Los Angeles. Katakan itu adalah negara dengan sejuta wisata, termasuk juga sebagai liburan terbaik dan juga beberapa tempat romantis, apalagi jika berkunjung disaat musim semi, warna kuning dari daun dering akan menjadi ciri khas kota Los Angeles.
Memenuhi setiap jalanan kota ini sama seperti barada Jepang dimana banyak bunga sakura menggugurkan daunnya.
Liera dan sang kakak dengan dalam perjalanan menuju hotel, mereka jika menyewa rumah, karena hanya berada beberapa hari dan itu sudah disediakan oleh agensi naungan Keira.
Matanya berbinar melihat jalanan kota Los Angeles di malam hari, mengingat perbedaaan waktu, mungkin saat ini Di London masih siang hari, Lisa baru saja menyalakan ponselnya dan ada beberapa notif masuk kedalam, sebagai dipenuhi oleh notifikasi dari Julian dan beberapa pesan dari yang Ibu.
Tangan baru saja akan membalas pesan sang Ibu, tapi seperti tidak ada kata sabar dalam kamus pria. Sebuah pesan Video Call Julian kirimkan masuk.
Liera merapikan penampilannya, menutupi tubuh dengan mantel besar miliknya, tersenyum saat Julian yang sedang berada didepan komputer. Padahal pria itu sedang sibuk bekerja tapi masih saja mengkhawatirkan dirinya.
“kamu, sudah merindukanku?” tanya Liera. Ini pertama kalinya dirinya melakukan Video Call dengan Julian, pria sangat tampan walau hanya sebagai wajahnya terlihat.
“Tidak! Hanya sedang mengawasimu.” Jawab Julian, tangan sibuk mengetik di keyboard, dan sesekali melirik ke arah Liera, melihat sang istri yang seperti baru saja sampai dan terlihat jelas jika dirinya masih dalam perjalanan.
“aku bukan anak kecil.”
Melepaskan tangannya dari keyboard, Julian mengambil ponselnya. Dia tidak bisa berbohong pura-pura tidak peduli, ingin rasanya dia juga berada disana, tapi segalanya seakan memisahkan kan dirinya dengan Liera.
“tapi, kamu milikku.”
Liera ingin sekali tertawa, suara Julian terdengar sedang merajut. Apakah pria itu tidak malu jika kakaknya mendengar dan belum lagi karyawan yang mendengarnya.
“aku bukan barang.”
“ingatlah, setelah kau kembali. Kau tidak akan bisa pergi dariku lagi Liera, making love waiting for you. Don’t forget it.” Ucap Julian, dia sengaja mengatakan dalam bahasa inggris, dia ingin mendengar reaksi apa yang akan bertanya kepada kakaknya tentang artinya.
‘pria bodoh!’ Ucap Kiera, walau terdengar cepat tapi itu cukup terdengar baik Liera maupun Julian sendiri.
“Aku akan menghubungimu lagi.” Ucap Liera, dia merasa bodoh tidak mengetahui arti itu, tapi melihat reaksi sang supir dan kakaknya, itu hal yang memalukan.
Sesampainya di dalam kamar hotel, Liera menjauhkan tubuhnya di ranjang empuk hotel, akhirnya tubuhnya bisa beristirahat dengan baik, pasalnya Liera tidak bisa memejamkan matanya saat suara dalam pesawat cukup berisik dan mengganggunya, dia juga tidak terbiasa tidur dengan posisi duduk.
Sudah pukul sepuluh malam.
Liera sangat lapar, jam yang biasanya sering merasa lapar, belum lagi Keira yang langsung menemui seseorang dan dirinya ditinggal sendirian, apa yang harus Liera lakukan. Keluar, dia takut jika nanti akan menyusahkan orang lain dan mengingati dirinya begitu kaku jika berbicara dengan orang asing.
Dia melihat isi dalam kulkas, hanya ada beberapa sayuran, daging dan beberapa minuman yang mungkin memiliki kadar alkohol.
“aku harus bagaimana?”
Perutnya sudah merasa nyeri, dia tidak suka seperti, menyiksa dirinya dan dengan terpaksa menghubungi Julian.
