maaf sayang, Papa bukannya lupa hanya kaget karena Mrs Dini yang kamu katakan ini adalah Tante Wisang istrinya sahabat Papa. Kau ingat Om Dimas?” jawab Taka sambil menyodorkan tangannya kepada Wisang.“Really? Mrs Dini adalah istri Om Dimas?” ucap Ghenta sangat terkejut mengetahuinya.Dan wanita yang disebut keduanya itu pun mengangguk sambil tersenyum.“Waah, asyik dong,” seru Ghenta yang memang merasa nyaman belajar dengan Wisang menjadi sangat antu
Rasanya sedikit aneh tidak mendengar suara Wisang beberapa hari ini di rumahnya. Taka bertanya pada Genta, tetapi anaknya pun tidak tahu alasan di balik ketidakhadiran gurunya tersebut.“Pak, Tuan Dimas meminta bertemu!” ucap Magda di line telepon. Magda seorang sekretaris Taka yang cantik dan menaruh hati pada pria tampan keturunan Jepang itu.‘Suatu kebetulan yang bagus, aku bisa sekalian bertanya kepada Dimas mengenai kabarnya Wisang,’ ucap Taka di dalam hatinya sambil berjalan keluar dari ruangannya.Di ruangan tamu kantornya, Taka melihat Dimas tengah duduk bersama seseorang. Seperti biasa, wanita itu adalah sekretarisnya yang sudah cukup dikenal juga oleh Taka karena selalu mengekori kemanapun Dimas melangkah. “Hai Bro, apa kabarmu?” tanya Dimas langsung menyambut kedatangan Taka yang menghampiri mejanya.Kedua pria itu pun berangkulan saling memberi salam.“Hai, aku Sandra,” ucap wanita itu sambil menyodorkan tangannya. Namun Taka mengabaikannya.“Bagaimana kabarmu? Oh ya