Beranda / Romansa / Obsesi Seorang Calon Raja / BAB 10: Dansa Pertama di Bawah Bintang

Share

BAB 10: Dansa Pertama di Bawah Bintang

Penulis: Lifi Yamanaka
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-29 17:00:26

Setelah pidato pembukaan yang mengukuhkan otoritasnya, Leonhart kembali ke kursinya di samping Raja Alfonse. Kerumunan kembali hidup, namun suasana tegang yang sempat tercipta oleh kehadirannya perlahan mencair. Musik kembali mengalun, kali ini irama yang lebih cepat dan mengundang untuk berdansa. Raja Alfonse segera mengajak Ratu Seraphina ke lantai dansa, membuka sesi dansa pertama untuk para bangsawan.

Leonhart, seperti yang sudah ia duga, tidak merasa tertarik. Ia selalu menganggap dansa sebagai formalitas yang melelahkan dan penuh kepalsuan. Ada yang mengundangnya untuk berdansa, beberapa gadis bangsawan cantik memberanikan diri mendekat, namun ia menolak dengan sopan, atau lebih tepatnya, dengan ekspresi datar yang sudah cukup untuk membuat mereka mundur. Ia lebih memilih untuk tetap duduk di kursinya, menyeruput anggur perlahan, dan mengamati keramaian.

Pikirannya masih terganggu oleh tatapan sesaat di tengah pidatonya. Gadis itu. Matanya yang cokelat madu, rona merah di pipinya saat ia menunduk. Siapa dia? Leonhart, pria yang selalu bisa menganalisis medan perang dengan akurat, kini merasa bingung hanya karena tatapan seorang gadis. Ia mencoba mencari-cari sosok itu di antara gaun-gaun yang berputar di lantai dansa, namun sia-sia. Kerumunan terlalu padat, dan ia tak ingin terlihat jelas sedang mencari-cari seseorang.

Dari kejauhan, Evelyne masih merasakan debar jantungnya. Tatapan Duke Leonhart di atas panggung tadi benar-benar membuatnya terpaku. Ia tak menyangka akan dilihat oleh pria paling berkuasa dan ditakuti di kerajaan itu, apalagi dengan tatapan yang begitu intens. Rasanya seperti ada sesuatu yang menusuk langsung ke dalam dirinya.

"Kak, kau baik-baik saja?" bisik Harlan, menyentuh lengannya. "Wajahmu merah."

Evelyne tersenyum kecil, mencoba menenangkan diri. "Aku baik-baik saja, Harlan. Hanya… sedikit terkejut."

Lyra, yang berdiri di dekatnya, melirik sekilas ke arah panggung. "Banyak yang terkejut dengan tatapan tajamnya," ujarnya dengan nada menggoda. "Tapi jangan khawatir, ia hanya seperti itu."

Untuk mengalihkan perhatian dan menenangkan diri, Evelyne memutuskan untuk menjelajahi area makanan yang disajikan di salah satu sisi aula. Meja-meja panjang dipenuhi dengan hidangan lezat yang belum pernah ia lihat seumur hidupnya: pai apel dengan taburan emas, kue-kue kecil berbentuk bunga dengan hiasan gula yang rumit, berbagai jenis buah-buahan eksotis yang ia hanya tahu namanya dari buku, dan minuman berwarna-warni yang berkilauan dalam gelas kristal.

"Wah, banyak sekali makanan," gumam Evelyne, matanya berbinar melihat keindahan dan kelimpahan itu. Ia mencoba sepotong kue kecil berbentuk hati, rasanya manis dan meleleh di lidah. Kemudian ia mengambil sepotong buah naga yang warnanya merah menyala. Sensasi kesegaran dan kelezatan yang belum pernah ia alami membuat Evelyne sedikit lupa akan kegugupan tadi. Ia sibuk menikmati setiap hidangan kecil, sesekali melirik sekeliling dengan kagum.

