Share

Grand Heaven

Author: Queen Mylea
last update Last Updated: 2025-12-16 15:18:44

Langit pagi di atas Grand Heaven tampak kelabu, seolah turut berduka atas kepergian seseorang yang begitu berarti untuk Bianca. Seseorang yang menjadi pion penting bagi PT. Maheswari Corp- perusahaan milik keluarga Bianca yang di mana sanak saudara dari Damian berkecimpung di sana.

Bangunan pemakaman mewah itu dipenuhi karangan bunga berderet rapi, sebagian besar bertuliskan nama-nama konglomerat, pejabat, hingga jajaran petinggi perusahaan ternama. Aura duka bercampur dengan kemegahan.

Di aula utama, peti jenazah mendiang Damian Mahendra terbaring anggun, dikelilingi bunga lili putih dan mawar hitam. Di sisi lain, ruang khusus disiapkan untuk keluarga inti, dijaga ketat oleh pengawal berseragam hitam.

Semua tamu berpakaian serba hitam.

Direksi Angkasa Group hadir lengkap. Begitu pula jajaran petinggi Maheswari Corp, perusahaan yang kini kehilangan nahkodanya. Bisik-bisik tertahan terdengar di antara mereka, bukan sekadar belasungkawa, melainkan juga hitung-hitungan kepentingan dan masa depan perusahaan.

Di barisan depan, Bianca duduk kaku.

Wajahnya pucat. Mata sembabnya menatap kosong ke depan, seolah dunia telah kehilangan warna. Sejak pagi, ia hanya menunduk, menerima pelukan dan ucapan duka tanpa benar-benar mendengar apa pun.

“Turut berduka cita, Nyonya Bagaskara… yang tabah, ya.”

Bianca tersenyum kecut. 'Nyonya Bagaskara?' bahkan di saat seperti ini, ia merasa muak dengan panggilan baru itu.

“Saya sangat kehilangan sosok beliau," ucap salah satu kerabat dari ayah kandung Bianca itu.

“Semoga Pak Damian mendapat tempat terbaik."

Ucapan itu datang silih berganti.

Bianca hanya mengangguk pelan. Bibirnya bergetar, namun tak ada suara yang keluar. Tangisnya sudah habis semalam, menyisakan kehampaan yang menyesakkan.

Di sampingnya, David Angkasa Bagaskara berdiri tegap. Setelan jas hitamnya tampak sempurna. Rambutnya rapi. Wajahnya tenang, terlalu tenang bagi seorang menantu yang baru kehilangan ayah mertuanya secara mendadak.

Tangannya sesekali bertumpu di bahu Bianca, gesture lembut yang tertangkap jelas oleh semua mata yang memperhatikan.

“Terima kasih sudah datang,” ucap David pada setiap tamu dengan nada rendah dan sopan.

“Kami sangat menghargai doa dan dukungan Anda.”

Ia tampak seperti suami siaga dan menantu ideal. Namun Bianca tahu, itu semua palsu. David sangat pandai bersandiwara seolah dirinya adalah laki-laki baik dan suami idaman.

Beberapa tamu mengangguk kagum.

“Rumor jika tuan muda David seorang gay itu tidak benar. Lihatlah, ternyata dia sangat mencintai istrinya!"

“Nona Bianca beruntung punya suami sepertinya.”

David mendengarnya. Pria itu tersenyum samar, reputasi tentu saja lebih utama dari apapun saat ini bagi laki-laki tak berperasaan itu.

Di sudut lain ruangan, seorang pria tua berambut perak berdiri dengan tongkat hitam berukir emas—Tuan Arga Bagaskara berdiri sambil tersenyum tipis. Sorot matanya tajam, penuh wibawa. Saat David menghampiri dan sedikit menunduk hormat, lelaki tua itu mengangguk pelan.

“Kau sudah melakukan tugasmu dengan baik,” ucap Tuan Arga lirih.

David menjawab singkat, “Terima kasih, Kek."

Tuan Arga melirik Bianca yang tampak seperti boneka kehilangan jiwa. “Pastikan dia tetap terlihat terhormat,” lanjutnya. “Dia sekarang bagian dari kita.”

“Ya,” jawab David tanpa ragu.

Namun ketika David kembali berdiri di sisi Bianca, pandangannya tak sengaja menangkap jemari wanita itu yang gemetar hebat. Tubuhnya terlihat rapuh, seolah satu hembusan angin saja bisa merobohkannya.

