Share

Bab 7

Author: R15
last update Last Updated: 2022-12-08 17:21:33

CIT! CIT! CIT! 

Suara burung begitu merdu menyambut pagi yang cerah, udara segar dan dingin pun menyeruak masuk ke salah satu ruangan besar di mansion ini, yang juga terdapat dua insan di dalamnya.

"Ugh." Khania membuka mata dan mencoba untuk bangun. "Aku tidur lelap sekali," ujarnya sambil mengusap kedua mata.

Saat sadar akan sesuatu, Khania segera beranjak dan menghampiri tempat tidur. 

"Dia belum bangun," gumam Khania.

Leo masih tertidur.

Tak lama Khania pun mendekati untuk memeriksa bagaimana keadaan Leo, tangan mungilnya menyentuh dahi pria itu. "Syukurlah, sepertinya gejala semalam sudah hilang," gumamnya.

GREP!

"Siapa kau?"

Khania terkejut saat dengan tiba-tiba Leo bangun dan menatapnya tajam. 

SET! 

"Ahk!"

Gadis itu merasa tenggorokannya terbakar saat Leo mencekiknya dengan cepat. 

Entah apa yang terjadi, tapi Khania bisa melihat tatapan kebencian pada diri pria itu.

"Aku bertanya padamu!" bentak Leo.

"Se- sesak," lirih Khania.

Rasa sakit mulai menjalar di lehernya, Khania mencoba berpikir untuk bisa keluar dari situasi ini.

Seketika dia teringat apa yang di katakan Leo kemarin malam.

"Dan berjanjilah, apapun yang terjadi, kau akan mengatakan bahwa kau adalah istriku." 

Khania merasa mungkin inilah yang dimaksud Leo, dan dia harus mengatakan sesuai pesan pria itu.

"Aku, aku adalah istrimu! Kita baru menikah kemarin, ini buktinya," ujar Khania sambil menunjukkan sebuah cincin di jari manisnya.

Sontak Leo melepaskan Khania dan bertanya, "Kau, istriku?"

Khania mencoba untuk mengatur napas, dia pun melihat pria itu sedang menatapnya seakan tak percaya. "Lihatlah, kau juga memakainya."

Leo melihat cincin serupa di jarinya, dan hal itu cukup membuktikan apa yang di katakan gadis di hadapannya itu adalah benar. 

"Ugh!" Tiba-tiba Leo memegangi kepalanya dan merintih kesakitan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Khania khawatir.

"Maafkan aku," ujar Leo dengan nada lirih. "Aku telah menyakitimu, Khania."

"Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Kau seolah hilang ingatan sementara." Khania bertanya dengan ekspresi bingung.

Leo menatap Khania dan menjawab, "Benar, aku akan mengalami hilang ingatan sementara jika gejala seperti kemarin muncul."

"Gejala?"

Khania pun teringat saat kemarin tubuh pria itu mengalami demam dan menggigil secara misterius.

Kepala Leo menunduk. "Sejak kecil aku sudah vonis memiliki penyakit ini, walau efeknya hanya hilang ingatan sementara, tapi hal itu membuatku harus selalu waspada agar tidak ada yang memanfaatkannya," jelasnya.

Dengan sangat mudah Khania bisa paham maksud dari kalimat terakhir pria itu. "Jadi itu sebabnya kau tidak mau ada yang tahu, bahkan pelayan pribadimu?"

Herlan adalah pelayan pribadi Leo, Khania tahu itu dari Icha saat mengobrol beberapa waktu lalu.

"Ya, aku tidak percaya satu orang pun di rumah ini," jawab Leo dengan nada rendah. "Selain dirimu," lanjutnya sambil menatap Khania. 

"Apa?"

TOK! TOK! TOK!

BRAK! 

"LEO?"

Khania melihat sosok yang sudah lancang mendobrak pintu kamarnya. "Bibi Rebecca," gumam gadis itu. 

Rebecca menghampiri Leo dan berkata, "Aku khawatir, semalam kau tidak ada di kamarmu."

"Ck! Dasar ular," batin Khania. 

Dia merasa muak dengan ekting wanita paruh baya itu, jika saja Khania tidak tahu sifat aslinya, mungkin apa yang dilakukan Rebecca terlihat mulia di matanya. 

"Leo baik-baik saja, bibi Rebecca," ujar Khania. "Aku merawatnya semalam."

Penuturan Khania membuat Rebecca tersenyum sinis. "Benarkah? Kalau begitu kau ada gunanya juga," sindirnya.

"Hentikan, bibi Rebecca, anda boleh keluar sekarang," ujar Leo. 

"Tapi Leo." Rebecca terlihat enggan mendengarkan Leo. 

