Share

chapter 2

Author: soareii
last update Last Updated: 2025-03-12 16:28:33

Mikhail tidak segera menyambut uluran tangannya. Ia hanya menatap Nastenka—atau Natalia—dengan mata tajamnya yang sulit diterjemahkan.

Udara di sekitar mereka terasa lebih berat dalam sekejap. Sergey Arman yang berdiri di samping Nastenka tampak sedikit gelisah, tetapi pria tua itu cukup pintar untuk tidak menyela.

Lalu, perlahan, Mikhail mengangkat tangannya dan menyambut uluran Nastenka. Jemarinya kokoh, sedikit dingin, namun genggamannya tidak kasar. Ia tidak mengeceng erat, tetapi cukup kuat untuk menunjukkan dominasinya.

“Sebuah kehormatan juga,” jawabnya santai, suaranya dalam dan berwibawa. “Aku tidak ingat Sergey pernah menyebut punya keponakan yang secantik ini.”

Nastenka tersenyum, meskipun dalam hatinya ia menyimpan kewaspadaan. Mikhail bukan tipe pria yang mudah menerima informasi begitu saja.

“Aku memang bukan seseorang yang sering diperkenalkan,” jawabnya lembut, matanya menatap Mikhail dengan sedikit godaan halus. “Tapi aku senang akhirnya bisa berkenalan dengan Anda.”

Mikhail menyipitkan mata sedikit, seolah sedang menilai sesuatu dari ekspresi dan kata-kata Nastenka.

Lalu, ia melepaskan genggamannya dan melirik Sergey dengan pandangan sekilas. “Jadi, kau membawanya ke sini untuk alasan tertentu?”

Sergey terkekeh kecil, lalu meneguk sampanye di tangannya sebelum menjawab, “Kau tahu sendiri, bisnis sedang sulit belakangan ini, Mikhail.”

Nastenka diam, membiarkan Sergey yang berbicara untuk saat ini.

“Keluargaku… sedikit mengalami kendala finansial,” lanjut Sergey dengan nada enteng. “Natalia di sini ingin membantuku.”

Mikhail menoleh kembali ke arah Nastenka, kini dengan ketertarikan yang lebih jelas. “Oh? Dan bagaimana caranya?”

Jantung Nastenka berdetak lebih cepat, tetapi ia tidak menunjukkan kegelisahan sedikit pun.

Ia mengangkat dagunya sedikit dan menjawab dengan suara tenang, “Aku menawarkan diriku untuk melunasi utang keluarga Arman dengan cara yang jauh lebih menguntungkan untukmu, Tuan Romano.”

Sekarang, Mikhail benar-benar tertarik. Bibirnya melengkung membentuk seringai samar.

“Oh?” tanyanya, suaranya rendah, hampir seperti bisikan berbahaya. “Dan apa yang membuatmu berpikir aku akan tertarik dengan tawaran itu?”

Nastenka tersenyum, lalu melangkah sedikit lebih dekat.

“Karena aku bukan hanya sekadar gadis yang kau beli, Mikhail,” bisiknya halus, matanya menatap langsung ke dalam mata pria itu. “Aku bisa menjadi sesuatu yang lebih… jika kau memberiku kesempatan.”

Mikhail diam sejenak, seolah menimbang kata-katanya. Lalu, senyumannya perlahan melebar dengan kilatan mata yang tidak bisa Nastenka jelaskan. Apa itu ketertarikan? atau itu nafus?

“Baiklah, Natalia,” katanya akhirnya, suaranya sarat akan makna tersembunyi. “Tunjukkan padaku bahwa kau memang layak mendapatkan kesempatan itu.”

Nastenka tersenyum, tetapi di dalam hatinya, ia tahu—permainan baru saja dimulai.

.

.

.

Mikhail tidak langsung membawa Nastenka ke dalam kehidupannya. Ia bukan pria yang mudah percaya, apalagi pada wanita yang datang dengan tawaran semanis madu.

Sebagai langkah pertama, ia membiarkan Nastenka berada di dalam lingkarannya—namun tidak lebih dari sekadar tamu berharga.

