Masuk"Ya," kata Anastasya menjawab sambil menoleh, penasaran siapa yang memanggilnya.
"Apakah ada yang kamu cari?" Anastasya menggenggam tangan seseorang yang kini berada di hadapannya, ternyata benar suaminya yang datang. Awalnya, ia merasa terkejut dan cemas tentang apa yang Samuel mungkin ketahui mengenai percakapannya bersama Alesha. Namun, dari pertanyaannya, sepertinya memang Samuel tidak mengetahuinya. "Ya, Samuel, aku sedang mencari makanan, tadi perutku lapar," ungkap Anastasya, berusaha mengalihkan kecurigaannya agar Samuel tidak menebak yang lain. "Begitu, jika itu yang terjadi, aku akan mengambilnya untuk kamu, tapi sekarang, kamu masuk ke dalam kamar, tadi aku terbangun dan kamu tidak ada di tempat tidur, Papa menghubungiku untuk menanyakan tentang kamu, dan mungkin Papa akan segera datang ke sini, Papa selalu rindu dengan kamu dan calon cucunya," kata Samuel menjelaskan. Anastasya mengangguk, "Aku masuk sekarang, sepertinya aku tidak mau makan lagi, kita bisa langsung kembali ke dalam kamar, aku yakin Papa sudah tidak sabar menanti kelahiran cucunya, aku akan menunggu Papa tiba di sini, tetapi percayalah, Samuel, mungkin Papa tidak akan menyukai Alesha yang ada di sini," kata Anastasya mengungkapkan pandangannya tentang Alesha. Samuel dengan lembut menarik tangan Anastasya, tetapi ekspresinya menunjukkan bahwa dia menyimpan sesuatu yang tidak bisa ditebak oleh Anastasya. "Jangan memikirkan hal-hal lain, yang paling penting adalah kamu harus beristirahat," kata Samuel sambil mencium kening Anastasya. "Ya, Samuel," balas Anastasya, ia segera masuk ke dalam kamar. Setelah memastikan Anastasya sudah pulas, Samuel pergi menemui Alesha. "Malam Alesha, apakah kamu sudah tidur?" ia bertanya pelan saat memasuki kamar mereka. Alesha mendengar suara Samuel dan membuka matanya, lalu berlari untuk memeluk suaminya. "Sam, aku rindu padamu," ucap Alesha, ia mengungkapkan perasaannya. "Aku juga merindukanmu, Alesha," balas Samuel menjawab sambil memeluk istri pertamanya. Secara tiba-tiba, suara keras dari pukulan terdengar saat mereka berpelukan. Ternyata, itu adalah Samuel yang membuat suara tersebut. "Aku minta maaf, Alesha, kamu perlu tetap tenang di sini," kata Samuel sambil mencium kening Alesha dan meletakkannya di tempat tidur dengan tangan yang terikat tali. Samuel kembali ke kamar Anastasya dengan hati yang diliputi kegelisahan dan rasa bersalah yang mendalam. Namun, ia tak punya pilihan selain melangkah, karena ada seseorang yang seolah menguasai pikirannya dan menjadikannya beban tak terhindarkan selama ini. Malam pun berlalu. Samuel menutup matanya dengan cepat, berbaring di sisi Anastasya yang masih dengan perutnya yang membuncit. Ada kedamaian tersendiri yang menyelimuti hati Samuel saat memandang perut Anastasya, simbol cinta seorang ayah terhadap anak yang segera hadir di dunia. Pagi hari tiba. Saat membuka matanya, Samuel mendapati seorang wanita anggun tengah duduk di samping tempat tidurnya, wanita itu adalah Anastasya, mengelus lembut perutnya sambil membawa secangkir kopi hangat favorit Samuel. "Selamat pagi, Samuel, ini kopi cinta yang kamu sukai, aku tahu kamu akan bekerja hari ini, jadi aku membuat ini agar kamu mendapatkan energi untuk memulai harimu," ucap Anastasya sembari menyerahkan cangkir kopi tersebut. Samuel tersenyum hangat dan perlahan duduk dari posisi tidurnya, menerima kopi yang selalu ia nantikan untuk menyemangatinya setiap pagi. "Terima kasih, Anastasya, kamu selalu tahu bagaimana membuat pagiku lebih indah," sahut Samuel, lalu minum kopi itu pelan-pelan, menikmati tiap tegukannya. Anastasya