‘kenapa kau merindukanku?’ ucap Julian, tanpa menunggu beberapa menit tentu saja itu langsung diangkat olehnya, karena seperti yang sudah Julian katakan, dia akan selalu menunggu saat Liera menghubunginya.
“Jul—Julian,“ Liera memegang perutnya, suaranya merintih kesakitan saat menghubungi Julian.
Karena Liera sudah pernah merasakan hal ini dan sangat menyiksa, apalagi dia tidak boleh telat makan.
‘apa yang terjadi? Katakan? Jangan panik Liera.’
“A-aku lapar.”
Julian menepuk dahinya, dia hampir akan memesan tiket pesawat. “kau lapar, sedang berada di depan kulkas dan tidak menemukan mie instan? Kau bisa meminum segelas susu. Aku yakin disana ada.”
Liera kembali membuka dan mengeluarkan kotak susu, mengambil gelas dan menuangkannya.
‘jangan minum terburu-buru, perlahan saja.’
Julian memperhatikan Liera yang begitu penurut, dirinya ingin sekali memarahi kakaknya tidak memperdulikan adiknya, setidaknya sebelum pergi dia memesan makanan untuk Liera.
“apa aku merepotkanmu? Aku pikir ini akan mudah, tapi ternyata benar. Aku tidak bisa menjaga diriku dengan baik.” Ucap Liera, dia menangis saat Julian menatap ke arahnya melalui layar ponsel.
‘Tidak! Jangan mengatakan hal itu. Kau membuatku ingin terbang kesana, aku menjadi merasa bersalah, Liera jangan aku akan selalu ada untukmu.’
Sebuah kebetulan, Kiera datang membawakan dua kotak pizza, membuat Liera melupakan kesedihannya dan langsung tersenyum kembali.
“terimakasih. Aku tidak akan menangis lagi, aku akan makan dengan Kakak Keira yang kebetulan membawa makanan, aku akan mengirimkan pesan sebelum tidur.”
Julian mengangguk mengerti setidaknya dirinya tidak jadi mengutuk kakaknya Liera.
“kau habis menangis?” tanya Keira, dia berjalan ke dapur dan menaruh dua kotak pizza, dan melepaskan mantel dan juga tas yang dia kenakan hari ini, sangat lelah karena harus menemui mereka untuk rapat dadakan.
“aku lapar, aku tidak menahan itu.” Ucap Liera, dia duduk di meja makan, menunggu sang kakak membuka kotak pizza untuknya.
“lain kali jangan ragu untuk meminta sesuatu padaku, walau hubungan kita tidak sedekat, bagaimanapun aku adalah orang yang juga bisa selalu membantumu.”
Liera mengangguk mengerti, bukannya dirinya tidak ingin mengatakan apa yang dibutuhkan pada Keira tapi dirinya sudah terbiasa menemui Julian, seakan memang itu sudah suatu kebiasaan baginya.
“baiklah, terima kasih Kakak Keira.”
********
Kembali pada kehidupan Julian, di Seoul tidak jauh berbeda dengan Los Angeles, karena London memiliki empat musim, jadi hari ini salju cukup lebat memenuhi jalanan, sebagian pekerjaan libur dan sebagian aktivitas dibatasi, karena biasanya jika salju lebat suhu udara begitu dingin.
Julian bekerja di kantor hanya setengah hari, dia pulang setelah menyelesaikan tugas untuk beberapa hari kedepan. Dirinya baru menyadari jika sebagian hidupnya benar-benar membosankan, hanya ada bekerja dan bekerja, mungkin itu alasan kenapa mantan kekasihnya memilih menikah dengan orang lain.
Sampai dirumah Julian melihat Sean dan Jake yang mungkin akan mulai melakukan terapi ingatan, ruangan ini terasa begitu hampa tanpa kehadiran Liera.
“Kau datang tepat waktu, tapi Sean terus .menanyakan gadis itu, apakah kau akan memanggilnya?” Jake menghampiri julian, memberikan pria itu secangkir kopi.
