Home / Rumah Tangga / Nazar Poligami / Pesta yang Kacau

Share

Pesta yang Kacau

Author: Annisa DM
last update Huling Na-update: 2024-03-04 12:53:54

Bang Karmin kemudian lanjut menuju meja prasmanan. Ada banyak makanan yang kelihatan enak di sana. Sepertinya hasil rewang keluarga Bu Melvi atau mungkin catering.

Setelah itu, barulah Fitri naik dengan drama menyedihkan. Ia sudah meneteskan obat mata ke kedua matanya. Ia sengaja menahan kedip agar nanti bisa menangis pura-pura.

Melihat Fitri naik, Pak Burhan dan Bu Melvi saling lirik. Tapi, tak mungkin mereka mengusirnya tanpa alasan.

"Ayah ... !" panggil Fitri setengah berteriak sembari langsung memeluk Pak Burhan.

"Fitri, ngapain kamu disini?" bisik Pak Burhan sembari berusaha mengurai pelukan anaknya.

"Memangnya Fitri gak boleh, ya, menghadiri pesta Ayah?" tanya Fitri dengan wajah menyedihkan dan suara keras, sontak semua tamu melirik ke pelaminan.

Pak Burhan menarik nafas panjang, ia kesal bukan main. "Kamu cepat pulang saja, ngapain juga ke sini? Jangan-jangan disuruh ibumu ya?" tuduhnya tanpa pikir panjang.

Orkes dangdut yang ditampilkan seakan tak menarik lagi ketika mendengar suara Fitri bersahutan dengan ayahnya. Semua orang beralih menatap ke pelaminan.

Saat semua fokus pada pelaminan, Bang Karmin tengah memasukan makanan ke dalam piring.

Tamu yang mengantri di belakang Bang Karmin tak begitu banyak, dan kini sedang fokus ke belakang. Tepatnya melihat drama gratis dari ayah dan anak.

"Gak ada yang nyuruh aku ke sini. Tujuanku hanya ingin bertanya satu hal. Ayah, kenapa Ayah tega khianati cinta Ibu yang tulus! Kenapa?!" teriak Fitri dengan sikap yang didramatisir. Ia sengaja mengedipkan mata agar menangis.

"Ck, kamu!" Pak Burhan melotot ke arah Fitri. Matanya seperti hampir keluar dari tempatnya.

"Oh ya, satu lagi, aku kesini cuma ingin menyampaikan kalau Ayah kejam! Ayah tega sama aku dan Ibu!" Fitri berkata dengan berurai air mata. Suaranya mulai parau karena terbawa suasana. Tapi, masih terdengar keras agar ayah dan selingkuhannya malu.

Melihat drama gratis, para tamu nampak fokus dan berbisik-bisik. Sebelumnya mereka dapat informasi dari Bu Melvi kalau Bu Fatimah sudah mengizinkan dirinya jadi istri kedua.

"Asal tahu saja, Ibu menangis semalaman karena Ayah!" pekik Fitri semakin histeris, menumpahkan isi hatinya. Kini, ia benar-benar menangis dan emosi. Semua jadi satu dalam dadanya.

Pak Burhan, mematung melihat tingkah anaknya. Tapi, hatinya sungguh gera bukan main.

"Hentikan, Fit! Hentikan ...!!" teriaknya sembari mengangkat tangan.

"Tampar, Yah! Tampar!" tantang Fitri dengan nada menantang.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi mulus gadis itu. Rasanya panas dan perih, bukan hanya di pipi, melainkan tembus sampai ke hati.

"Satpam bawa anak ini!" perintah Pak Burhan pada satpam yang ada di sana.

Ia benar-benar lepas kendali. Meskipun begitu, ada rasa menyesal di hatinya. Kenapa juga ia harus sampai menampar Fitri yang merupakan darah dagingnya.

Dua satpam menghampiri Fitri dan memegang tangannya. Gadis itu diseret dengan keras.

"Ayah kejam! Biadab ...!!" Fitri berteriak histeris. Tangisnya pecah disertai derai air mata.

"Lepas, aku bisa keluar sendiri!" Fitri berontak dan berjalan sendiri. Ia menunduk sembari menyeka air mata yang masih saja menyeruak dari kedua pelupuk matanya.