Bianca menunduk. Matanya kosong, tak fokus. Sesekali bahunya bergetar, namun ia berusaha menahan tangis di hadapan publik.

David perlahan mencondongkan tubuh, mendekatkan bibirnya ke telinga Bianca.

“Jika kau tidak sanggup berdiri lama, kita bisa ke ruang belakang,” bisiknya pelan.

Suaranya tetap datar… tapi kali ini lebih rendah, lebih lembut tanpa dibuat-buat.

Bianca menoleh sedikit. Matanya merah, berkaca-kaca. "Aku…" bisiknya lirih. "Aku bukan wanita lemah," ucapnya.

Masih ada sedikit keangkuhan disana. Bianca membenci David, namun mau tak mau ia harus menggantungkan hidupnya saat ini. Bukan hanya karena soal investor perusahaan, namun karena ibunya yang sekarang kritis di rumah sakit.

David telah meminta perawatan terbaik untuk Nyonya Sintya Laurent. Dan Bianca tak mau sampai David mencabut itu semua dan berhenti membiayai pengobatan ibunya.

David tersenyum sinis, tanpa ragu ia menggenggam tangan Bianca lebih erat dari sebelumnya. Di balik wajah dinginnya, David Angkasa Bagaskara tetaplah CEO kejam dan penuh kalkulasi. Namun hari itu, di tengah duka megah Grand Heaven, ia merasakan sesuatu yang asing. Sesuatu yang membuatnya tak nyaman.

Waktu terus bergulir.

Hujan tipis masih turun saat David mengantar Tuan Arga hingga ke halaman depan Grand Heaven. Deretan mobil mewah berjajar rapi, para sopir berdiri tegap di sisi pintu kendaraan masing-masing.

Limosin hitam berlapis baja itu sudah menunggu.

“Jaga istrimu. Jangan biarkan dia sendirian! Ajak dia pulang jika sudah selesai," ucap Tuan Arga sambil menggenggam tongkatnya.

David mengangguk. “Saya mengerti. Saya akan menyusul nanti, Kek.”

Pria tua itu menatap cucunya lekat-lekat. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia masuk ke dalam mobil mewahnya. Pintu limosin tertutup perlahan. Mobil itu melaju meninggalkan bangunan megah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir sebelum dimakamkan.

David berdiri beberapa detik, menatap ke arah mobil yang menjauh. Wajahnya tetap tenang, rahangnya mengeras seperti biasa. Setelah itu, ia berbalik dan melangkah kembali ke aula utama.

Namun langkah itu tiba-tiba terhenti. Dari jarak beberapa meter, tepat di balik deretan karangan bunga, David melihat Bianca bersama seorang pria yang memegang kedua tangan istrinya itu.

Tingginya hampir sama dengan Bianca, tubuhnya ramping, wajahnya muda. Setelan jas hitamnya sederhana, tidak semewah tamu-tamu lain, namun pas di tubuhnya. Namun dari caranya menatap dan memegang tangan Bianca, David bisa tahu jika itu adalah kekasih istrinya.

“Maaf… aku baru bisa datang,” ucap Rendi pelan. Suaranya tenggelam oleh hiruk-pikuk aula. “Aku dengar soal ayahmu… dan ibumu…”

Bianca menunduk. Bahunya bergetar.

Pria itu menggenggam erat kedua tangan kekasihnya itu. "Bi, aku sangat mencintaimu. Ayo ikut bersamaku!"

“Aku… aku tidak punya pilihan, Ren,” bisiknya lirih. "Aku tidak bisa ikut bersamamu. Keluargaku, Mama ... Semua menggantungkan hidup mereka di perusahaan. Aku tidak mungkin tega melihat mereka semua menderita," ucap Bianca, bahunya makin berguncang.

Rendi menghela nafasnya, wajahnya teramat sendu. Sebelah tangannya terulur, menyentuh pipi kekasihnya itu lalu menghapus jejak air matanya.

"Kapanpun kamu butuh, aku akan selalu ada, Bi. Aku akan selalu menunggumu ..." Rendi menarik Bianca ke dalam pelukannya.

Dari kejauhan, David melihat semuanya. Kepala Bianca yang bersandar di dada pria lain.

Tangan laki-laki yang mengusap punggung istrinya. Meskipun pernikahan mereka karena perjodohan dan tanpa cinta, tapi tetap saja Bianca adalah istrinya yang sah.