"Seperti yang anda lihat, saya baik-baik saja."

"Baiklah, aku juga ingin menyampaikan kalau keluarga Marquis dan Count akan datang besok," ujar Rebecca sambil berjalan pergi.

Khania melihat kepergian Rebecca dengan wajah jengkel, dia berharap tidak terlalu sering bertemu dengan wanita itu.

"Khania," panggil Leo.

"Ya?"

"Boleh aku meminta tolong padamu?" ujar pria itu. "Maaf, karena perjanjian itu, aku memaksamu untuk terlibat dalam masalahku."

"Tidak apa, itu sudah jadi tugasku sekarang," jawab Khania. "Kau mau minta tolong apa?"

"Besok kita akan kedatangan tamu dekat, aku harap kau bisa jaga rahasia tentang pernikahan kita yang sebenarnya," ujar Leo.

Tanpa ragu Khania menjawab, "Tentu, aku akan merahasiakannya."

"Dan sekali lagi, aku minta maaf untuk kejadian tadi." Leo menatap Khania dengan wajah sendu. 

Sejujurnya gadis itu masih kaget dengan yang menimpanya beberapa waktu lalu, dia bisa membayangkan jika ingatan Leo tidak cepat kembali, mungkin kini dirinya sudah mati tercekik.

"Tak apa, aku juga tahu kau tidak sengaja melakukannya," ujar Khania sambil tersenyum. 

Leo terdiam sesaat melihat gadis itu, tak ada alasan baginya untuk tidak membalas senyuman manis sang istri. "Hm, terima kasih."

"Kalau begitu sebaiknya kau bersiap, bukankah kau harus bekerja?" tanya Khania sambil melihat jam di dinding kamar.

"Tidak, aku cuti bulan madu selama satu minggu," jawab Leo masih dengan senyumannya.

"Cuti, bulan madu?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyonya Satu Miliar   Bab 27

    Suasana malam terlihat begitu indah dengan hamparan bintang juga bulan yang bersinar terang. Pemandangan yang cukup memanjakan mata sosok yang tengah terduduk dan menatap keluar jendela kamar. Manik hitamnya menatap ke atas langit. "Indah sekali," gumamnya. "Benarkah?." Suara berat itu lantas membuat Khania terlonjak kaget, diapun segera menoleh dan melihat Leo sudah memakai piyama. Penampilan pria itu sukses membuat wajah Khania merona. Dengan rambutnya yang masih basah dan baju piyama tanpa dikancing. "Rapikan bajumu, kenapa terlihat seperti itu?," tanya Khania sambil menoleh ke arah lain. Melihat respon sang istri membuat Leo tersenyum menyeringai. "Agar lebih erotis." "Astaga, dia memang serius tentang malam pertama!" batin Khania pasrah. Dengan penuh persiapan diri dan mental, Khania pun berjalan menuju tempat tidur lalu duduk. Gadis itu menutup mata dan menunggu Leo datang menghampiri. "Kau sedang apa?" tanya Leo bingung. "Jangan banyak bicara, ayo

  • Nyonya Satu Miliar   Bab 26

    Seakan terkena petir di siang bolong, kini gadis itu terdiam seribu bahasa, membuat lawan bicaranya bingung."Bagaimana?" tanya Leo yang sedari tadi menunggu jawaban.Wajah cantik Khania semakin pucat, dia benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, baginya hal ini sungguh di luar dugaan."Itu ...""Hm?"Entah kenapa kini gadis itu merasa sebal dengan ekspresi sang suami yang sedang menggodanya."Aku tahu ini akan terjadi, tapi ... Kenapa terasa sangat memalukan?" jerit Khania dalam hati. "Lihat wajahnya! Menyebalkan!""Aku tidak ingin ada penolakan, kau mengerti?" bisik Leo dengan senyum menyeringai."HIIYYY!" Seketika tubuh Khania merinding saat mendengar ancaman itu. Dia tidak menyangka sampai seperti itu Leo menunjukkan keinginannya."Baiklah, jika sudah selesai akan aku antar kalian pulang," ujar Leo beranjak dari tempat duduknya. "Mari, nyonya." Sambungnya sambil mempersilahkan Khania berdiri."Mereka berdua sangat romantis.""Khania benar-benar beruntung.""Tuan Leo sangat gentle

