Share

Pesta yang Kacau

Bang Karmin kemudian lanjut menuju meja prasmanan. Ada banyak makanan yang kelihatan enak di sana. Sepertinya hasil rewang keluarga Bu Melvi atau mungkin catering.

Setelah itu, barulah Fitri naik dengan drama menyedihkan. Ia sudah meneteskan obat mata ke kedua matanya. Ia sengaja menahan kedip agar nanti bisa menangis pura-pura.

Melihat Fitri naik, Pak Burhan dan Bu Melvi saling lirik. Tapi, tak mungkin mereka mengusirnya tanpa alasan.

"Ayah ... !" panggil Fitri setengah berteriak sembari langsung memeluk Pak Burhan.

"Fitri, ngapain kamu disini?" bisik Pak Burhan sembari berusaha mengurai pelukan anaknya.

"Memangnya Fitri gak boleh, ya, menghadiri pesta Ayah?" tanya Fitri dengan wajah menyedihkan dan suara keras, sontak semua tamu melirik ke pelaminan.

Pak Burhan menarik nafas panjang, ia kesal bukan main. "Kamu cepat pulang saja, ngapain juga ke sini? Jangan-jangan disuruh ibumu ya?" tuduhnya tanpa pikir panjang.

Orkes dangdut yang ditampilkan seakan tak menarik lagi ketika mendengar suara Fitri bersahutan dengan ayahnya. Semua orang beralih menatap ke pelaminan.

Saat semua fokus pada pelaminan, Bang Karmin tengah memasukan makanan ke dalam piring.

Tamu yang mengantri di belakang Bang Karmin tak begitu banyak, dan kini sedang fokus ke belakang. Tepatnya melihat drama gratis dari ayah dan anak.

"Gak ada yang nyuruh aku ke sini. Tujuanku hanya ingin bertanya satu hal. Ayah, kenapa Ayah tega khianati cinta Ibu yang tulus! Kenapa?!" teriak Fitri dengan sikap yang didramatisir. Ia sengaja mengedipkan mata agar menangis.

"Ck, kamu!" Pak Burhan melotot ke arah Fitri. Matanya seperti hampir keluar dari tempatnya.

"Oh ya, satu lagi, aku kesini cuma ingin menyampaikan kalau Ayah kejam! Ayah tega sama aku dan Ibu!" Fitri berkata dengan berurai air mata. Suaranya mulai parau karena terbawa suasana. Tapi, masih terdengar keras agar ayah dan selingkuhannya malu.

Melihat drama gratis, para tamu nampak fokus dan berbisik-bisik. Sebelumnya mereka dapat informasi dari Bu Melvi kalau Bu Fatimah sudah mengizinkan dirinya jadi istri kedua.

"Asal tahu saja, Ibu menangis semalaman karena Ayah!" pekik Fitri semakin histeris, menumpahkan isi hatinya. Kini, ia benar-benar menangis dan emosi. Semua jadi satu dalam dadanya.

Pak Burhan, mematung melihat tingkah anaknya. Tapi, hatinya sungguh gera bukan main.

"Hentikan, Fit! Hentikan ...!!" teriaknya sembari mengangkat tangan.

"Tampar, Yah! Tampar!" tantang Fitri dengan nada menantang.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi mulus gadis itu. Rasanya panas dan perih, bukan hanya di pipi, melainkan tembus sampai ke hati.

"Satpam bawa anak ini!" perintah Pak Burhan pada satpam yang ada di sana.

Ia benar-benar lepas kendali. Meskipun begitu, ada rasa menyesal di hatinya. Kenapa juga ia harus sampai menampar Fitri yang merupakan darah dagingnya.

Dua satpam menghampiri Fitri dan memegang tangannya. Gadis itu diseret dengan keras.

"Ayah kejam! Biadab ...!!" Fitri berteriak histeris. Tangisnya pecah disertai derai air mata.

"Lepas, aku bisa keluar sendiri!" Fitri berontak dan berjalan sendiri. Ia menunduk sembari menyeka air mata yang masih saja menyeruak dari kedua pelupuk matanya.

'Kenapa aku malah kebawa perasaan sih?' gerutu Fitri pada dirinya sendiri.

Ia kini hanya duduk termenung di jok motor Bang Karmin. Kepalanya menunduk menghindari tatapan para warga yang masih menuju ke arahnya.