Tidak ada ekspresi di wajah David. Wajahnya tetap datar dan dingin. Namun kedua tangan pria itu mengepal. Ia hanya berdiri diam beberapa detik, menatap adegan itu tanpa berkedip.

Tanpa langkah tergesa, David berbalik, meninggalkan aula. Langkahnya tenang dan teratur. Seolah yang baru saja ia saksikan hanyalah pemandangan biasa yang tidak berarti apa-apa.

"Maaf, Ren. Kita putus! Aku sudah menjadi istri orang lain!" tegas Bianca seraya mendorong pelan tubuh pria yang dicintainya itu.

"Aku tahu kamu terpaksa, Bi. Aku akan membahagiakanmu."

Bianca tersenyum getir. Meskipun hatinya sakit, namun ia nekat untuk mengakhiri hubungannya. Keluarga besarnya kini benar-benar bergantung padanya.

"Sekali lagi aku minta maaf. Aku butuh uang, Ren. Jadi ... bahagia saja tidak cukup," ucap Bianca lalu berbalik, meninggalkan Rendi yang kini menatapnya kecewa.

"Dasar cewek matre!!!"

***

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Oh, Ampun Pak CEO!   8. Kesucian yang Terenggut

    Tatapan David masih mengunci tubuhnya, seolah pria itu tak sekadar ingin melihat, melainkan menghitung, menilai, dan menentukan harga dari setiap napas yang Bianca embuskan. Kalimat barusan masih menggantung di udara, berat dan menekan."Sekarang… aku ingin merasakannya."Bianca makin gugup, namun ia mencoba untuk menegakkan bahunya, meski jantungnya berdegup liar. Ia menolak terlihat lemah. Tidak di hadapan pria seperti David.“Aku istrimu,” ulang Bianca, kali ini dengan suara lebih dingin. “Bukan barang uji coba.”David terkekeh pelan. Satu tangan dimasukkan ke saku celananya, santai, seolah situasi ini hanya permainan papan yang sudah ia menangkan sejak awal. “Istri?” ulangnya datar. “Kau baru mengingat status itu saat kau butuh uang. Kau bahkan tak menginginkan pernikahan ini."Ucapan itu menampar lebih keras daripada sentuhan apa pun.Bianca menggertakkan giginya. Muak. Jijik. Tapi juga… terjebak. Ia membenci fakta bahwa David benar.Di luar ruangan ini, Bianca dikenal sebagai Q

  • Oh, Ampun Pak CEO!   7. Boleh dicoba, Om!

    DEGH.Bianca terpaku.Kertas di tangannya bergetar. Huruf-huruf di sana seakan menari, menertawakannya. Gugatan cerai. Pembatalan perjanjian. Semua itu seperti palu yang menghantam kepalanya tanpa ampun. Padahal kedatangannya kali ini untuk merayu pria itu meskipun ia sendiri muak. Bianca ingin supaya David segera mengirimkan sejumlah uang sesuai kesepakatan waktu itu. Uang yang seharusnya sudah diterima sehari setelah pernikahan mereka. Namun nahas, tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa ayahnya terjadi dan membuat Bianca semakin terperangkap dalam jerat CEO kejam itu.Tapi sekarang, ia malah akan diceraikan? Apa-apaan ini? Bianca merasa sedang dipermainkan. “A–apa?” suaranya nyaris tak terdengar.David berdiri tegak di hadapannya. Tingginya menjulang, bahunya lebar terbalut kemeja hitam yang rapi. Wajahnya tenang, terlalu tenang untuk situasi sekejam ini.“Kenapa?” David menyahut datar. “Bukankah ini yang kau inginkan?”Ia melipat kedua tangannya di dada. “Ayahmu sudah tiada. Sa

