Raisa yang dipanggil pun semakin berani menempelkan dirinya kepada Mikhail. Ia tidak dapat melihat perubahan emosional Mikhail. Tapi Nastenka yang baru mengenal pria ini dapat melihatnya dengan sangat jelas.
Mungkin karena Mikhail benar-benar jengkel sehingga tidak dapat menyembunyikan emosinya.
Sementara itu Nastenka hanyalah menonton drama di hadapannya dengan tatapan tertarik tanpa maksud untuk menengahi ataupun ikut andil dalam drama ini. Ia juga menyadari bahwa beberapa orang mulai memperhatikan mereka karena suara melengking Raisa.
“Sayang, aku benar-benar tak menyangka kau datang. Aku kira kau masih di luar kota,” suara Raisa terlalu nyaring, membuat beberapa tamu melirik.
Nastenka menyesap sampanyenya, tenang. Ia tahu ada beberapa kamera yang mulai melirik ke arah mereka. Nastenka menatap ke arah Raisa. Gaun wanita itu memang cantik, merah terang dan memeluk tubuh dengan sempurna, tapi sayangnya terlalu mencolok, terlalu memaksa.
Mikhail akhirnya membuka suara sambil menjauhkan Raisa dari tuubuhnya. “Raisa, tahan suaramu. Ini tempat publik, bukan klub malam.” Nada suaranya datar, tapi cukup untuk membuat Raisa tersenta.
“Kau pasti bercanda kan sayang.” Raisa dengan yakin tersenyum, terlihat tidak dapat memahami situasi. “Semua orang di sini pasti sudah tahu kau dan aku punya sejarah panjang. Tak perlu bersikap dingin seperti itu.”
Merasa puas menjadi penonton sambil menikmati wajah jengkel orang yang paling Nastenka benci, pada akhirnya ia tetap menjalankan perannya sebagai pasangan kontrak dari Mikhail. Nastenka mendekat dua langkah, lalu meletakkan gelasnya di meja terdekat sebelum bersuara—lembut, tapi cukup keras untuk didengar orang-orang di sekitar mereka, lalu dengan berani ia mengalungkan lengannya di lengan Mikhail.
“Oh, jadi ini wanita dari masa lalu yang kau sebut terlalu emosional itu?” Nastenka berkata sambil memiringkan kepala, seolah-olah sedang mencoba mengingat sesuatu.
“Siapa kau?! Berani sekali memotong pembicaraanku dengan Mikhail!”
Nastenka terkekeh pelan, ia menatap Raisa dengan tatapan kasihan dan terbilang merendahkan. “Salam kenal Nona Raisa, aku adalah Natalia Arman, kekasih tercintanya Mikhail.”
Seolah ingin membuktikan bahwa ia benar wanita terkasih, Nastenka pun menyandarkan kepalanya di perpotongan antara bahu dan lengan milik Mikhail.
Raisa tertegun beberapa detik. Wajahnya yang sebelumnya percaya diri kini mengeras. Tatapannya naik-turun menilai Nastenka dari kepala hingga kaki, seolah mencoba mencari celah untuk menjatuhkannya.
“Kekasih?” suaranya meninggi lalu menatap Mikhail, mencari kepastian dengan wajah ragu. “Mikhail, kau tidak serius, kan?”
Mikhail tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap Raisa lalu menurunkan pandangannya pada Nastenka yang masih menyandarkan kepala di bahunya.
Tatapan mereka bertemu—dan meski hanya sebentar, ada sesuatu di dalamnya. Kepercayaan diam-diam atau mungkin hanya permainan panggung yang mereka berdua sudah sepakati sejak awal.
Lalu, Mikhail mengangguk kecil dan membenarkan posisi tangan Nastenka di lengannya. “Sangat serius,” katanya pelan tapi tegas.
Napas Raisa tercekat. Ia memutar badannya, memperhatikan sekeliling—dan barulah ia sadar betapa banyak pasang mata yang tengah menonton. Termasuk beberapa wartawan gosip yang sudah mengangkat ponsel.
“Ini... ini tidak masuk akal,” katanya panik. “Dia bahkan bukan siapa-siapa!”
“Oh, benar sekali. Aku bukan siapa-siapa di masa lalu Mikhail.” Nastenka mengedip pelan. “Tapi sekarang, aku adalah satu-satunya yang berada di sisinya.”
Raisa menggeleng cepat, seperti tidak percaya. “Kau pasti hanya main-main dengannya kan Mikhail?! Mikhail tidak pernah tertarik serius pada siapa pun apalagi gadis kecil sepertimu!”