yang kini duduk di dekat Samuel, memperhatikan wajah suaminya yang terlihat lebih segar dibandingkan hari sebelumnya. "Sama-sama, Samuel, kamu tahu, apa pun yang aku lakukan hanya untukmu, dan aku akan selalu melakukannya," balas Anastasya lembut. Samuel memulai pagi dengan gaya penuh rayuan, menyatakan kecintaannya pada sang istri, yang menurutnya wanita tercantik. Anastasya menatap wajah suaminya dan menangkap ketulusan di sana. Ia merasakan bagaimana cinta Samuel begitu nyata, terlukis dalam sikap dan ucapannya. "Kamu seperti pengantin baru saja, padahal kita sudah menikah beberapa bulan," kata Anastasya sembari tersenyum manis. Samuel kemudian mencium pipi Anastasya, menunjukkan betapa ia takut kehilangan wanita yang akan menjadi ibu dari anak pertama mereka. Baginya, Anastasya adalah anugerah yang tak tergantikan. "Hari ini aku harus ke kantor, tapi aku ingin kamu tetap santai bersama Papa dan orang tua kandungmu, kalau ada yang membuatmu berat, jangan ragu untuk menghubungi aku, apa pun yang terjadi, aku bakal pulang untuk kamu dan calon anak kita," kata Samuel berbicara penuh perhatian sambil mengecup perut istrinya perlahan, tempat kehidupan baru tengah berkembang. Tanpa ragu, Anastasya meletakkan tangannya di kepala Samuel, "Tenang saja Samuel, aku pasti menghubungimu kalau memang membutuhkan sesuatu," ujar Anastasya, hatinya dipenuhi rasa syukur atas cinta utuh yang diberikan suaminya saat ini. Setelah Samuel menghabiskan kopinya, dia bergegas mandi. Sementara itu, Anastasya sibuk menyiapkan semua perlengkapan kerja suaminya. Tak lama setelah Samuel pergi, Len Artama, Gea Alexander, dan Christopher tiba di rumah. Len Artama langsung memeluk Anastasya dengan lembut, "Al, Papa datang bersama kedua orang tuamu, dan akhirnya Papa bisa melihat kamu dan calon cucu Papa." "Ya, selamat datang Papa, Mommy dan juga Daddy," balas Anastasya sambil memperhatikan kedua orang tuanya yaitu Gea dan Christopher yang tampak hadir bersama. Len Artama memberikan isyarat kepada Anastasya untuk tetap berpura-pura sebagai Alesha di depan orang tuanya, mengingat mereka belum mengetahui situasi yang sebenarnya. Sementara Gea terlihat membawa sesuatu, "Ada hadiah untuk kamu dari kita berdua Alesha," ucap Gea yang sekarang menunjukkan perhatian dengan pelukan setelah Len Artama melepaskan pelukannya dari Anastasya. "Terima kasih Mommy, Daddy, kalian seharusnya tidak perlu membawa apa pun untuk aku, cukup kehadiran kalian sudah membuat aku senang," balas Anastasya mengambil apa yang diberikan ibu kandungnya tersebut. Meski harus bermain peran, Anastasya menikmati momen tersebut, karena akhirnya dapat merasakan kasih sayang dari ibu kandungnya, meskipun masih dalam identitas yang berbeda. Dengan tenang Anastasya mengarahkan kedua orang tuanya untuk duduk dan makan bersama, meyakinkan bahwa ia sudah menyiapkan makanan favorit mereka. Saat percakapan berlangsung tanpa tanda-tanda kecurigaan dari Gea ataupun Christopher karena kemiripan wajah Anastasya dengan Alesha, Len Artama pergi ke belakang, diam-diam bertanya kepada Anastasya tentang keberadaan Alesha. Dia ingin memastikan bahwa kamar Alesha digembok oleh Samuel, sesuai perintahnya. Di dalam kamar yang terkunci itu, Alesha mulai tersadar. Dia melihat tangannya terikat dan mulutnya disumpal kain kecil yang membuatnya sulit berbicara. Dengan penuh usaha, dia mencoba bangkit lalu menuju pintu yang memiliki kaca kecil. Namun pemandangan di luar membuat hatinya semakin hancur, kedua orang tuanya bersama Anastasya. Alesha mendapati dirinya tak berdaya, dalam pikirannya yang diliputi amarah, ia