Share

Bab 25 - paper

Hanya berlalunya satu hari kemarin, keesokkan harinya adalah sebuah lembaran baru dimana Liera bukan lagi gadis manja, statusnya hari ini adalah seorang istri, ketika dia membuka mata dan melihat sebuah punggung pria adalah hal yang akan seterusnya dia lihat, mungkin untuk beberapa waktu. Tidak ada lagi teriakan sang Ibu yang menyuruhnya untuk bangun dari tidur nyenyaknya dan belum sekarang dia menjadi gadis mandiri.

Mengibaskan selimut dan mengambil peralatan mandinya, Liera melangkah penuh hati-hati tanpa ingin membangunkan sang suami yang tertidur, pria itu bahkan tidak memakai pakaian atasannya saat tidur, suatu hal asing bagio Liera untuk terbiasa.

Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, ini pertama kalinya Liera bangun lebih awal, dia bahkan bangun tanpa suara alarm ataupun burung yang berkicau, dia melangkah mendekati jendela besar.

Menggeser gorden dan membiarkan cahaya menerangi kamar ini, sambil udara segar di hari dari halaman Villa ini, rasanya begitu menyenangkan tapi juga membingungkan. Dia tidak bisa memahami sikap Julian, seperti tadi malam jika Liera segera menyadari mungkinkah hari ini dia sudah lepaskan gelar gadis?

Memang di dalam perjanjian itu tertulis jika memang harus melakukannya, dan segera membuat dirinya hamil, tapi perjanjian itu berlaku ketika Liera sudah Lulus dan dengan kata lain Liera busa menolak selama masih memakai seragam sekolahnya.

“udaranya begitu segar, belum lagi musim panas akan segera berakhir.” ucap Liera, dia melupakan apa yang ingin dia lakukan tadi, padahal dia ingin segera mandi sebelum harus berdebat dengan Julian, tapi cuaca hari ini membuatnya tidak bisa mengabaikannya.

Julian yang terbangun karena sinar mengganggu tidurnya, menatap kearah Liera tanpa sengaja, mengamati dari belakang, dimana gadis itu sedang menikmati segarnya udara dan belum lagi piyama yang dia kenakan memiliki keunikan dan membuat pria itu gemas, itu bukan lucu bagi Julian. Mungkinkah seleranya berubah menjadi menyukai gadis seperti Liera?

Dia turun hanya memakai celana saja, mendekati Liera dan memeluknya dari belakang, membenamkan wajahnya di bahu gadis itu, dan menghirup aroma Liera dengan rakus.

Liera tentu terkejut, dia tidak terbiasa dengan ini. Dia bahkan meringis geli saat Julian mencium area bahunya yang masih tertutupkan piyama, Julian sangat posesif memeluknya sampai Liera tidak bisa diam ketika jantungnya berdetak kencang.

“kau membangunkanku.”

suara serak itu merangsang pendengaran Liera, dia tidak tahu suara yang keluar dari Julian begitu membuatnya gugup dan bahkan jika Julian tidak memeluknya mungkin Liera sudah terduduk dilantai, tanpa sadar Liera meneguk air liurnya.

“a-apa yang kamu tidak suka?” tanya Liera, dia menahan nafas saat hembusan nafas itu menabrak dengan area lehernya, Liera yakin jika telinganya saat ini sudah memerah dan wajahnya akan sedikit pucat, dia ingin mengatakan jika dia tidak nyaman.

“aku tidak suka seseorang mengganggu tidurku.” Julian bertindak aneh sama seperti kemarin, sekarang menggoda Liera adalah hal kesenangannya dan diam-diam Julian tersenyum mengetahui jika gadis ini sedang gugup.

Liera menggigit bibir bawahnya, hal apa yang telah dia lakukan sampai membuat Julian terbangun dan belum lagi seharusnya dia mengatakan alasan, bukan malah memeluk tubuh.

Liera seperti ini, jika seperti ini setiap hari Liera bisa merasakan senam jantung dan melatih kegugupannya. 

“baik-lah, aku minta maaf telah mengganggu tidurmu.”

Julian melepaskan pelukannya ketika ponselnya berdering, dia ada rapat pagi kali ini dan harus segera sampai di kantor, jadi dia hanya melihat siapa yang menghubungi dan mengabaikannya, dia menatap Liera yang ragu-ragu membalik tubuhnya.

“kau ingin mandi bersama?”

Liera tersedak, dia tidak pernah membayangkan hal itu akan terjadi, bagaimana jika pria itu melakukan sesuatu, belum lagi jika mandi bersama itu berarti Julian bisa melihat tubuhnya dan sebaliknya Liera juga begitu, dengan cepat Liera membalik tubuh dan menggeleng dengan cepat.

“ak-aku pikir, lebih baik menyiapkan sarapan dan kamu bisa menggunakan bathroom terlebih dahulu.” ucap Liera, itu hanya sebuah alasan. Dia tidak pernah bisa berhasil membuat menu sarapan walau itu sebuah roti bakar dan juga nasi goreng, pilihannya selalu sereal dan susu, karena itu mudah dibuat.