'Kenapa aku malah kebawa perasaan sih?' gerutu Fitri pada dirinya sendiri.

Ia kini hanya duduk termenung di jok motor Bang Karmin. Kepalanya menunduk menghindari tatapan para warga yang masih menuju ke arahnya.

"Ya ampun! Kenapa ada kecoa di makanan saya!" teriak Bang Karmin yang telah menghabiskan separuh makanan yang tadi ia isi sangat banyak di piring.

Ia sengaja mengambil makanan seperti dua porsi orang dewasa. Otomatis semua tamu meliriknya dan mulai menghentikan makanannya.

Orang yang tadi mengantri di belakang Bang Karmin tengah mengambil lauk, tanpa sengaja ia menyendok seekor kecoa juga ke makanannya.

"Ih, jorok banget, sih, ini kenapa ada kecoa!" teriak seorang ibu yang tadi menyendok lauk ke piringnya.

Pengantin di pelaminan mulai resah. Mereka tak menyangka akan ada kejadian menjijikan di hidangan yang disediakan.

"Wah, gak bener ini yang masaknya! Apa jangan-jangan katering murah!" seru Bang Karmin menambah kegaduhan suasana.

Orang-orang yang sedang mengantre makanan menatap wadah berisi makanan. Saat diaduk di setiap wadah terdapat binatang menjijikan. Mulai dari kecoak, cicak, bahkan anak tikus.

Beberapa orang langsung muntah melihat itu. Sementara Bang Karmin langsung melarikan diri. Tugasnya sudah selesai.

"Ayo, Neng!" ajak Bang Karmin sembari naik ke atas motornya.

Fitri segera naik ke atas motor, di belokan jalan mereka berhenti karena Fitri ingin menyaksikan hasil kerja mereka.

****

Di pesta, semuanya kacau, para tamu menahan mual dan segera menghentikan makan mereka. Beberapa orang langsung muntah di sana.

Berbagai umpatan di lontarkan pada pasangan pengantin baru tersebut.

"Gembar-gembor makanan mewah, nyatanya jorok!"

"Nikah, hasil nyakitin istri pertama, sih, jadi gini!"

"Pasangan, gak punya otak!" caci yang lainnya.

Mereka langsung bubar meninggalkan tempat pesta. Bahkan kebanyakan tak memberi amplop pada pengantin. Karena tidak jadi makan.

Alhasil, pesta pernikahan itu kosong melompong tanpa tamu. Sementara makanan masih sangat banyak. Tapi, tak ada yang mau makan setelah kejadian menjijikan tadi.

"Ini pasti ulah anakmu, Mas! Lihat, semua orang pergi!" pekik Bu Melvi melihat semua tamunya berhamburan keluar.

"Kenapa kamu nyalahin, Fitri?! Dia gak makan, kok, tadi!" bentak Pak Burhan dengan geram.

Bagaimanapun ia tak suka Fitri disalahkan. Jelas-jelas anaknya tadi tak makan sama sekali.

"Ya, siapa tahu aja anakmu itu punya ilmu apa gitu. Ah ... gagal sudah pestaku!" pekik Bu Melvi lagi kemudian duduk di kursi pelaminan dengan wajah kusut masai.

"Kamu yang gak becus nyiapin pestanya! Coba kalau pesen katering itu dicek dulu kek!" Pak Burhan masih tak mau kalah.

Ia berdiri sembari menunjuk-nunjuk wajah Bu Melvi.

"Kok, kamu jadi nyalahin aku, sih?!" Bu Melvi tak terima disalahkan. Ia pun ikut berdiri dan berkacak pinggang di depan suami barunya itu.

"Terus, harus salahkan siapa lagi? Kan kamu yang nyiapin semuanya! Berarti kamu yang gak becus!"

"Enak aja, aku kan minta pernikahan di hotel. Duit kamu aja yang kurang. Dasar lelaki kere!" Bu Melvi memelototi suaminya tanpa rasa takut.

"Ah ... sudahlah! Kamu emang keras kepala!" Pak Burhan kembali duduk di kursi pelaminan sembari menatap pesta yang sudah kosong.

"Tau, ah!" Bu Melvi pun melengos pergi ke dalam rumah.