“aku tidak tahu, Asyla sulit dihubungi akhir-akhir ini.”
Sean yang duduk di sofa hanya datar kedua pria itu, dia sedikit gugup untuk sesi ini dan terus mencari sosok gadis itu, dirinya pikir Julian pergi akan menjemput gadis itu, tapi sekarang Sean jadi ragu untuk melanjutkan terapi ini.
“kau sudah mencoba mengunjungi rumahnya?”
“aku tidak tahu rumahnya.”
Akhirnya Julian dan Jake menghampiri Sean, ada yang harus segera melakukan padanya tapi kenapa jadi sedikit ragu sekarang.
“Sean. Ingat kau yang sendiri yang minta, apapun yang akan terjadi nantinya, tetap ingat itu adalah alam bawah sadar, kau datang kesana dan kau sendiri yang harus bangun, ingatlah apa yang terjadi dan jika kamu tidak sanggup, di lain waktu kita masih bisa melakukan lagi.” Ucap Jake, disinilah dia mulai menunjukan jika dirinya adalah dokter terapi terbaik pada lulusannya, menjadi dokter dengan terapi paling baik untuk orang yang trauma, depresi, dan seperti Sean.
Sean menatap kearah Julian, dia sudah diujung pilihan dan hanya butuh sebuah kalimat untuk membuatnya semakin yakin.
“tenanglah, aku yakin kau hebat dan kuat, ingat ada seseorang yang menunggumu. Mungkin dia tidak disini tapi yakinlah, jika kalian terikat.” Ucap Julian entah apa yang sedang dia pikirkan, kalimat itu keluar begitu saja, dan mungkin bisa saja itu ada kebenaranya.
Sean mengangguk mengerti, dia membuat dirinya relax, menarik nafas dan membuang secara bergantian selama satu menit. Dan mulai membaringkan tubuhnya di sofa empuk, menatap langit ruang tamu dan mulai memejamkan matanya.
Jake duduk disampingnya, menyalakan aroma terapi dari lilin yang biasa dipakai.
“baik. Kita mulai sekarang. Bayangkan kau kembali pada hari itu, mengenakan seragam dan menatap indahnya hari, berharap hidup selalu seperti itu.”
Dan dimulaikan Sean kembali melihat dirinya pada kejadian yang terus berulang setiap malam sunyinya.
Satu tahun kemudian.Suatu pagi di rumah sederhana yang menjadi sebuah pertemuan dan menjadi akhir kebahagian.suara tangisan seorang bayi mewakili indahnya pagi hari, dengan iringan kicauan burung, cahaya matahari juga tidak ingin kalah untuk menyambut mereka, menjadi sebuah awalan di pagi hari dengan kisah baru untuk kisah selanjutnya.keluarga kecil yang kini menjadi suatu kebahagiaan tidak ternilai, itulah kisah ini.dari perjanjian menjadi sebuah ikatan benang antara Julian dan Liera yang membawa mereka pada indahnya falling love, padahal awal hanya sebuah persetujuan paksaan tapi kini berubah menjadi ketulusan untuk rela bersama.Liera membuka matanya setelah rasanya tangisan bayinya semakin menggema di dalam ruangan, dan hal yang dirinya lihat adalah pemandangan dimana Julian tertidur di sofa sambil memeluk putra mereka yang menangis, dia tersenyum. biasanya Julian membangunkan dirinya saat tengah malam putranya menangis,
"Benarkah? Kamu janji?" Tanya Liera dengan wajah penuh harapan menatap Julian yang ada di sampingnya, berharap jika pria itu akan segera mengangguk ucapannya.Walau kehadiran seseorang yang ada di dalam perutnya sungguh memberikan rasa bahagia luar biasa, Liera juga ingin dimanjakan oleh Julian, setidaknya kini dirinya sudah hamil, tidak perlu ada kebohongan lagi untuk membuat Ayah Julian menekan dirinya lagi.Setidaknya untuk saat ini itulah kebahagian yang harus segera diberikan pada yang lain.Liera tidak bisa membayangkan bagaimana nanti dirinya saat mulai membesar perutnya, ketika dirinya akan lebih sering menghabiskan waktu untuk menceritakan banyak hal pada anaknya, Liera sempat membaca ibu hamil akan sering meminta sesuatu yang aneh, dia ingin membayangkan bagaimana sulitnya Julian untuk mencari hal yang sangat dirinya inginkan.Dengan diam-diam Liera mengelus perutnya yang masih rata, dari dalam hatinya dia menyampaikan sebuah pesan