Julian meringai, benar-benar seperti sedang tinggal bersama gadis SMA bukan sebagai istri, dia begitu lugu dan memiliki perasaan yang tulus, Julian yakin banyak sekali pria yang ingin berkenalan dengannya dan Julian yakin tidak sedikit pria ingin mengajaknya berkencan, secara Liera begitu cantik tanpa apapun.

Julian segera menggelang dan menyadari dirinya begitu aneh! Dia juga mengatakan jika Liera cantik?

“itu hal yang harus kau biasakan, ingat aku gurumu di rumah ini jadi, aku akan mengajari segala hal tentang kehidupan suami istri.”

Liera mengangkat kepalanya, dia tidak mengerti, kenapa pria harus menjadi guru? Apakah Liera masih harus belajar setelah pulang sekolah? Bukankah itu sangat melelahkan?

Membayangkan dirinya harus belajar setelah setengah hari berada di sekolah. “apa itu penting?”

“kau akan senang saat selama masa pembelajaran” Julian membuka pintu bathroom, dia lagi-lagi meninggalkan seribu pertanyaan untuk Liera, sesenang pelajaran apapun selalu ada waktu dimana dia lelah bukan?

“aku tidak mengerti.” Liera berjalan mengambil ponselnya, karena setiap kali dia tidak tahu apapun dia akan mencari di ponselnya, dan kali ini dia ingin membuat sarapan sederhana namun cukup bagus untuk dinikmati.

Dia berjalan sambil melihat daftar menu untuk sarapan kali ini, pilihannya kali ini jatuh pada sandwich dengan isian sayur dan juga daging. Secara hati-hati dia mengikuti instruksi dari video yang dia lihat, Liera tidak tahu akan sesulit ini hanya untuk memanggang daging, dirinya tidak sadar sudah membuang banyak sekali daging.

Sampai Julian turun kebawa setelah selesai memakai pakaian kantornya. Dapur begitu berantakan dan bau gosong memenuhi ruangan itu, seharusnya Julian tidak percaya jika gadis ini bisa membuat sarapan untuk mereka berdua.

“kau bisa terlambat jika terus menghancurkan dapur ini.” ucap Julian, dia terpaksa membuka jasnya dan menggulung kemeja putihnya, dia berjalan mendekati gadis itu dan menariknya menjauh dari dapur.

“Aku hampir berhasil kali ini.” ucap Liera, dia tertunduk malu dan merasa tidak berguna hanya membuat sarapan saja tidak bisa, padahal langkah membuatnya begitu mudah.

Julian menarik dagu gadis itu, tiba-tiba saja pria itu mengecup bibirnya. Membuat sang gadis terkejut sampai mengedipkan mata tak percaya, begitu lucu ketika bola mata itu membulat sempurna.

“kau bersiaplah, biarkan aku yang membereskan segalanya.”

Liera menatap tak percaya, sejak kemarin malam sikap pria itu berubah saat terakhir bertemu dengannya, Liera ingat jelas saat pria itu membentaknya dengan keras di rumahnya dan betapa kasarnya dia menarik Liera dan mengancam dengan hal yang sangat Liera takutkan, tapi seperti sihir pria itu berubah menjadi pria yang lembut.

Liera melangkah meninggalkan lantai satu, jam sudah menunjukkan pukul 6.30 dan sebentar lagi dia harus segera berangkat sekolah.

15 menit berlalu, dia berdiri didepan cermin, menatap dirinya dengan seragam sekolah miliknya, tidak lama lagi seragam ini tidak akan dia pakai lagi dan masa remaja akan segera berlalu, belum lagi cincin yang sudah lebih dahulu melingkar di tangannya tanpa Liera sadari.

Takdir yang tidak pernah terbayangkan akan terjadi.

“tidak apa-apa, setelah aku melahirkan seorang bayi, aku masih bisa mengejar cita-citaku.” ucap Liera, dia mengambil ransel dan juga ponselnya, melangkah keluar dari kamarnya dan segera menuju dapur.

Aroma makanan begitu menyambut dirinya, dimeja makan sudah banyak hidangan yang tersusun rapi, belum lagi pria itu terlihat tampan saat sedang menyajikan makanannya.

“kau akan memakai pakaian seperti itu?” ucap julian, d8a menarik kursi untuk dirinya sendiri, dan mulai memakan yang tadi dia buat.

“apa ada yang aneh dengan pakaianku?” Liera ikut menarik kursi di seberang Julian, dia masih canggung jika Julian berbicara seperti ini, memanggilnya dengan sebutan ‘kau’ seakan dirinya orang asing.

“Ya, bagaimana kau hanya memakai itu saja, dimana sweater mu? Atau cardigan? Belum lagi rokmu terlalu pendek!” ucap Julian dengan nada sedikit kesal, dia kesal karena menurutnya pakaian Liera terlalu membentuk tubuhnya.

“aku membawanya ke dalam ranselku dan rok, teman-temanku semua memakai diatas lutut.”

Julian memukul meja dengan sumpit di tangannya, dia tidak suka saat orang lain mencoba membantah keinginannya, tiba-tiba saja Julian tidak selera lagi untuk melanjutkan sarapannya.

