“Kau yakin, Vivian?”
“Ya, kau harus memastikan bahwa Kiara baik-baik saja. Aku bisa berangkat sendiri dan kau bisa menjaga Kiara.”
Samar-samar percakapan antara Nathan dan Vivian itu Kiara dengar saat ia mulai membuka kedua matanya. Ia tak betul-betul ingat tentang kejadian semalam, karena samar ia seperti bermimpi melihat Nathan di sisinya.
"Lagi pula kita akan bertemu di California bukan? Kita bisa menghabiskan banyak waktu di sana.”
Entah itu sebuah kabar baik atau buruk, Kiara seperti merasakan keduanya. Senang karena pada akhirnya seorang Vivian Wang akan meninggalkan New York, buruk karena sepertinya dua insan yang sedang dibutakan cinta itu membuat janji untuk bertemu di tempat lain.
Kiara terbangun dan meminum satu gelas air yang tentu sudah Nathan siapkan di nakas. Meneguknya habis, karena ia merasa haus dan kelaparan. Namun rasa penasaran Kiara lebih besar, ia ingin mendengar lebih banyak lagi tentang percakapan dua orang yang mengganggu pikiran Kiara sejak tadi. Benar saja, Kiara yang sangat penasaran, berjalan ke arah pintu kamar Nathan dan membukanya perlahan, tentu hati kecilnya ingin segera membuka—mendobrak lebih tepatnya untuk langsung bertanya kepada Nathan, tapi Kiara cukup sadar untuk lebih berhati-hati—berjaga-jaga seandainya ada sesuatu yang tak seharusnya ia lihat dan benar saja, baru setengah saja pintu terbuka Kiara sudah disajikan sebuah pemandangan panas yang berhasil membuatnya mematung dan membuka matanya lebar. Sebuah pemandangan yang sama sekali tidak pernah Kiara bayangkan, yaitu bagaimana Vivian yang bergelayut manja—mencium bibir Nathan yang dengan hebatnya memandu ciuman panas pagi itu di dapur saat Vivian sedang memasak.
“Fuck!”
Kiara kembali menutup pintu dan mengingkari apa yang baru saja ia lihat. Seorang Nathan, pria kolot dan ketinggalan zaman itu adalah seorang pencium yang hebat.
Plak!
Kiara memukul pipinya sendiri agar tersadar.
"Stupid, apa yang aku pikirkan."
Ia mencoba menyadarkan dirinya sendiri sembari berjalan menuju ke ranjang Nathan dan duduk dengan pikiran yang berantakan, lagi-lagi perasaan tidak suka itu muncul saat melihat Vivian dan Nathan sedang bermesraan. Di situlah, di laci nakas yang sedikit terbuka kedua mata Kiara menemukan sesuatu yang menarik. Sebuah buku berwarna cokelat gelap yang ia tak pernah lihat.
"Diary?" Kiara membukanya tanpa permisi dan menemukan daftar kegiatan yang tersusun dengan rapi setiap harinya.
"Oh! My! God! Dia benar-benar kolot.” Kiara menertawai Nathan karena kakaknya yang tampan itu tak lebih hanya seperti sebuah fosil yang seharusnya diawetkan. Di saat zaman semakin canggih dan semua orang menggunakan smartphone, dia masih mencatat semua hal di bukunya.
Kiara yang masih terheran-heran itu terus mengomel, membatin sembari membuka tiap halaman demi halaman milik jurnal Nathan yang hanya berisikan tulisan tangan pria itu yang cukup rapi. Sampai ia menemukan sebuah sketsa taman yang pria itu buat dengan goresan penanya. Kiara tiba-tiba teringat bahwa Nathan suka sekali menggambar dan dulu sebelum pria itu memutuskan mengambil kuliah pre-med, Nathan pernah berpikir untuk menjadi seorang arsitek.
Nathan memang berbakat dan Kiara tahu itu, sampai sebuah senyuman tersemat saat ia menemukan lagi sketsa gereja St. Marry dan katredal St. Patrick's yang membuat Kiara tak bisa berhenti merasa kagum. Membalik halaman berikutnya dan melihat rencana pria itu pergi ke Verona, Italy dan San Francisco dalam waktu dekat. Ia kembali membuka halaman berikutnya namun belum sampai ia melihat isinya, sebuah portrait museum yang di baliknya bertuliskan Scoula Grande, San Rocco membuat Kiara terdiam.