Ia berjalan tergesa-gesa dan langsung masuk kedalam kamar pengantin. Menjatuhkan diri di kasur yang sudah bertaburan kelopak bunga mawar.

Ia sangat marah dan malu atas kejadian tadi. Sungguh ini bukan pesta pernikahan yang ia harapkan. Meskipun bukan pernikahan yang pertama.

"Awas aja, gak aku kasih jatah si Burhan itu," gerutu Bu Melvi kesal.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Nazar Poligami    Pencarian Bu Melvi

    31Bu Melvi membuka matanya. Ia baru saja sadar dari bius yang disuntikkan ke tubuhnya. Netranya mengedar kesana-kemari. Ia tak mengenal tempat itu. "Duh, di mana aku?" gumam Bu Melvi dengan kepala yang masih terasa berat. Ia kembali menajamkan penglihatan. Ruangan itu nampak seperti gudang. Banyak barang-barang bekas di sana. Belum lagi debu yang begitu tebal dan membuat sesak pernapasan. Bu Melvi tidak bisa lari kemanapun. Tangan dan kakinya terikat ke sebuah kursi. Perutnya juga mulai keroncongan karena belum makan sejak pagi. "Hai, Dek Melvi sayang ...." Tiba-tiba sebuah suara bariton terdengar menggema di ruangan tersebut. Pak Bastoni mendekat dengan ditemani dua bodyguard-nya. "Gimana? Mau terus di sini atau kita ke hotel?" tanya Pak Bastoni dengan tatapan nakal yang memuakkan. "Aku udah gak mau punya hubungan sama kamu, Mas! Aku capek! Gak liat waktu harus keluar cuma buat muasin kamu!" pekik Bu Melvi dengan emosi. Ya, kadang permintaan lelaki hidung belang ini membuatn

  • Nazar Poligami    Bu Melvi ditawan

    Qintan dan Bu Fatimah sampai di rumah menjelang isya. Banyak hal yang mereka bicarakan di sana. Sehingga memakan waktu cukup lama. "Bunda, Mbak, betah banget di rumah paman. Jadi, gimana ceritanya?" tanya Fitri dengan antusias setelah menyalami tangan ibu dan kakak iparnya. "Belum juga duduk," jawab Qintan sembari menjatuhkan bobot di sofa. Bu Fatimah pun duduk di sana. Ia menghela napas sejenak. Fitri menyediakan minum untuk ibunya. "Alhamdulillah, Ibu rasanya lebih tenang. Apalagi aset kalian sudah aman. Setidaknya kalaupun rumah tangga Ibu di ujung tanduk, kalian akan tetap dapat bagian," tutur Bu Fatimah dengan senyum tulus. Baginya sekarang anak-anaknya yang terpenting. Masalah suaminya sudah nomor sekian. "Alhamdulillah ... Oh ya, Bu aku mau cerita. Tapi, belum sempat dari kemarin," ungkap Fitri teringat sesuatu. Ibunya sekarang sudah nampak lebih tenang. Bahkan mungkin jika harus kehilangan sosok suami sekalipun. Jadi, ini waktu yang tepat untuk mengungkapkan hal yang di

  • Nazar Poligami    Pak Bastoni (Selingkuhan Bu Melvi)

    Bu Fatimah terdiam sejenak. Rasanya tak enak mengungkapkan alasan dari penamaan surat itu. Seperti membuka aib suaminya sendiri. "Bicarakan saja Fatimah. Ini termasuk dari salah satu ghibah yang diperbolehkan," ucap Bang Furqon meyakinkan adiknya. "Jadi begini, suami saya selalu berkata malu jika orang tahu itu dari uang saya. Juga beralasan untuk masa depan anak. Katanya gak masalah atas nama siapapun suratnya. Tapi, nyatanya satu surat tanah kebun digadai demi istri barunya. Saya tidak mau semuanya habis," jelas Bu Fatimah panjang lebar.Pak Dinan mengangguk-ngangguk sambil melihat lihat beberapa surat berharga di tangannya. Semuanya atas nama Pak Burhan. "Saya akan bantu sebisanya. Semoga saja prosesnya cepat selesai. Sehingga semuanya akan utuh menjadi milik Ibu." Pak Dinan menjawab dengan tenang. "Amiinn, semoga saja." Bu Fatimah dan yang lainnya turut mengaminkan. Sebenarnya Pak Dinan telah banyak menangani kasus seperti ini. Jadi, bukan hal baru baginya. Mereka kemudian k