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Gugatan

    Langit siang itu masih kelabu saat prosesi pemakaman Damian Mahendra mencapai puncaknya. Keluarga besar Bianca pun hadir disana, namun bagi Bianca, semua itu terasa asing. Ia menyadari jika kedatangan mereka bukan benar-benar karena belasungkawa, namun karena bisnis keluarga yang sedang berada di ambang kehancuran. Dan hanya Bianca lah yang bisa menyelamatkan itu semua. Wanita itu tahu, keluarga besarnya bermuka dua. Dan sialnya, ia yang harus menanggung beban ini. Apalagi setelah ini, Ia lah yang akan menjadi penerus perusahaan itu. Proses pemakaman berjalan dengan lancar meskipun diiringi dengan tangisan buaya dari saudara-saudara dari ayahnya itu. "Seharusnya ini tidak terjadi padamu, Damian. Oh Tuhan... sungguh malang nasib adikku," ucap seorang wanita tua berambut kemerahan dengan tangisan histeris. Dia adalah Nyonya Ester, Kakak dari Damian.David Angkasa Bagaskara berdiri tak jauh dari liang lahat, mengenakan setelan hitam tanpa satu pun aksesori berlebihan. Kacamata hitam b

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Grand Heaven

    Langit pagi di atas Grand Heaven tampak kelabu, seolah turut berduka atas kepergian seseorang yang begitu berarti untuk Bianca. Seseorang yang menjadi pion penting bagi PT. Maheswari Corp- perusahaan milik keluarga Bianca yang di mana sanak saudara dari Damian berkecimpung di sana. Bangunan pemakaman mewah itu dipenuhi karangan bunga berderet rapi, sebagian besar bertuliskan nama-nama konglomerat, pejabat, hingga jajaran petinggi perusahaan ternama. Aura duka bercampur dengan kemegahan. Di aula utama, peti jenazah mendiang Damian Mahendra terbaring anggun, dikelilingi bunga lili putih dan mawar hitam. Di sisi lain, ruang khusus disiapkan untuk keluarga inti, dijaga ketat oleh pengawal berseragam hitam. Semua tamu berpakaian serba hitam. Direksi Angkasa Group hadir lengkap. Begitu pula jajaran petinggi Maheswari Corp, perusahaan yang kini kehilangan nahkodanya. Bisik-bisik tertahan terdengar di antara mereka, bukan sekadar belasungkawa, melainkan juga hitung-hitungan kepentingan

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Kabar Duka

    David menyeringai tipis saat tatapannya menyapu tubuh Bianca yang gemetar. Sorot matanya tajam, liar seperti singa yang akhirnya berhasil menjebak mangsa dan membuatnya tak berdaya.Air mata Bianca mengalir tanpa henti. Tubuhnya menegang, kedua tangannya refleks menutupi diri yang kini terasa begitu terhina.Gadis bar-bar, idola kampus yang hobinya party itu, nyatanya kini tak berdaya di hadapan CEO kejam bernama David Angkasa Bagaskara. Laki-laki yang beberapa jam lalu telah resmi menjadi suaminya.“Jangan…” suaranya pecah. “Please ... Jangan sentuh aku!"David tidak menjawab. Ia justru semakin mendekat, membuat napas Bianca semakin sesak. Jarak di antara mereka kian menyempit, hingga wanita itu bisa merasakan napas pria itu yang hangat di kulitnya.“Menangis pun percuma,” ucap David datar. “Kau sudah sah menjadi istriku.”Bianca menggeleng kuat-kuat. “Itu tidak memberimu hak untuk memperlakukanku seperti ini!”David mendengus kecil, sinis. “Hak?” Ia mencondongkan wajahnya lebih deka

  • Oh, Ampun Pak CEO!   Ampun, Om!

    "Om, please jangan apa-apain aku!" Begitulah teriakan Bianca ketika dua pengawal menyeretnya ke kamar megah yang akan menjadi saksi malam pahitnya, bukan malam indah selayaknya malam pengantin."Om?" David mendengus. "Tak bisakah memanggilku Sayang seperti saat kau menyapa para tamuku?" sinisnya.Bianca memalingkan wajahnya. Jika saja ia tidak mendapatkan ancaman dari ibunya selepas pemberkatan tadi, mana mau ia bersandiwara dengan begitu manis di hadapan Tuan Arga dan para tamu asing itu."Tutup dan tinggalkan kami berdua! Ini akan menjadi malam yang panjang dan pastinya ... tak akan bisa dia lupakan seumur hidup," titah David pada dua pengawalnya."Baik, Tuan. Selamat menikmati," ucap salah satu pengawal itu yang membuat Bianca geram.'Sialan, dia pikir aku makanan!'Pintu suite presiden di lantai teratas hotel itu menutup dengan bunyi klik yang terdengar seperti bunyi palu hakim menjatuhkan vonis. Bianca berdiri mematung di dekat pintu, jantungnya berdegup kencang seperti ingin me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status