Setiap malam, pesta-pesta mewah diadakan, dan Nastenka harus memainkan perannya dengan sempurna. Ia harus menggoda tanpa terlihat murahan, harus menarik tanpa terlihat putus asa.

Mikhail mengujinya.

Ia akan mengabaikan Nastenka dengan sengaja, berbicara dengan wanita lain di hadapannya, melihat apakah Nastenka akan cemburu atau tetap tenang.

Namun, Nastenka bukan wanita biasa.

Alih-alih terbakar emosi, ia malah tertawa kecil ketika melihat Mikhail sibuk dengan wanita lain. Bahkan, ia ikut menikmati sampanye dan berbincang dengan pria-pria lain di ruangan itu, meskipun ia tahu tidak ada satu pun dari mereka yang benar-benar bisa membantunya.

Dan itulah yang membuat Mikhail semakin tertarik.

Suatu malam, ketika pesta hampir selesai, Mikhail akhirnya menghampiri Nastenka yang tengah berdiri di balkon, menikmati angin malam.

“Kau bermain dengan sangat baik,” katanya, menyandarkan tubuhnya di pagar balkon.

Nastenka menoleh, lalu tersenyum kecil. “Aku tidak bermain, aku hanya menikmati waktuku di sini.”

Mikhail tertawa kecil. “Oh? Jadi kau benar-benar menikmati berada di sini? Berada di dekatku?”

Nastenka menatapnya, lalu berjalan lebih dekat. “Bukankah itu yang kau harapkan?” bisiknya, suaranya lembut namun berbahaya.

Mikhail mengangkat alis, menikmati permainan ini. “Aku ingin sesuatu yang lebih darimu,” katanya akhirnya.

Nastenka menatapnya, tidak mundur sedikit pun. “Dan apa yang kau inginkan, Mikhail?”

Pria itu tidak langsung menjawab. Ia justru menatap Nastenka lama, seolah mencari sesuatu dalam dirinya. Lalu, dengan satu gerakan cepat, ia meraih dagu Nastenka dan menahannya di tempat.

“Aku ingin melihat,” bisiknya, “seberapa jauh kau bisa bertahan dalam permainan ini.”

Nastenka menahan napas. Namun, alih-alih ketakutan, bibirnya malah melengkung dalam senyum samar.

“Kalau begitu,” katanya dengan suara lembut, “biarkan aku menunjukkan padamu.”

Mikhail tersenyum, lalu perlahan melepaskan cengkeramannya.

“Jangan kecewakan aku, Natalia.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Owned by My Enemy   chapter 7

    Mikhail menatap datar ke arah perempuan di hadapannya. Rambutnya yang biru laut karena dicat tergerai sedikit berantakan, matanya menyipit dengan ekspresi kesal. Ekatarina Lev Romano—atau yang sering dipanggil Katya—si bungsu keluarga Romano dan satu-satunya anak perempuan di keluarga itu. Jadi bisa dibayangkan betapa dimanjakannya perempuan ini. “Malam-malam datang ke sini hanya untuk menggerutu soal Ayah?” “Kenapa memangnya? Tidak boleh?” Katya balas dengan nada sebal, matanya berkilat penuh tantangan. Mikhail mendesah pelan, menyandarkan punggung ke kursi dengan ekspresi malas. “Bukan begitu, Katya.” Ia mengamati adiknya yang masih bersungut-sungut. “Hanya saja, kau benar-benar memilih waktu yang buruk.” Katya mendengus, melipat tangan di depan dada. “Kau selalu bilang begitu setiap kali aku datang. Apa aku harus buat janji dulu kalau ingin bertemu kakakku sendiri?” Mikhail menatapnya sekilas sebelum mengangkat gelas whiskey di tangannya, menyesap cairan keemasan itu perlaha