Di sisi lain aula, Leonhart masih mengamati. Matanya menyapu setiap sudut, setiap wajah. Hingga akhirnya, pandangannya tertuju pada meja makanan. Dan di sana, ia melihatnya lagi. Gadis dengan gaun gold putih itu. Ia sedang berdiri sendirian, tampak asyik mencicipi kue-kue dengan ekspresi polos yang menggemaskan. Rambutnya yang gelap tergerai, dan cahaya lampu kristal membuat kulitnya tampak bersih bersinar. Ada sesuatu yang begitu murni dan tidak dibuat-buat dari dirinya, sebuah kontras yang mencolok dengan kemewahan palsu di sekelilingnya.

Jantung Leonhart kembali berdebar. Ia tidak tahu mengapa, tapi ia harus mendekat. Dorongan itu begitu kuat, lebih kuat dari kebosanannya terhadap pesta. Tanpa berpikir panjang, Leonhart meletakkan gelas anggurnya dan melangkah.

Setiap langkahnya membelah kerumunan. Para bangsawan yang melihatnya bergerak langsung menyadari bahwa Duke Utara itu memiliki tujuan. Mereka bertanya-tanya, siapa yang akan ia sapa? Apakah ada pengumuman mendadak? Namun Leonhart tidak menoleh ke siapa pun, pandangannya lurus tertuju pada Evelyne.

Evelyne, yang sedang asyik mencicipi sepotong keju dengan madu, merasakan sebuah bayangan menaunginya. Ketika ia mengangkat kepala, ia hampir menjatuhkan piring kecil di tangannya. Di depannya, berdiri Duke Leonhart Valezair. Wajahnya yang tampan terlihat semakin dingin dari dekat, dan matanya yang abu-abu kebiruan menatap langsung padanya. Evelyne merasa sekujur tubuhnya kaku. Ini adalah pria yang barusan menatapnya di atas panggung, pria yang ditakuti seluruh kerajaan, pria yang sangat berkuasa.

"Selamat malam," suara Leonhart dalam, namun tidak terlalu keras, hanya cukup untuk mereka berdua dengar. "Apakah hidangan di sini sesuai seleramu?"

Evelyne tergagap. "Sa-selamat malam, Yang Mulia. Eh, saya… ya, sangat lezat." Ia merasa seperti seekor tikus yang tertangkap basah di hadapan seekor singa.

Leonhart mengamati ekspresi gugupnya, namun ada sedikit senyum tipis, nyaris tak terlihat, di sudut bibirnya. "Aku jarang melihat seseorang menikmati makanan di pesta ini dengan ketulusan sepertimu," katanya. Lalu, tanpa basa-basi, ia melanjutkan, "Maukah kau berdansa denganku, Nona?"

Mata Evelyne membelalak. Berdansa? Dengan Duke Leonhart? Bagaimana mungkin? Reputasinya, kekuasaannya, dan aura menakutkan yang mengelilinginya… Ia hanyalah gadis desa biasa. Mereka berdansa di tengah lantai dansa, di bawah mata ribuan bangsawan yang melihat ke arah mereka, itu sama saja dengan mencari masalah.

"Sa-saya… Yang Mulia… saya tidak—" Evelyne mencoba menolak, mencari alasan, namun suaranya terlalu lemah.

"Atau kau tidak ingin berdansa dengan Duke?" nada suara Leonhart tetap tenang, namun ada aura tak terbantahkan yang sulit ditolak. Ia mengulurkan tangannya yang besar dan kokoh, menunggu.

Evelyne menelan ludah. Ia melirik ke sekeliling, dan menyadari semua mata, termasuk Lyra dan keluarganya dari kejauhan, kini menatap ke arah mereka. Menolak ajakan seorang Duke di depan umum bisa dianggap tidak sopan, bahkan kurang ajar. Dengan gemetar, ia akhirnya mengangkat tangan, meletakkannya di telapak tangan Leonhart. Kulitnya terasa dingin, namun sentuhan Leonhart begitu hangat dan kuat.