Mendengar ucapan Raisa yang terdengar seperti orang putus asa itu membuat Nastenka tertawa kecil, lembut tapi penuh sindiran, nyaris tak terdengar namun jelas membuat Raisa semakin gusar.
“Lucu sekali,” ucap Nastenka masih dengan nada santai. “Gadis kecil? Aku rasa itu lebih baik daripada hanya menjadi kenangan yang bahkan tidak ingin diingat.”
Raisa terhuyung mundur selangkah, matanya membelalak. “Kau... kau tidak tahu apa-apa tentang aku dan Mikhail!” serunya, suaranya sedikit bergetar.
“Oh, aku cukup tahu,” jawab Nastenka ringan. “Aku tahu kalian dulu bersama, aku juga tahu bagaimana kau mengejar-ngejarnya setelah putus. Aku bahkan tahu betapa keras usahamu untuk tetap relevan di lingkaran ini.”
Tentunya informasi yang ia sebutkan ini berdasarkan analisis yang ia lakukan terhadap gerak-gerik serta ucapan yang Raisa lontarkan. Karena informasi yang Nastenka kulik sebelumnya tidak ada yang menyebutkan nama Raisa, jelas sekali bahwa Raisa tidak penting dalam kehidupan Mikhail.
Mikhail menyela dengan nada malas namun tajam. “Dan aku tahu kau tidak diundang malam ini, Raisa.”
Suara di sekeliling mereka mulai meredup karena ketegangan yang meningkat. Beberapa tamu mulai berpura-pura sibuk dengan minuman mereka, tapi telinga mereka jelas terarah ke satu titik: drama yang sedang berlangsung.
Raisa menatap Mikhail, matanya berair. “Kau berubah.”
Malam datang perlahan di kediaman Romano, menyelimuti bangunan megah itu dengan bayangan panjang dan cahaya kuning hangat dari lampu-lampu gantung kristal. Aroma daging panggang, anggur merah, dan rempah-rempah Italia menguar samar dari dapur utama, mengalir pelan melewati koridor-koridor yang sunyi.Nastenka berjalan menyusuri lorong menuju ruang makan, mengenakan gaun satin berwarna merah gelap yang membentuk siluet tubuhnya seperti bayangan api. Rambutnya ditata sederhana, tapi justru membuat kecantikannya terasa lebih dingin—tajam dan tak tersentuh. Sepasang anting kecil berkilau di bawah cahaya lampu, memantulkan kilaunya tepat saat ia melewati cermin besar di dinding.Pintu ruang makan sudah terbuka. Di dalamnya, sebuah meja panjang dari kayu gelap telah disiapkan hanya untuk dua orang, dengan taplak putih bersih dan peralatan makan dari perak. Lilin-lilin menyala tenang di atas meja, dan setangkai bunga segar —satu-satunya elemen lembut— berdiri sendiri di vas kristal di tengah
Pintu terbuka memperlihatkan ruangan yang terkesan jauh lebih hangat dibanding kesan luar rumah ini. Langit-langit tinggi dihiasi lampu gantung kristal bergaya vintage, sementara dindingnya dibalut panel kayu kelabu pucat yang mengesankan kelembutan dan ketenangan. Sebuah tempat tidur ukuran king dengan kanopi tipis berdiri megah di tengah ruangan, seprainya tampak sehalus sutra. Tirai krem mengalir turun di sisi jendela besar yang tertutup sebagian, menyembunyikan pemandangan malam yang mungkin menakjubkan. Di sudut ruangan, ada sofa beludru lembut dengan meja kopi dari kaca bening. Rak buku tinggi berjajar rapi di sisi kanan dan ada aroma samar sandalwood bercampur mawar yang menguar di udara, entah dari mana. Nastenka berdiri di ambang pintu, memandangi ruangan itu tanpa berkata apa-apa untuk sesaat. “Bagaimana, kau suka?” tanya Mikhail, nadanya ringan namun matanya tak berhenti memperhatikan ekspresi di wajah Nastenka. Nastenka mengangkat dagunya sedikit, mencoba terlihat tena