  • Nazar Poligami    Komisaris

    "Ya Allah, sebenarnya ada apa ini? Kenapa rasanya hatiku tidak nyaman begini? Ada apa dengan suamiku?" gumam Bu Fatimah lirih. Ia tengah berada di kamar sendiri. Namun, merasa tidak enak hati sejak kemarin. Ia belum tahu persis penyebabnya. Hanya saja pikirannya tiba-tiba teringat suaminya."Fit, kapan kamu mau ke sana lagi?" tanya Bu Fatimah lembut.Hanya Fitri yang bisa menjadi matanya saat ini. Ia begitu khawatir pada suaminya. Bagaimanapun Pak Burhan masih berstatus sebagai pendamping hidupnya. "Aku lagi sibuk ujian, Bu. Malas kalau harus tinggal di sana, nanti ajalah ya Bu? Aku mau fokus ujian dulu," jawab Fitri dengan berat hati. Ia menatap ibunya penuh harap. Sehingga dengan terpaksa Bu Fatimah mengiyakan."Semoga ujian kamu lancar ya, Sayang." Bu Fatimah membelai kepala putrinya. "Aamiin ...." Fitri tersenyum lebar mendengar ucapan ibunya. Tak lama kemudian, pintu utama diketuk. Rupanya Qintan yang sudah nyelonong masuk sebelum dibukakan. "Bu, udah siap?" tanya Qintan de

  • Nazar Poligami    Orang Pintar

    Mobil menyusuri jalanan yang lebarnya hanya sekitar tiga meter, belum beraspal, dan jarang kendaraan. Di sisi jalan jarak antara rumah satu dan yang lainnya sangat jauh. Tidak seperti di kota yang berdempet dan sesak."Kapan sampainya ini udah di pelosok desa begini loh, Dek?" tanya Pak Burhan sembari menatap ke depan. Badannya sudah pegal-pegal karena terus duduk di dalam mobil. Rasanya ia tak ingin ke tempat itu untuk kedua kalinya. "Sabar kenapa sih. Lagian aku ini yang nyetir, ribut banget," sahut Bu Melvi dengan ketus. Setelah satu jam dari jalan sepi itu, mereka tiba di sebuah rumah dari anyaman bambu. Halamannya cukup luas dengan pasir pantai yang hitam. "Sudah sampai, cepat turun!" titah Bu Melvi sembari keluar dari mobil. Pak Burhan mengikuti istrinya. Sejenak ia merenggangkan badan yang terasa begitu pegal. Mereka lalu berjalan ke pintu masuk rumah. Rumah itu sederhana dan rapi, seperti rumah desa pada umumnya. Tidak seperti rumah dukun dalam cerita-cerita film horor.

  • Nazar Poligami    Perjalanan Panjang

    "Dek, bangun! Katanya mau berangkat menemui gurumu!" Pak Burhan mengguncang tubuh Bu Melvi di pagi buta. "Entar siangan, Mas. Aku masih ngantuk banget ini!" Bu Melvi malah berbalik dan membelakangi Pak Burhan. Memang tidak biasanya ia bangun jam segitu sejak menikah. Mereka selalu bangun jika matahari sudah meninggi. "Padahal aku ingin segera bertemu guru itu, biar tokoku cepat laris," gerutu Pak Burhan yang tak digubris sama sekali oleh Bu Melvi. Namun, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa kalau istrinya sudah berkata. "Siapin sarapan dulu, gih! Biar nanti aku bangun tinggal sarapan terus berangkat!" titah Bu Melvi tanpa menoleh ke arah suaminya.Pak Burhan menurut dan lekas pergi ke dapur. Ia hanya bisa masak nasi goreng ala-ala sendiri, jadilah itu yang dimasaknya. Tapi, rasanya lumayan enak. Setelah selesai, Pak Burhan memanggil Bu Melvi untuk sarapan. Tapi, karena masih terlalu pagi Bu Melvi enggan untuk bangun. Ia masih betah bergelung di bawah selimutnya yang tebal. "Baru j

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status