"Apa yang kau lakukan?" Nathan yang muncul dari balik pintu kamar segera berlari saat menyadari apa yang ada di pangkuan dan di tangan Kiara. Mengambilnya dan kembali menyimpannya di laci Nakas.
“Hanya melihat-lihat. Banyak sekali hal-hal membosankan di sini.”
“Apa kau tidak belajar untuk tidak menyentuh barang orang lain?”
Kiara mengerenyit.
“Aku tidak suka ada orang lain yang menyentuh barang-barang pribadiku.”
“Apa orang lain itu termasuk aku? I'm your sister bukan orang lain.”
“Apa yang sudah kau lihat?"
“Apa yang kau harapkan dari jawabanku? Menemukan gambar perempuan di sana? Atau apa?” Nathan terdiam, ia benar-benar takut Kiara melihat isi bukunya. “Tidak ada, hanya tulisan tanganmu, gambar taman dan gereja, oh! San Francisco, Verona dan Scoula Grande, where's San Rocco?"
"Venice.”
"Wow! Dan kau berencana pergi ketempat-tempat ini?"
"Ya, tahun ini. Bukankah kau menyukai Venice? Aku berencana pergi kesana bulan Agustus nanti.”
Pertanyaan itu membuat Kiara menatap Nathan dan kedua mata mereka bertemu. Ya, ia begitu menyukai Venice dan Nathan masih mengingat kata-kata Kiara dulu bahwa suatu hari ia akan pergi ketempat itu bersama orang yang dicintainya.
Kiara membuang tatapanya saat Nathan menatapnya teduh, hati Kiara tak mampu membendung.
"Kau pergi atau tidak pergi aku tidak punya urusan sama sekali,” ucap Kiara yang kembali marangsak masuk ke dalam selimutnya, membuat tubuhnya kembari terkubur di dalam selimut, bukannya apa, Kiara sedikit risih menerima tatapan Nathan yang tajam yang kadang seperti sedang menguliti isi pikiranya.
"Sepertinya kau tidak lagi punya alasan untuk tinggal lebih lama lagi di sini."
"Apa kau merasa terganggu dan keberatan merawatku?”
“Look! Kau bisa mengajakku berdebat, artinya kau sudah sembuh.”
"Belum, kepalaku masih sakit, tenggorokanku juga, aku juga masih sedikit demam."
“Sungguh?" Nathan tersenyum, duduk di sisi ranjangnya dan memperhatikan setiap gerak-gerink adik perempuanya yang jelas sedang menyembunyikan wajahnya.
Lembut ia menarik selimut Kiara dan menemukan wanita itu sedang terpejam erat. Ia meletakan telapak tanganya tepat di kening Kiara untuk menggodanya.
"Ya, kau belum sembuh, kau masih bisa menginap di sini.” Nathan mengakhirinya dengan senyuman, Nathan merindukan Kiara yang manja ketimbang Kiara yang selalu bersikap dingin.
"Nathan, breakfast is ready," teriak Vivian dari dapur.
****
"Good Morning, Kiara," sapa Vivian hangat.
Kiara tersenyum dan menatap roti panggang dengan pendamping scrambled egg dan shrimp di piringnya.
"Apa semua menu makananya sama?" tanya Kiara.
Nathan tersenyum saat Vivian meletakan piring miliknya.
"Thank you, Baby,” ucap Nathan dan keduanya menukar senyuman.
"Apa kau tidak tahu kalau Nathan tidak suka dengan pinggiran roti dan juga roti yang terlalu kering seperti ini?"
"Kiara!" Nathan mengingatkan.
Vivian nampak terkejut namun ia terus menunjukan senyumnya untuk Nathan dan Kiara.
“Bukankah seharusnya dia tahu? It’s common right? Tahu apa yang pasangan kita sukai dan tidak disukai. Dia harus tahu jika akan menikah denganmu.”
“Vivian! Call her by name, Vivian.”
Kiara melirik Nathan seketika saat menyadari nada pria itu yang sedikit tinggi seperti sebuah peringatan.