Langit telah berganti warna menjadi abu-abu lembut ketika mobil berhenti perlahan di depan gerbang besi yang menjulang tinggi. Nastenka mengerutkan kening, menoleh ke luar jendela mobil. Gerbang seperti ini jelas bukanlah sebuah tempat hunian biasa. “Aku pikir kita akan ke apartemenmu,” gumamnya sambil menoleh ke Mikhail yang duduk disamping masih mengemudikan setir mobil dengan santai. Yang dimaksud Nastenka adalah apartemen yang pertama kali ia datangi ketika menandatangani kontrak dengan Mikhail.“Ah.. yang itu ya,” jawab Mikhail tenang dengan anggukan kecil nampak mengerti maksud Nastenka. “Ini juga termasuk apartemenku.”“Yang ada gerbang otomatis dan butuh waktu tiga menit berkendara dari gerbang ke pintu depan?” Nada suara Nastenka datar tak habis pikir dengan jawaban Mikhail.“Lokasi strategis, tenang dan aman.” Mikhail meliriknya sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.Mobil melaju menyusuri jalan setapak berlapis batu yang diapit taman bergaya dengan beberapa semak mawar,
“Apa tinggal bersama ada dalam klausa kontrak?” Nastenka benar-benar tidak mengerti jalan pikir pria yang dianugerahi gelar raja tanpa mahkota ini. Pagi-pagi sekali —dua hari setelah pesta pembukaan galeri itu— Mikhail muncul di depan pintu apartemennya tanpa pemberitahuan. Dan tentu saja, Nastenka tidak heran pria ini tahu di mana ia tinggal. Hal yang lebih mengganggunya adalah: kenapa Mikhail merasa punya hak untuk muncul sepagi ini, saat ia bahkan belum sempat mengenakan apapun selain baju tidur yang melilit tubuhnya.Dan parahnya Mikhail bahkan mengatakan untuk tinggal bersama di apartemennya!Mikhail menyandarkan tubuh di ambang pintu, mata menelusuri sosok Nastenka tanpa menyembunyikan niat. “Tidak,” jawabnya sambil mengangkat bahu, santai. “Tapi supaya lebih efisien.”“Efisien?” Nastenka menyipitkan mata, melipat tangan di dada. “Kau terdengar seperti pengusaha logistik.”Mendengar ini membuat Mikhail menyeringai. “Aku memang punya perusahaan yang bergerak di bidang logistik.”
“Kau tidak seperti wanita yang biasanya mengelilingi Mikhail.”Nastenka menaikkan sebelah alis, bukannya membalas ucapan wanita yang tiba-tiba muncul ini, Nastenka memilih untuk melayangkan pertanyaan. “Dan kau termasuk wanita yang mana?” Ia penasaran dengan jawaban yang akan diberikan wanita ini.Wanita ini lagi-lagi tertawa, tidak tersinggung sedikit pun. Tawa yang renyah, tidak dibuat-buat. “Sayangnya aku terlalu sibuk untuk terseret dalam pusaran drama Mikhail Romano.” Ia menyodorkan tangannya. “Sasha Vasiliev. Kita belum pernah bertemu, namun aku berharap setelah ini kita akan sering bertemu.”“Tentu.” Nastenka pun menggapai tangan wanita bernama Sasha Vasiliev ini tanpa ragu. “Natalia Arman.”“Well, Natalia.. seandainya kau bukan milik Mikhail, aku sudah pasti merebutmu ke sisiku.”Mendengar perkataan Sasha membuat Nastenka terkejut. Melihat wajah terkejut Nastenka membuat Sasha semakin melebarkan senyuman membuat kilatan matanya berbinar jenaka. “Jangan terkejut begitu, siapapu
“Orang-orang berubah ketika mereka tahu mana yang berharga dan mana yang hanya membuang waktu,” balas Mikhail tanpa ragu dan terdengar begitu acuh tak acuh terhadap kondisi Raisa yang semakin tidak stabil.Raisa menggigit bibirnya, ia menatap sedih kearah Mikhail dengan mata yang nyaris mengeluarkan tangis, lalu Raisa berbalik menatap Nastenka. “Apa yang kau berikan padanya, hah? Koneksi? Seks?!”“Astaga,” Nastenka menutup mulutnya seolah terkejut kemudian tertawa geli. “Nona Raisa, aku mohon.. jangan mengumbar frustasi pribadi ke publik seperti ini. Kau terlalu cantik untuk twerlihat menyedihkan.”Raisa tak bisa lagi menahan diri. Ia melangkah maju untuk menampar Nastenka tapi Mikhail segera mengangkat tangan dan mencengkram tangan Raisa untuk menghentikannya.Mikhail segera menghempaskan tangan Raisa membuat perempuan itu mundur beberapa langkah. “Satu langkah lagi Raisa, dan aku akan minta keamanan mengeluarkanmu.” Nada suaranya tenang, tapi ada amarah terpendam di dalamnya. Semua o