Beberapa hari kemudian.Akhir pekan, Sebenarnya Julian dan Liera ingin menghabiskan liburan mereka di pantai, tapi kemarin keduanya mendapatkan undangan dari ayah Julian untuk menghadiri acara yang pria itu buat.Julian awalnya ingin menikah karena pasti acara itu untuk pertemuan para partner kerja ayahnya, tapi Liera mengatakan jika dirinya ingin datang dan mengharapkan Julian untuk menceritakan apa sebelumnya merekadiskusikan, jadi tidak alasan untuknya nolak.Julian membuka matanya, dia masuk setelah Liera tidak ada di sampingnya, ini aneh kenapa dia bangun lebih siang dan kenapa Liera juga tidak membangunkan dirinya?Fokus Julian teralihkan saat mendengar suara yang aneh dari berasal dari bathroom, suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, Julian langsung mengibaskan selimut di tubuhnya, berjalan mendekat dan tangan terulur membuka pintu.Dan benar, Julian langsung diberikan pandangan dimana Liera yang sedang berhada
Sesampainya di Vila mereka.Ketika Liera menginjakkan kakinya setelah sekian lama tidak kembali ada rasa senang yang tidak bisa di jelaskan, apalagi ketika Julian membuka pintu dan mengajaknya masuk ke dalam bersama.Lampu menyala dan seluruh ruangan terlihat jelas, Liera tersenyum tidak ada yang berubah dan semua masih sama, hanya saja dibuat lebih rapi dari sebelumnya, mungkin Julian menatanya saat Liera berkata ingin kembali.Julian melepaskan yang dirinya kenakan, melangkah untuk menuju dapur, dirinya akan langsung membuat makan malam karena di perjalanan Julian sempat mendengar suara perutnya yang minta di isi, pria itu membuka lemari kulkas dan melihat apa yang akan dirinya buatkan, tapi sebelum memulai masuk.Pria itu mengambik nasi instan dan meletakan ke dalam oven, jika memasak nasi waktunya tidak akan cukup, jadi dia mengunakan nasi instan, karena itulah kebiasaan saat Liera tidak ada di rumah sakit.Liera berijalan mendekat se
Liera dan Kiera berjalan bersama menuju parkiran mobil, setelah berpamitan dengan Asyla dan Jake, keduanya memutuskan untuk pulang.Liera menatap layar ponselnya, ada satu pesan masuk dari Julian.Jika sudah sampai rumah, bisakah aku menghubungimu?>Liera tidak langsung menjawab pesan itu, rasanya sudah cukup bukan seharian bertemu dengannya, Liera hanya sedang mematangkan pikirannya, apakah keputusannya sudah benar atau belum, dan entah kenapa juga kepalanya sedikit pusing, dia juga ingin memakan sesuatu."Jadi kakak menyusul karena takut aku tidak memiliki teman?" Tanya Liera, setelah dirinya memasak sabuk pengaman dan setelah mobil sang kakak sudah meninggalkan area itu."lbu juga menyuruhku, jadi setelah pertemuan itu selesai aku memutuskan untuk kesini, tidak disangka akan ada Julian disana, kau bahkan biasa saja." Ucap Kiera, dia tidak kesal seharusnya Liera memberitahunya, tapi jika tidak kesana mungkin juga K