bertanya-tanya sendiri, "Kenapa Mommy dan Daddy bisa sedekat itu sama Anastasya?" Dan masih banyak pertanyaan dalam pikirannya, karena apa yang terjadi sampai-sampai kedua orang tua yang sangat menyayanginya berpaling darinya, sakit hati semakin memuncak saat ia melihat kehangatan yang ditunjukkan kepada Anastasya, yaitu orang tuanya mencium perut Anastasya. Saat makan bersama berlanjut, Len Artama meninggalkan kursi untuk menghampiri kamar Alesha, "Kamu bisa melihat, jika kedua orang tuamu menyayangi Anastasya, jadi mereka tidak membutuhkan kamu lagi, dan aku akan memastikan anakku Samuel hanya memiliki istri satu yaitu Anastasya," ucapnya lalu pergi. Pernyataan tersebut semakin mempertegas kondisi Alesha yang merasa ditinggalkan. Meskipun ia berharap bisa melaporkan apa yang terjadi kepada Samuel, posisi terkurung membuatnya tak bisa berbuat banyak. Amarah Alesha menggelora, namun segala upaya untuk menarik perhatian sia-sia. Melalui celah pintu, ia terus menyaksikan kedekatan emosional antara Anastasya dan kedua orang tuanya. Perasaan pengkhianatan dan sakit hati terpancar jelas saat Len Artama datang menemui Anastasya dengan ekspresi puas. Isyarat senyum lebar menggambarkan situasi yang sepenuhnya terkendali sesuai keinginan mereka. Di tengah suasana tersebut, pikiran penuh manipulasi memenuhi benak Anastasya, "Semua ini milikku, dan akan selalu menjadi milikku, Alesha, kamu tidak akan aku biarkan kembali dalam kehidupan sempurna mu." Setengah jam telah berlalu sejak Anastasya menghabiskan waktu bersama Gea dan Christopher. Setelah itu, mereka pamit karena Gea tidak bisa berlama-lama di rumah akibat kesibukannya dengan belanja dan arisan yang tak pernah ada habisnya. Begitu pula Christopher, yang harus segera kembali ke pekerjaannya. Berbeda halnya dengan Len Artama, yang selalu meluangkan waktu untuk Anastasya tanpa memandang situasi. Di depan pintu rumah, Len Artama berdiri di samping Anastasya seraya bertanya, "Apa rencanamu terhadap Alesha setelah mereka pergi?" Anastasya tersenyum lembut ke arah mertuanya, "Tentu saja, aku akan memperingatkannya agar tidak merebut sesuatu yang sudah menjadi milikku, Papa," jawabnya dengan tegas namun tenang. Menjawab hal itu, Len Artama tersenyum bijak, "Papa akan mendukungmu sepenuhnya, An, yang terpenting adalah kamu dan calon cucu Papa tetap dalam keadaan baik." Mendengar hal itu, Anastasya memandang mertuanya dengan penuh rasa syukur, "Kalau begitu, ayo kita ke kamar Alesha sekarang, tapi Papa, terima kasih banyak karena telah mewujudkan segala keinginanku, akhirnya aku bisa merasakan mereka memelukku penuh kasih sayang, meskipun bukan sepenuhnya untukku, aku tetap merasa bahagia karena Papa sangat baik dan menyayangiku seperti anak kandung," ucapnya tulus. Len Artama mengangguk tenang sambil memegang bahu Anastasya dengan penuh kehangatan, "Yang Papa inginkan hanyalah kebahagiaanmu, semua ini hanya sebagian kecil dari apa yang bisa Papa lakukan, kamu sudah menyelamatkan hidup Papa, An, bagiku, kamu dan anak-anakmu adalah segalanya." Merasa sangat tersentuh oleh ucapan tersebut, Anastasya memeluk mertuanya dengan erat, seperti seorang anak yang memeluk ayah kandungnya sendiri. Namun dari balik pintu kamarnya, Alesha yang kebetulan melihat pemandangan ini merasa geram. "Mereka pasti punya hubungan gelap!" pikir Alesha dengan amarah yang membara. Baginya, momen hangat itu terlihat mencurigakan dan melampaui batas kewajaran. Dari dalam kamarnya, Alesha terus mengamati saat Anastasya dan Len Artama perlahan mendekati pintu kamarnya. Dengan suara lantang namun tetap terkendali, Anastasya