Jantung Evelyne berdegup kencang saat Leonhart menariknya perlahan menuju lantai dansa. Musik waltz yang anggun kini mulai mengalun, memenuhi seluruh ruangan. Tangan Leonhart melingkar di pinggangnya, sementara tangan lainnya menggenggam jemarinya dengan erat. Evelyne merasa seperti terperangkap, namun pada saat yang sama, ada sensasi aneh yang tak bisa ia jelaskan—sebuah tarikan yang kuat, sebuah takdir yang baru saja dimulai. Di tengah aula yang gemerlap, di bawah tatapan penasaran ratusan orang, Duke Leonhart Valezair dan gadis desa Evelyne Mireille memulai dansa pertama mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 37: Kengerian dan Kelembutan yang Kontradiktif

    Setelah adegan mengerikan di ruang bawah tanah, Leonhart menggendong Evelyne keluar dari tempat yang dingin dan lembap itu. Evelyne tidak bisa berbicara. Tubuhnya terasa kaku, pikirannya dipenuhi oleh gambaran Lady Thorne yang melepuh. Ia hanya bisa bersandar lemas di dada Leonhart, membiarkan Duke itu membawanya. Leonhart tidak mengatakan apa-apa, hanya terus berjalan dengan langkah mantap hingga mereka tiba di kamar utama. Leonhart menurunkan Evelyne dengan sangat lembut di atas tempat tidur, seolah gadis itu terbuat dari porselen yang rapuh. Ia menatap wajah Evelyne yang pucat, menyentuh lembut pipi gadis itu. "Aku akan mandi sebentar," katanya, suaranya kini kembali lembut dan penuh perhatian. "Kau bisa berbaring dan beristirahat." Sebelum masuk ke kamar mandi, Leonhart menunduk, dan dengan lembut, ia mengecup puncak kepala Evelyne. Sentuhan itu terasa kontradiktif, membuat Evelyne semakin bingung. Suara gemericik air dari kamar mandi mulai terdengar, menandakan Leonhart sudah m

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 36: Kengerian di Ruang Bawah Tanah

    Setelah makan malam yang diwarnai kecemasan, Evelyne kembali ke kamarnya. Jam dinding berdetak pelan, setiap detik terasa begitu panjang. Pukul sembilan malam, namun Leonhart tak kunjung kembali. Kekhawatiran merayapi hati Evelyne. Ia mondar-mandir di dalam kamar, lalu mendekat ke pintu, mencoba mendengar suara di luar. "Tuan Leonhart ke mana?" Evelyne bertanya lirih pada penjaga yang berdiri di depan kamarnya, suaranya dipenuhi kecemasan. "Maaf, Nona. Saya tidak tahu," jawab penjaga itu dengan nada formal. Evelyne menghela napas. Ia kembali duduk di tepi kasur, memandangi pintu dengan tatapan kosong. Beberapa saat kemudian, sebuah ketukan pelan terdengar. Jantung Evelyne berdegup kencang. Ia segera bangkit dan membuka pintu. Di ambang pintu, berdiri seorang prajurit Leonhart dengan seragam gelapnya. "Nona Evelyne Mireille?" Prajurit itu bertanya. Evelyne mengangguk. "Yang Mulia Duke Leonhart meminta Anda untuk mengikutiku ke ruang bawah tanah." Tubuh Evelyne langsung menegang

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 35: Misteri Ruang Bawah Tanah

    Evelyne Mireille telah selesai membersihkan diri. Noda anggur di gaun birunya telah diganti dengan gaun ungu muda yang baru dan bersih. Rasa dingin di tubuhnya sudah hilang, namun sisa-sisa kemarahan dan rasa malu masih melekat. Saat ia duduk di ujung kasur, ia baru menyadari ada sedikit perih di telapak tangannya. Ia melihatnya, ada luka gores kecil akibat gesekan dengan lantai saat ia didorong tadi. "Ah, cuma luka kecil," pikirnya, tidak terlalu mempermasalahkannya. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan dorongan pelan. Leonhart Valezair berdiri di ambang pintu. Raut wajahnya tidak lagi marah seperti sore tadi, melainkan dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Matanya langsung tertuju pada Evelyne, memindai dirinya dari atas ke bawah. Tanpa berkata-kata, Leonhart melangkah cepat ke arah Evelyne, lalu berlutut di hadapan gadis itu. Raut wajahnya menunjukkan campur aduk emosi. "Aku mendengar laporan dari pelayan," suaranya serak dan tegang. "Lady Thorne… dia menyerangmu." Evelyne menu