“cepat habiskan makananmu, aku memiliki rapat pagi ini.” Julian meletakkan nasi dan siputnya, dia merapikan kemejanya dan memakai kembali jas hitamnya.

“tidak perlu mengantarku, aku bisa berangkat bus” ucap Liera sambil tersenyum, dia cukup takut dengan bentakkan Julian tadi tapi sebisa mungkin dia menutupinya.

“baiklah!” Julian tanpa benar-benar kesal, dia juga tersinggung dan tanpa mengatakan apapun lagi, dia segera meninggalkan dapur dan melangkah keluar dari Villa ini.

Baru saja Liera ingin berpikir jika mungkin saja Julian mencoba membangun hubungan baik dengannya, tapi hal itu malah semakin membangun rasa takut dan kecewa dalam dirinya, dia terlalu mudah untuk dikelabui oleh sebuah perilaku baik.

Liera merapikan sarapan itu sebelum meninggalkan Villa ini, dia harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk ke halte bus, belum lagi sekolah yang jauh dari rumah sebelumnya, setiap hari seperti Liera harus berolahraga.

Area Villa ini termasuk kedalam area komplek dan juga perumahan, jadi banyak sekali mobil terparkir didepan rumah dan banyak dari mereka sudah berusia paruh baya. 

Saat Liera sedang menatap ke arah penunjuk arah, sebuah motor menghampirinya dan berhenti tepat di hadapannya.

“kamu ingin kemana?”

Liera menatap pria yang memakai helm, dia tidak mengenal pria itu dan membuat dirinya melihat ke segala arah, “aku? Aku ingin ke halte.”

“ingin aku hantar? Kebetulan aku searah kesana”

Liera terdiam, dia mengenal suara itu tapi dia lupa wajahnya, dia seperti pernah bertemu dengan pria itu di sebuah tempat, Liera terdiam sampai tidak sadar pria itu sudah membuka helm dan turun dari motornya.

“kau baik-baik saja?” pria itu melambaikan tangannya, dia menatap bingung pada gadis itu.

“ka--kau! Pria yang waktu itu” Liera melangkah sedikit menjauh, dia tidak percaya akan bertemu dengannya lagi, “kau mengikutiku lagi?”

“aku?” pria itu menunjuk dirinya.

“aku mengikutimu? Jika kau tidak ingin menerima tumpanganku tidak masalah” pria itu pergi dan hendak kembali memakai helmnya.

“Tunggu!” Liera tidak punya pilihan lain, dia harus segera sampai di sekolah dalam 20 menit lagi sebelum gerbang tertutup. “aku ingin menumpang.”

“tunggu apalagi? Ayo naik, kau bisa ketinggalan bus.”

Liera mengangguk mengerti, dia segera naik ke motor itu yang memang cukup tinggi, belum lagi Liera yang memakai rok pendek kesulitan untuk duduk disana.

Pria itu melepaskan meja kotaknya dan menutupi rok Liera yang begitu pendek, dan memasangkan helm untuknya, menarik tangan gadis itu untuk memeluknya.

“apakah ini harus? Maksudku aku tidak bisa melakukan ini” ucap Liera, dia tidak bisa memeluk pria sebrangan setelah menikah tapi pria itu menahan tangannya untuk melepaskan.

“kau akan jatuh jika tidak memelukku.”

“kalau begi---,”

Pria itu melajukan motornya dengan kecepat tinggi, memebuat Liera memeluknya karena takut terjatuh, dan disela-sela itu dia tersenyum.

Liera memejamkan matanya begitu rapat, dia tidak ingin melihat apapun dalam kecepatan yang begitu tinggi, dan tanpa sadar dirinya menarik perhatian pria yang membawa motor ini dan menganggap Liera begitu lucu. 

“tenanglah, aku tidak akan membuatmu masuk ke rumah sakit.”

“bi-bisakan, kamu mengurangi kecepatannya?”

“kau takut?”

“apakah kau bodoh? Tentu saja! Aku tidak ingin mati konyol!” Liera melampiaskan segala emosi dengan berteriak pada pria itu.

“baiklah, kau tampak manis ketika marah.”

Liera terdiam, dia belum pernah begitu terbuka tentang emosinya, bagaimana dia bisa dengan mudah marah saat dengan pria itu dan sama seperti Liera bertemu dengannya di perpustakan waktu itu. 

Dalam 15 menit Liera sampai di depan gerbang. Tunggu!! 

“bagaimana kamu bisa tahu aku bersekolah disini?”

Pria itu melepaskan kembali helmnya dan membantu Liera turun dari motornya “seragam mu, dulu aku bersekolah disini” dia mendekati Liera namun gadis itu melangkah mundur.

“kau harus mengembalikan helm milikku.”

Liera malu karena salah paham, dia membuka helm itu.

“terimakasih atas tumpangannya” Liera menunduk dan segera berlari meninggalkan pria itu.

“kau harus menaktirku minum lain kali.” teriak pria itu, dia menatap sekolah dimana masa remajanya tidak seindah cerita dan tidak sebagus gedung ini, tapi bagaimanapun sudah berlalu dan kini hanya satu tujuan yang harus segera dilakukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status