  • Nyonya Satu Miliar   Bab 25

    "Khania, semua ini ... Yang benar saja," ujar Rosi tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Berlian dengan berbagai ukuran dan warna berjejer di depan mereka, terlihat pula para pegawai toko tengah sibuk mencari stok lain karena Khania memintanya. "Pilihlah saja dulu, aku yang akan bertanggung jawab." Khania menjawab sambil melihat salah satu berlian dengan ukuran sedang. "Aku ingin, tapi ... Apa ini mimpi?" tanya Dina sambil mencubit pipinya. "Khania, semua ini, beneran tidak apa-apa?" tanya Rosi berulang kali. Khania menjawab keraguan teman-temannya dengan senyum manis. "Ya, sepertinya Leo memang sudah sengaja mempersiapkannya untuk kita." Keraguan Khania hilang saat mendapat pesan dari Leo, pria itu memberikan secarik kertas lewat pelayannya dan bertuliskan agar Khania tidak membatasi keinginannya, karena sebagai seorang Duchess, dia berhak mendapatkan itu semua. Di sisi lain Leo tidak mau dibilang suami yang pelit karena tidak memberikan kebebasan dalam hal keuanga

  • Nyonya Satu Miliar   Bab 24

    "ARRGGHH! HENTIKAN!" Teriak sosok itu saat Leo mencengkram pergelangan tangannya semakin keras, satu orang lainnya hanya melihat kejadian itu dengan tatapan ngeri. "Hey! Ada apa ini?" "Ya ampun!" Dina dan Riki sangat kaget saat masuk ke dalam rumah Rosi dan melihat apa yang sedang terjadi. "Akan kupatahkan semua tulang-tulangmu," gumam Leo penuh amarah. "AARGHH!" "Leo! Hentikan!" teriak Khania merasa tidak tega. "Yah, aku tahu kau pasti berkata begitu," ujar Leo menghela napas, dengan cepat dia pun melepaskan tangan pria itu. "Sebenarnya siapa kalian berdua?" Khania pun menghampiri Leo dan menjelaskan apa yang terjadi. "Mereka adalah paman Rosi, kedatangannya kemari untuk mengambil alih rumah ini, padahal Rosi membayarnya dengan mencicil dan sudah berjalan selama lima tahun." "Pantas saja, jika dilihat dari sikap mereka yang berani, sepertinya mereka memiliki hak yang lebih kuat," batin Leo. "Aku tidak boleh gegabah." "Kalian orang luar jangan ikut campur, ini adalah urusa

  • Nyonya Satu Miliar   Bab 23

    Terpaan angin lembut berhembus di padang rumput dan luas itu. Sinar mentari mulai naik menunjukkan eksistensinya, juga sebagai tanda makhluk hidup di bawahnya harus memulai aktivitas mereka. Suara decitan gir sepeda beberapa sosok itu menambah suasana pagi di sana menjadi lebih ramai, ada pula di antaranya selalu berhenti setelah melaju beberapa meter. "Rosi, sepertinya rantai sepedamu sudah gabisa dipakai," ujar Riki saat mencoba memperbaiki. Mendengar itu Khania pun segera menghampiri. "Rantainya putus?" Riki mengangguk. "Kau pakai punyaku saja, biar aku yang dorong sepedamu," ujar Riki pada Rosi. "Gausah ki, rumahku udah deket ko," ujar Rosi. "Rosi benar, sebaiknya kita dorong sepeda bersama-sama agar tidak ada yang tertinggal." Khania pun berjalan menghampiri Leo. "Kau tak keberatan kan?" "Tentu," jawab Leo sambil turun dan mendorong sepeda milik Khania. Beberapa menit mereka berjalan beriringan, melewati padang rumput itu hingga tiba di area sungai. Manik Khania menatap

  • Nyonya Satu Miliar   Bab 22

    "Khania! Sebelah sini!" Khania menolehkan wajah dan mendapati Dina dan tiga orang gadis sebaya dengannya sedang duduk di sebuah pondok kecil. Dia pun segera mengayuh sepedanya lalu menghampiri mereka. "Maaf aku terlambat," ujar sambil terengah. Ke empat sosok itu tertawa lepas saat melihat Khania yang kelelahan karena mengendarai sepeda. "Kau jarang olahraga ya?" tanya salah satu dari mereka. Khania hanya tersenyum malu, mereka sangat tahu dirinya sejak dulu, sebenarnya dia di kenal sebagai anak yang lincah dan tidak kenal lelah, tak heran jika kini mereka merasa asing saat tahu dirinya banyak berubah. "Ah benar juga, di mana suamimu? Bukankah kau mau ajak dia jalan-jalan juga?" tanya Dina. Khania menyimpan sepedanya lalu duduk di antara teman-temannya. "Sepertinya Leo tidak akan ikut, aku takut dia kelelahan karena baru selesai melakukan pekerjaan." Meski sudah mencoba untuk tidak egois, tapi tidak dipungkiri Khania sangat ingin kehadiran sosok Leo saat ini. Sejak kepergiann

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status