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 34: Kecemburuan Sang Bangsawan dan Api Evelyne

    Sinar mentari pagi mengintip dari balik tirai sutra tebal, perlahan membangunkan kamar tidur megah itu. Kali ini, Leonhart Valezair-lah yang terbangun lebih dulu. Ia tidak langsung bangkit, melainkan berbaring miring, mengamati wajah Evelyne yang terlelap dalam pelukannya. Rambut gelap Evelyne tergerai di bantal, pipinya merona lembut, dan bibirnya sedikit terbuka. Dalam tidurnya, Evelyne terlihat begitu damai, begitu polos, begitu… sempurna. Sebuah senyum tipis, penuh kelembutan yang jarang ia tunjukkan kepada siapa pun, terukir di bibir Leonhart. Ia mengangkat tangannya, dan dengan sangat perlahan, ia mengecup dahi Evelyne, lalu turun ke pipinya, dan kemudian ke bibirnya, sentuhan-sentuhan ringan yang penuh kasih. Ia mengulanginya beberapa kali, menikmati kelembutan kulit Evelyne di bawah bibirnya. Evelyne menggeliat pelan, matanya mengerjap. Ia terkejut saat menyadari betapa dekatnya wajah Leonhart, dan sensasi lembut ciuman di wajahnya. Pipi Evelyne langsung merona merah sempur

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 33: Penyesalan Sang Duke dan Pengakuan Terlarang

    Pintu kamar utama terbuka dengan suara berderit, dan Leonhart Valezair melangkah masuk. Aura marahnya masih terasa kuat, namun kini bercampur dengan sesuatu yang lain—kekalutan dan keraguan. Matanya yang tajam langsung tertuju pada Evelyne yang duduk di meja makan kecil di sudut kamar, makanannya belum habis, dan bibirnya masih bengkak akibat ciuman brutal sore tadi. Evelyne yang mendengar suara pintu, langsung mengangkat kepalanya. Begitu melihat Leonhart, tubuhnya menegang. Rasa takut kembali menyelimutinya, membuatnya menunduk, tidak berani menatap mata Duke itu. Ia menunggu kemarahan berikutnya. Leonhart tidak langsung mendekat. Ia berdiri di ambang pintu selama beberapa saat, matanya mengamati Evelyne yang tampak begitu kecil dan rapuh. Pikirannya dipenuhi oleh perkataan Eldrin di ruang makan tadi: "Cepat atau lambat, Evelyne akan muak, dia akan menemukan cara untuk meninggalkanmu, Leonhart." Kalimat itu menusuknya dalam-dalam, menyentuh ketakutan terbesarnya. Ia tidak akan pe

  • Obsesi Seorang Calon Raja   BAB 32: Badai di Meja Makan Raja

    Malam itu, di ruang makan utama Istana Aerondale, meja makan yang biasanya ramai kini terasa hampa bagi Evelyne. Setelah insiden di dapur dan hukuman brutal Leonhart, Evelyne tidak diizinkan keluar kamar. Leonhart sendiri yang memerintahkan para pelayan untuk membawa makan malam ke kamarnya. Evelyne makan dalam keheningan yang mencekam, bibirnya masih perih dan bengkak, menjadi pengingat pahit akan kemarahan Duke. Ia merasa terkurung, sendirian, dan sangat ketakutan. Sementara itu, di ruang makan utama, Raja Alfonse, Ratu Seraphina, dan Pangeran Eldrin sudah duduk di kursi mereka. Suasana makan malam seharusnya tenang, namun kecemasan terpancar jelas dari wajah Ratu. Ia terus-menerus melirik kursi di sebelah Leonhart yang kosong, tempat Evelyne biasanya duduk. "Leonhart," Ratu Seraphina memulai, suaranya terdengar cemas. "Di mana Evelyne? Kenapa dia tidak ikut makan malam?" Ada nada kekhawatiran yang jelas dalam pertanyaannya, mengingat apa yang ia saksikan di dapur sore tadi. "Dia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status