berbicara dari depan pintu, "Alesha, aku tahu kamu bisa mendengar aku, kamu pasti sudah menyadari kalau kedua orang tuamu datang tadi bukan untuk menemui kamu, melainkan untuk bertemu denganku dan memberikan kasih sayang mereka sepenuhnya padaku, Papa Len juga sangat menyayangiku, jadi, apakah sekarang kamu sudah menyerah untuk mempertahankan Samuel?" Perkataan itu langsung memicu kemarahan Alesha. Untuk melampiaskan kekesalannya, dia menendang pintu kamarnya keras-keras sebagai bentuk protes atas ucapan pedas Anastasya. Terdengar jelas suara benturan pintu tersebut, menunjukkan bahwa Alesha sama sekali tak terima dengan situasi yang ia hadapi. Anastasya dan Len Artama mendengar suara itu. Tanpa membuang waktu, Len Artama segera membuka gembok yang menghalangi pintu kamar Alesha. Sesaat setelah pintu kamar terbuka, Alesha yang tengah memegang gagang pintu terjatuh ke lantai. Dalam posisi tersungkur, ia menatap Anastasya dan Len Artama yang berdiri tegak di depannya. Len Artama kemudian berbicara dengan nada tajam dan penuh emosi kepada Alesha, "Menantu seperti kamu memang layak diperlakukan seperti ini! Apa kamu marah karena Anastasya berkata begitu? Rasanya tidak ada yang salah dengan ucapannya, kamu memang belum pernah menjadi menantu terbaik bagiku, ditambah lagi kamu tidak memberikan keturunan dari anakku, jadi, untuk alasan apa kamu merasa berhak marah?" Ucapannya diiringi dengan tindakan kasar saat ia memegang dagu Alesha. Di tengah kemarahan yang membara, Alesha meludahi wajah mertuanya begitu kain yang menutup mulutnya terlepas. Matanya bersinar dengan kemarahan, "Cukup! Kalian berdua, baik kamu maupun Anastasya! Kalian hanya bersatu untuk menghancurkan hidupku!" Melihat tindakan Alesha, Anastasya tidak tinggal diam. Dia langsung bereaksi dengan keras. Tangannya melayang menampar pipi Alesha hingga membuatnya merasa nyeri. Tapi itu belum berhenti di sana. Kemarahan Anastasya semakin memuncak, dan dia menarik rambut Alesha hingga kepala Alesha terdorong ke belakang dengan rasa sakit yang tak tertahankan. "Kamu memang tidak pernah bisa menghormati orang yang lebih tua darimu!" seru Anastasya lantang, diiringi tindakan kasar yang membuat suasana semakin tegang."Ya," kata Anastasya menjawab sambil menoleh, penasaran siapa yang memanggilnya."Apakah ada yang kamu cari?" Anastasya menggenggam tangan seseorang yang kini berada di hadapannya, ternyata benar suaminya yang datang. Awalnya, ia merasa terkejut dan cemas tentang apa yang Samuel mungkin ketahui mengenai percakapannya bersama Alesha. Namun, dari pertanyaannya, sepertinya memang Samuel tidak mengetahuinya. "Ya, Samuel, aku sedang mencari makanan, tadi perutku lapar," ungkap Anastasya, berusaha mengalihkan kecurigaannya agar Samuel tidak menebak yang lain."Begitu, jika itu yang terjadi, aku akan mengambilnya untuk kamu, tapi sekarang, kamu masuk ke dalam kamar, tadi aku terbangun dan kamu tidak ada di tempat tidur, Papa menghubungiku untuk menanyakan tentang kamu, dan mungkin Papa akan segera datang ke sini, Papa selalu rindu dengan kamu dan calon cucunya," kata Samuel menjelaskan.Anastasya mengangguk, "Aku masuk sekarang, sepertinya aku tidak mau makan lagi, kita bisa langsung kemba
