Share

Bab 7

CIT! CIT! CIT! 

Suara burung begitu merdu menyambut pagi yang cerah, udara segar dan dingin pun menyeruak masuk ke salah satu ruangan besar di mansion ini, yang juga terdapat dua insan di dalamnya.

"Ugh." Khania membuka mata dan mencoba untuk bangun. "Aku tidur lelap sekali," ujarnya sambil mengusap kedua mata.

Saat sadar akan sesuatu, Khania segera beranjak dan menghampiri tempat tidur. 

"Dia belum bangun," gumam Khania.

Leo masih tertidur.

Tak lama Khania pun mendekati untuk memeriksa bagaimana keadaan Leo, tangan mungilnya menyentuh dahi pria itu. "Syukurlah, sepertinya gejala semalam sudah hilang," gumamnya.

GREP!

"Siapa kau?"

Khania terkejut saat dengan tiba-tiba Leo bangun dan menatapnya tajam. 

SET! 

"Ahk!"

Gadis itu merasa tenggorokannya terbakar saat Leo mencekiknya dengan cepat. 

Entah apa yang terjadi, tapi Khania bisa melihat tatapan kebencian pada diri pria itu.

"Aku bertanya padamu!" bentak Leo.

"Se- sesak," lirih Khania.

Rasa sakit mulai menjalar di lehernya, Khania mencoba berpikir untuk bisa keluar dari situasi ini.

Seketika dia teringat apa yang di katakan Leo kemarin malam.

"Dan berjanjilah, apapun yang terjadi, kau akan mengatakan bahwa kau adalah istriku." 

Khania merasa mungkin inilah yang dimaksud Leo, dan dia harus mengatakan sesuai pesan pria itu.

"Aku, aku adalah istrimu! Kita baru menikah kemarin, ini buktinya," ujar Khania sambil menunjukkan sebuah cincin di jari manisnya.

Sontak Leo melepaskan Khania dan bertanya, "Kau, istriku?"

Khania mencoba untuk mengatur napas, dia pun melihat pria itu sedang menatapnya seakan tak percaya. "Lihatlah, kau juga memakainya."

Leo melihat cincin serupa di jarinya, dan hal itu cukup membuktikan apa yang di katakan gadis di hadapannya itu adalah benar. 

"Ugh!" Tiba-tiba Leo memegangi kepalanya dan merintih kesakitan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Khania khawatir.

"Maafkan aku," ujar Leo dengan nada lirih. "Aku telah menyakitimu, Khania."

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kau seolah hilang ingatan sementara." Khania bertanya dengan ekspresi bingung.

Leo menatap Khania dan menjawab, "Benar, aku akan mengalami hilang ingatan sementara jika gejala seperti kemarin muncul."

"Gejala?"

Khania pun teringat saat kemarin tubuh pria itu mengalami demam dan menggigil secara misterius.

Kepala Leo menunduk. "Sejak kecil aku sudah vonis memiliki penyakit ini, walau efeknya hanya hilang ingatan sementara, tapi hal itu membuatku harus selalu waspada agar tidak ada yang memanfaatkannya," jelasnya.

Dengan sangat mudah Khania bisa paham maksud dari kalimat terakhir pria itu. "Jadi itu sebabnya kau tidak mau ada yang tahu, bahkan pelayan pribadimu?"

Herlan adalah pelayan pribadi Leo, Khania tahu itu dari Icha saat mengobrol beberapa waktu lalu.

"Ya, aku tidak percaya satu orang pun di rumah ini," jawab Leo dengan nada rendah. "Selain dirimu," lanjutnya sambil menatap Khania. 

"Apa?"

TOK! TOK! TOK!

BRAK! 

"LEO?"

Khania melihat sosok yang sudah lancang mendobrak pintu kamarnya. "Bibi Rebecca," gumam gadis itu. 

Rebecca menghampiri Leo dan berkata, "Aku khawatir, semalam kau tidak ada di kamarmu."

"Ck! Dasar ular," batin Khania. 

Dia merasa muak dengan ekting wanita paruh baya itu, jika saja Khania tidak tahu sifat aslinya, mungkin apa yang dilakukan Rebecca terlihat mulia di matanya. 

"Leo baik-baik saja, bibi Rebecca," ujar Khania. "Aku merawatnya semalam."

Penuturan Khania membuat Rebecca tersenyum sinis. "Benarkah? Kalau begitu kau ada gunanya juga," sindirnya.

"Hentikan, bibi Rebecca, anda boleh keluar sekarang," ujar Leo. 

"Tapi Leo." Rebecca terlihat enggan mendengarkan Leo. 

"Seperti yang anda lihat, saya baik-baik saja."

"Baiklah, aku juga ingin menyampaikan kalau keluarga Marquis dan Count akan datang besok," ujar Rebecca sambil berjalan pergi.

Khania melihat kepergian Rebecca dengan wajah jengkel, dia berharap tidak terlalu sering bertemu dengan wanita itu.

"Khania," panggil Leo.

"Ya?"

"Boleh aku meminta tolong padamu?" ujar pria itu. "Maaf, karena perjanjian itu, aku memaksamu untuk terlibat dalam masalahku."

"Tidak apa, itu sudah jadi tugasku sekarang," jawab Khania. "Kau mau minta tolong apa?"

"Besok kita akan kedatangan tamu dekat, aku harap kau bisa jaga rahasia tentang pernikahan kita yang sebenarnya," ujar Leo.

Tanpa ragu Khania menjawab, "Tentu, aku akan merahasiakannya."

"Dan sekali lagi, aku minta maaf untuk kejadian tadi." Leo menatap Khania dengan wajah sendu. 

Sejujurnya gadis itu masih kaget dengan yang menimpanya beberapa waktu lalu, dia bisa membayangkan jika ingatan Leo tidak cepat kembali, mungkin kini dirinya sudah mati tercekik.

"Tak apa, aku juga tahu kau tidak sengaja melakukannya," ujar Khania sambil tersenyum. 

Leo terdiam sesaat melihat gadis itu, tak ada alasan baginya untuk tidak membalas senyuman manis sang istri. "Hm, terima kasih."

"Kalau begitu sebaiknya kau bersiap, bukankah kau harus bekerja?" tanya Khania sambil melihat jam di dinding kamar.

"Tidak, aku cuti bulan madu selama satu minggu," jawab Leo masih dengan senyumannya.

"Cuti, bulan madu?"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status