"Liera, pulanglah, aku sungguh merasa kosong kau tidak ada di villa," ucap Julian, dia merapikan rambut Liera yang sempat berantakan, jika dilihat seperti ini Liera banyak berubah, raut wajahnya, terus bibir dan pipinya sedikit kurus, apakah banyak hal dirinya pikirkan?Tapi semua tertutup dengan kecantikan hari ini, gaun yang sedikit membuat Julian kesal karena hampir mengekspos seluruh punggung istrinya, siapa yang telah merekomendasikan pakaian ini padanya?Liera mengangkat kepalanya untuk menatap Julian, dia ingin sekali pulang tapi setelah apa yang terjadi banyak hal membuat Liera terus mempertimbangkan banyak hal, dia tidak terus dibutakan oleh kebersamaan, dia juga tidak bisa terus menipu dan pura-pura tidak tahu."Kamu tahu, aku datang kesini setelah membatalkan jadwal rapatku, karena aku tidak mau menerima surat cerai yang kau kirim, Liera kenapa kamu melakukan itu? Aku tidak akan melupakanmu." Ucap Julian, itu benar. Dia baru saja akan kemba
MISS U Hari itu, hari dimana Liera berdiri dengan buket bunga ditangannya, suasana sakral benar-benar terasa selama dirinya berdiri disamping Asyla.Ya, hari ini sudah tiba dimana akhirnya Liera harus membantu teman menentukan pilihan hidupnya, sebagai satu saksi dari sekian banyak para undangan yang datang, Liera melihat ke depan saat waktunya mempelai pengantin wanita berjalan menuju altar.Seluruh tubuh liera hanya bisa melihat ke bawah, apa yang diharapkan?Kenapa selalu berkaitan dengan Julian, kenapa rasanya sulit mengangkat kepala di situasi seperti itu? Dirinya merusak suasana pernikahan bukan?"Liera, kamu baik-baik saja?" Tanya Asyla, dia sampai harus mengambil langkah untuk berdiri di samping sahabatnya, karena sejak datang Liera tidak pernah menunjukan wajah bahagianya, padahal semua orang tersenyum lebar di ruangan ini."Asyla, maafkan aku. Seperti kamu sadar, aku tidak berbohong jika aku masih bingung saat ini, aku
By FoundBeberapa hari kemudian.Hari ini rencananya jika memang tidak ada halangan, Julian akan melakukan terapi untuk kedua kalinya, terlalu dekat dengan terapi pertama, hanya berjarak tiga hari, padahal terapi ini hanya dianjurkan selama dua minggu sekali, tapi sekali lagi siapa yang bisa menghentikan keras pria itu?Tidak ada yang bisa, jika Julian sudah memintanya maka hal itu harus terjadi, walau resiko bisa lebih buruk dari yang pertama.Hari tidak ada bisa memberikan semangat atau sekedar kata untuk membuat Julian berpikir dua kali, baik Sean dan jake keduanya memiliki kepentingan masing-masing. lagipula siapa yang tahan bersama dirinya lebih dari tiga jam hanya satu orang.Liera.Tapi gadis itu sekarang sudah menyerah dan sekarang sedang menunggu dirinya untuk siapa menerima surat cerai darinya.Menyedihkan bukan?Ketika seseorang sedang berjuang untuk sebuah keberhasilan yang rasanya mustahil
Julian sepertinya di buat kembali pada masa lalu, ingatannya membawa dirinya pada kejadian asing tapi semua terasa begitu familiar, dia melihat dirinya di dalam kemacetan di lalu lintas jalan, dirinya mencoba kembali melangkah untuk melihat dengan jelas.Tapi saat melangkah mendaki Julian melihat dirinya yang keluar dari mobil dengan perasaan kesalnya, mengejar seseorang yang juga keluar dari mobil, dalam sebuah keributan itu dan kekacauan keadaan.Membuat Julian tidak bisa melangkah mendekati, kakinya terpaku dan dirinya takut untuk melihat apa yang terjadi pada dirinya saat ini, dia benci melihat kecelakaan, karena kecelakaan Sean yang membuat Julian saat itu trauma dan bahkan sempat membuat Julian tidak bisa melihat jalanan kota dengan tenang, apalagi berada di padatnya kemacetan."Tidak!" Teriak Julian saat melihat dirinya berlari untuk mendekati pria yang dirinya kejar, Julian tidak bisa melihat wajah itu dengan jelas, hingga akhirnya Julian mel