  • Owned by My Enemy   Chapter 6

    Nastenka tidak mundur. Sebaliknya, ia mengangkat kepalanya, membiarkan bibirnya melayang di dekat telinga Mikhail, begitu dekat hingga ia bisa merasakan panas tubuh pria itu. "Kau ingin tahu, Mikhail?" bisiknya, suaranya seperti racun yang merayap pelan ke dalam kesadaran. Ia memiringkan kepalanya sedikit, dan kemudian—sentuhan pertama terjadi. Tidak banyak. Tidak berlebihan. Hanya desiran lembut bibirnya yang hampir tidak menyentuh kulit di rahang Mikhail, sebuah gesekan samar yang lebih terasa seperti ilusi dibandingkan kenyataan. Tetapi cukup untuk menyalakan sesuatu di dalam dirinya. Mikhail mengangkat dagunya sedikit, membiarkan matanya bertemu dengan mata biru cerah itu dalam jarak yang begitu dekat. Matanya tidak menunjukkan reaksi apa pun—tidak ada keterkejutan, tidak ada kepanikan, tidak ada rasa terpojok. Sebaliknya, ada sesuatu yang lebih gelap di sana. Sesuatu yang mendekati rasa penasaran. Ia menarik napas pelan, lalu tersenyum kecil. "Lihat siapa yang mencoba

  • Owned by My Enemy   chapter 5

    Mikhail tahu ia sedang dimainkan. Tapi yang lebih mengesalkan dari itu—ia membiarkan dirinya terbawa dalam permainan ini. Di depannya, Nastenka duduk dengan santai, memutar-mutar gelas anggurnya seolah tak ada yang lebih menarik daripada cairan merah tua yang berputar di dalamnya. Ia tidak terburu-buru berbicara, tidak mencoba menarik perhatiannya secara terang-terangan. Namun, justru karena itu, Mikhail terus memperhatikannya. Anggur dalam gelasnya hampir habis ketika Nastenka akhirnya bergerak. Bukan untuk menuangkan minuman lagi, tetapi untuk bangkit dari tempat duduknya. Gerakannya pelan—begitu tenang, begitu anggun—hingga seolah ia adalah bagian dari bayangan ruangan yang suram ini. Mikhail tetap bersandar di kursinya, membiarkan matanya mengikuti pergerakan wanita itu. "Natalia," panggilnya, suaranya rendah dan sarat dengan peringatan. Nastenka hanya tersenyum. Tanpa diminta, ia berjalan mengitari meja panjang itu, langkahnya nyaris tanpa suara. Cahaya lilin memantulkan k

  • Owned by My Enemy   Chapter 4

    Mikhail bukan pria bodoh. Sejak awal, ia tahu bahwa Nastenka—atau "Natalia Arman"—bukan sekadar hadiah biasa dari Sergey Arman. Perempuan itu tidak menunjukkan ketertarikan yang berlebihan padanya, tetapi juga tidak menjaga jarak. Ia bermain di batas tipis antara ketidakpedulian dan godaan halus, seolah menari di atas benang yang hampir tak kasat mata. Dan itu membuat Mikhail penasaran. Biasanya, jika seorang wanita dikirim kepadanya, mereka akan berusaha mati-matian menarik perhatiannya—mereka akan mengenakan gaun paling menawan, berbicara dengan suara lembut penuh pujian, atau bahkan berusaha menyentuhnya dengan dalih yang tak perlu. Tapi "Natalia" berbeda. Ia tidak tampak tergesa-gesa, tidak terlihat putus asa, dan justru karena itu ia semakin menarik. Malam itu, Mikhail sengaja menciptakan situasi untuk menguji perempuan itu. Di ruang makan pribadinya—ruangan dengan pencahayaan redup yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang terdekatnya—ia menunggu dengan gelas anggur di ta

  • Owned by My Enemy   chapter 3

    Pesta telah usai, tetapi permainan di antara mereka baru saja dimulai. Nastenka tidak langsung jatuh dalam genggaman Mikhail, dan itulah yang membuat pria itu semakin tertarik. Biasanya, wanita yang berada di dekatnya akan berlomba-lomba menarik perhatiannya—mereka akan tertawa manis di hadapannya, menciptakan sentuhan-sentuhan kecil yang disengaja, atau dengan mudahnya tunduk hanya demi mendapatkan seulas senyuman darinya. Namun, tidak dengan Nastenka. Ia tahu kapan harus mendekat dan kapan harus menjauh. Ia tahu cara menarik perhatian tanpa terlihat putus asa. Ia bermain tarik ulur dengan begitu lihai, membuat Mikhail mulai melihatnya lebih dari sekadar "hadiah" dari keluarga Arman. Malam itu, setelah para tamu pergi dan suasana kembali sunyi, Mikhail duduk di ruang kerjanya, menyesap anggur merah yang tersisa di gelasnya. Api di perapian berpendar redup, sesekali mengeluarkan suara kayu yang retak terbakar. Namun, pikirannya tidak sepenuhnya ada di sana. Untuk pertama kalinya