"Iya, Anastasya?" Samuel menjawab singkat, responsnya tidak memberikan kelegaan pada Anastasya. Ia bisa melihat dengan jelas bagaimana mata suaminya menghindari tatapannya, seolah-olah takut terlalu lama berhadapan."Samuel, aku rasa kamu belum siap menjawab," kata Anastasya dengan suara yang terdengar kecewa. Samuel mengalihkan pandangannya, mencari alasan untuk tidak melanjutkan pembahasan. Ia masih terjebak dalam kebimbangan, hatinya terpecah antara Anastasya dan Alesha."Maaf, Anastasya, aku pikir lebih baik kita istirahat," ucap Samuel, mencoba menghindari topik yang membuatnya gelisah.Anastasya mengangguk pelan, memilih menahan perasaan daripada memperpanjang masalah di hadapan Samuel. Namun di dalam hati, ia tahu bahwa lawannya sangat berat, istri sah dari suaminya sendiri.Mereka berbaring untuk beristirahat di dalam kamar, tetapi pikiran Anastasya terus berkecamuk. Ia belum bisa menerima jika cintanya harus dibagi untuk Alesha. Tidurnya terganggu, matanya menolak terpejam
Alesha berdiri tegap, dengan amarah yang memenuhi dadanya. Dia berteriak, "Ya, aku yakin! Aku adalah keturunan Christopher satu-satunya, dengar Anastasya, kamu tidak akan mendapatkan Sam! Dia masih sangat mencintai aku, buktinya dia mempertahankan aku di depanmu, jadi seharusnya kamu malu sebagai istri pengganti."Namun, ucapan Alesha tidak dibiarkan begitu saja. Anastasya membalas dengan kemarahan yang terpendam lama. Ia menarik rambut Alesha dengan kasar sembari menggunakan tangan lainnya untuk mencekik lehernya. Itu adalah pembalasan atas apa yang sebelumnya dilakukan Alesha padanya.Dengan suara yang tegas, Anastasya mengucapkan kalimat yang menjatuhkan harga diri Alesha."Perhatikan baik-baik kata-kata ini, Alesha! Melawan aku adalah hal yang mustahil, kamu hanyalah masalah kecil untukku, semua yang kamu miliki akan jatuh ke tanganku, termasuk Samuel."Sesak napas dan lemah karena cekikan Anastasya, Alesha berteriak meminta dilepaskan. Namun Anastasya tetap tak bergeming, terus m
"Aku serius! Papa adalah orang yang meminta Anastasya untuk menikah denganku, dan aku setuju, jadi, jika kamu ingin menyalahkan seseorang atas pernikahan ini, maka seharusnya kamu menyalahkan aku, satu hal lagi, Alesha, jangan memaksaku untuk memilih, karena itu sangat sulit bagiku," balas Samuel.Amarah meluap dari Alesha, tangannya berkali-kali memukul Samuel karena tidak mendapatkan jawaban yang semestinya. Namun, sebelum Alesha semakin tak terkendali, Anastasya menghentikan tangan Alesha, Anastasya tidak ingin ada yang melukai Samuel, sekalipun pelakunya adalah istri pertama dari suaminya sendiri."Jauhkan tanganmu dari suamiku!"Anastasya dengan penuh keberanian berdiri untuk melindungi suaminya. Tatapan Alesha sekarang sangat menakutkan, bahkan seolah-olah dia memberi tanda bahwa akan ada sesuatu yang besar dan berbahaya terjadi pada Anastasya yang dia lihat karena kebenciannya. "Suamimu? Dia masih suamiku! Pernikahanmu dengan Sam hanya sebagai penggantiku, tapi lihat diriku s
"Sam!" Di hadapan mereka berdirilah Alesha, wajahnya tegang penuh amarah, tubuh yang masih mengenakan pakaian pasien berdiri tegap meski baru saja sembuh dari sakit panjang selama dua tahun. Samuel melangkah maju mendekati sosok yang sangat dikenalnya, matanya sulit percaya dengan apa yang dilihatnya. Istrinya yang koma selama dua tahun kini berdiri di depannya, "Alesha ... apakah itu benar-benar kamu?" tanyanya, suaranya nyaris bergetar. Alesha hanya diam beberapa detik sebelum menatap Samuel tajam. Air mata mulai bergulir bebas di pipinya, namun sorot matanya tidak mengendur sedikit pun, "Ini aku, Sam, apa kamu sudah melupakan aku?" Samuel menggeleng perlahan, wajahnya menampilkan kebingungan yang tidak bisa ia sembunyikan, "Tapi ini ... mustahil! Baru pagi tadi aku masih berada di sisimu, menjagamu di kamar rumah sakit, kamu masih terbaring tidak sadarkan diri, dan sekarang ... kamu berdiri di sini? Aku ... aku tak mengerti, apa aku sedang bermimpi?" "Tidak! Ini nyata,"