"Ya ampun! Kenapa ada kecoa di makanan saya!" teriak Bang Karmin yang telah menghabiskan separuh makanan yang tadi ia isi sangat banyak di piring.

Ia sengaja mengambil makanan seperti dua porsi orang dewasa. Otomatis semua tamu meliriknya dan mulai menghentikan makanannya.

Orang yang tadi mengantri di belakang Bang Karmin tengah mengambil lauk, tanpa sengaja ia menyendok seekor kecoa juga ke makanannya.

"Ih, jorok banget, sih, ini kenapa ada kecoa!" teriak seorang ibu yang tadi menyendok lauk ke piringnya.

Pengantin di pelaminan mulai resah. Mereka tak menyangka akan ada kejadian menjijikan di hidangan yang disediakan.

"Wah, gak bener ini yang masaknya! Apa jangan-jangan katering murah!" seru Bang Karmin menambah kegaduhan suasana.

Orang-orang yang sedang mengantre makanan menatap wadah berisi makanan. Saat diaduk di setiap wadah terdapat binatang menjijikan. Mulai dari kecoak, cicak, bahkan anak tikus.

Beberapa orang langsung muntah melihat itu. Sementara Bang Karmin langsung melarikan diri. Tugasnya sudah selesai.

"Ayo, Neng!" ajak Bang Karmin sembari naik ke atas motornya.

Fitri segera naik ke atas motor, di belokan jalan mereka berhenti karena Fitri ingin menyaksikan hasil kerja mereka.

****

Di pesta, semuanya kacau, para tamu menahan mual dan segera menghentikan makan mereka. Beberapa orang langsung muntah di sana.

Berbagai umpatan di lontarkan pada pasangan pengantin baru tersebut.

"Gembar-gembor makanan mewah, nyatanya jorok!"

"Nikah, hasil nyakitin istri pertama, sih, jadi gini!"

"Pasangan, gak punya otak!" caci yang lainnya.

Mereka langsung bubar meninggalkan tempat pesta. Bahkan kebanyakan tak memberi amplop pada pengantin. Karena tidak jadi makan.

Alhasil, pesta pernikahan itu kosong melompong tanpa tamu. Sementara makanan masih sangat banyak. Tapi, tak ada yang mau makan setelah kejadian menjijikan tadi.

"Ini pasti ulah anakmu, Mas! Lihat, semua orang pergi!" pekik Bu Melvi melihat semua tamunya berhamburan keluar.

"Kenapa kamu nyalahin, Fitri?! Dia gak makan, kok, tadi!" bentak Pak Burhan dengan geram.

Bagaimanapun ia tak suka Fitri disalahkan. Jelas-jelas anaknya tadi tak makan sama sekali.

"Ya, siapa tahu aja anakmu itu punya ilmu apa gitu. Ah ... gagal sudah pestaku!" pekik Bu Melvi lagi kemudian duduk di kursi pelaminan dengan wajah kusut masai.

"Kamu yang gak becus nyiapin pestanya! Coba kalau pesen katering itu dicek dulu kek!" Pak Burhan masih tak mau kalah.

Ia berdiri sembari menunjuk-nunjuk wajah Bu Melvi.

"Kok, kamu jadi nyalahin aku, sih?!" Bu Melvi tak terima disalahkan. Ia pun ikut berdiri dan berkacak pinggang di depan suami barunya itu.

"Terus, harus salahkan siapa lagi? Kan kamu yang nyiapin semuanya! Berarti kamu yang gak becus!"

"Enak aja, aku kan minta pernikahan di hotel. Duit kamu aja yang kurang. Dasar lelaki kere!" Bu Melvi memelototi suaminya tanpa rasa takut.

"Ah ... sudahlah! Kamu emang keras kepala!" Pak Burhan kembali duduk di kursi pelaminan sembari menatap pesta yang sudah kosong.

"Tau, ah!" Bu Melvi pun melengos pergi ke dalam rumah.

Ia berjalan tergesa-gesa dan langsung masuk kedalam kamar pengantin. Menjatuhkan diri di kasur yang sudah bertaburan kelopak bunga mawar.

Ia sangat marah dan malu atas kejadian tadi. Sungguh ini bukan pesta pernikahan yang ia harapkan. Meskipun bukan pernikahan yang pertama.

"Awas aja, gak aku kasih jatah si Burhan itu," gerutu Bu Melvi kesal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status