  • Owned by My Enemy   chapter 2

    Mikhail tidak segera menyambut uluran tangannya. Ia hanya menatap Nastenka—atau Natalia—dengan mata tajamnya yang sulit diterjemahkan. Udara di sekitar mereka terasa lebih berat dalam sekejap. Sergey Arman yang berdiri di samping Nastenka tampak sedikit gelisah, tetapi pria tua itu cukup pintar untuk tidak menyela. Lalu, perlahan, Mikhail mengangkat tangannya dan menyambut uluran Nastenka. Jemarinya kokoh, sedikit dingin, namun genggamannya tidak kasar. Ia tidak mengeceng erat, tetapi cukup kuat untuk menunjukkan dominasinya. “Sebuah kehormatan juga,” jawabnya santai, suaranya dalam dan berwibawa. “Aku tidak ingat Sergey pernah menyebut punya keponakan yang secantik ini.” Nastenka tersenyum, meskipun dalam hatinya ia menyimpan kewaspadaan. Mikhail bukan tipe pria yang mudah menerima informasi begitu saja. “Aku memang bukan seseorang yang sering diperkenalkan,” jawabnya lembut, matanya menatap Mikhail dengan sedikit godaan halus. “Tapi aku senang akhirnya bisa berkenalan deng

  • Owned by My Enemy   chapter 1

    Nastenka menatap pantulan dirinya di depan cermin. Wajahnya yang dulu penuh senyuman dan kebahagiaan itu kini mendingin dan hanya terukir senyum sarkas atau seringaian tanpa arti. Ia saat ini sedang merias dirinya, menggunakan pemerah bibir dan memoles tipis wajahnya. Ia tidak pernah suka memakai make up tebal, jadi selain pemerah bibirnya yang berwarna merah darah, wajahnya tidak diberi warna 'berani' yang macam-macam. Nastenka memakai gaun berwarna merah marun yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sangat baik. Gaun ini dulu milik ibunya dan satu-satunya gaun bermerk dengan harga tinggi yang tersisa. Karena hampir seluruh barang berharga yang bisa diungkan sudah dijual oleh ibunya demi kehidupan mereka sehari-hari ketika mereka berdua masih takut diburu oleh orang yang menginginkan kematian mereka. Nastenka tidak suka menggunakan gaun yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Jadi hampir seluruh pakaiannya adalah pakaian longgar yang tidak begitu ketak, ia juga menyukai warna pastel

  • Owned by My Enemy   Prolog

    Dendam adalah racun yang mengalir pelan, membakar setiap nadi dengan keinginan untuk menghancurkan. Nastenka Theodor tidak pernah berpikir akan menempuh jalan ini—menjadi bayangan yang menyusup ke dalam kehidupan pria yang telah merenggut segalanya darinya. Mikhail Dimitri Lev Romano. Nama itu bergaung di benaknya, mengingatkannya pada malam di mana keluarganya musnah dalam kobaran api. Dunia mereka adalah dunia yang sama—penuh kemewahan, pengkhianatan, dan darah yang mengering di ujung peluru. Kini, ia melangkah ke dalamnya bukan sebagai korban, tetapi sebagai pemain. Dengan nama baru, wajah yang tersenyum manis, dan niat yang beracun, Nastenka menawarkan dirinya pada Mikhail. Dia bukan wanita pertama yang ingin berada di sisinya, tapi dia akan menjadi yang terakhir—entah sebagai kekasih, atau algojo yang menusuknya dari belakang. Namun, permainan ini lebih berbahaya dari yang ia kira. Saat rahasia terkuak dan kebenaran mulai bertaut dengan kebohongan, Nastenka dihadapkan pada pil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status