“Vivian, bukankah seharusnya Vivian tahu.”
“Tapi selama ini Nathan tidak—”
“Kulit roti memiliki kandungan antioksidan tinggi, kurasa itu baik untuk kesehatan.” Nathan tersenyum pada Vivian seolah menenangkan gadis itu yang cukup terkejut. “Itu kenapa aku sedang berusaha menyukainya.”
“Belajar menyukai?” Kiara menyeringai tak percaya, menyaksikan Nathan yang kedua tangannya sibuk memegang pisau dan garpu untuk memotong pinggiran roti. "Lihatlah, kau bahkan sedang memotong pinggirannya!"
"Ya dan aku perlahan mulai menyukainya"
"Oya? Sejak kapan? Yang kutahu kau masih menyingkirkan pinggiran rotimu sebelum aku berangkat ke Swiss.”
"Sejak hari ini!"
Kiara terdiam menatap tajam Nathan yang sedang menukar piring mereka berdua. Kiara menatap piringnya yang tak lagi ada pinggiran kulit roti berkat Nathan sementara Vivian menatap heran kedua orang yang terlihat begitu dekat.
“Sekarang apa lagi yang akan kau ributkan?”
“Nathan.” Vivian mencoba menyadarkan.
"Setidaknya kau perlu menghargai Vivian yang sudah menyiapkan sarapan untukmu! Just eat!"
"Nath, sudahlah, i'm fine Nath, setiap orang memiliki selera masing-masing, bukan begitu Kiara?”
Vivian tersenyum canggung menyaksikan dua orang yang berakhir saling menatap sengit, jelas Nathan seperti memberikan peringatan pada adiknya yang bersikap tidak sopan, kedua matanya menatap Kiara tajam sementara Kiara terlihat kesal. Jika Vivian boleh berkata jujur sikap Kiara amat sangat menyebalkan dan ia berusaha menahan diri untuk itu, jika bukan karena Nathan ia tidak akan menahan diri.
Tak berangsur lama, perhatian Vivian beralih pada sebuah berita gosip di TV yang sejak pagi tadi menemani Vivian di dapur. Menampilkan samar sebuah foto pria dan wanita yang sedang memasuki Rolls Royce di sebuah lobby hotel di Swiss.
"Bukankah paparazzi zaman sekarang mengerikan, Kiara? Mereka bahkan mengikuti seorang public figur sampai ke luar negeri."
Kiara tak bergeming untuk menanggapi percakapan basa-basi Vivian.
"Siapa?" Tanya Nathan.
"Entahlah, mereka mengikuti seorang pengusaha muda dari keluarga konglomerat sampai ke Swiss. Belakangan banyak orang tertarik dengan kehidupan mereka.” Vivian menatap Kiara karena merasa memiliki topik untuk berbicara dengan adik Nathan itu.
“Apa kau pernah menangkap basah paparazzi yang mengikutimu kemana saja? Tidakkah itu sangat mengganggu, Kiara?”
“Sering! Semakin banyak paparazzi yang mengikuti tandanya aku sangat terkenal.” Jawab Kiara sombong yang berakhir membuat Vivian tersenyum canggung. “Mereka bisa mengikutiku kemana saja, aku bahkan tidak bisa pergi ke toilet umum di airport.”
“Is that bad?” Vivian menanggapi.
“Bayangkan berita apa yang akan mereka buat? Seorang top model dunia pergi ke toilet umum for doing her own business? Aku sudah bisa membayangkan narasi sampah apa yang akan mereka tulis."
“Aku bahkan tidak tau seburuk itu situasinya.”
"Ya, sangat buruk, mereka bisa mengikuti kemana saja bahkan untuk jadwal di luar negri. Aku bahkan melihat mereka kemarin saat di Swiss, mereka terang-terangan mengikutiku padahal aku sedang bekerja, dan—” Kiara terdiam sebentar untuk mengingat kata-kata Vivian barusan.
“Seorang pengusaha dari keluarga konglomerat?" Vivian mengangguk
"di Swiss dengan seorang wanita?" Vivian mengangguk.
Kiara menutup mulut dengan kedua tangannya saat tersadar akan sesuatu hal.
“What happen? Use your words!”
Saat itu juga Kiara mulai menatap ke arah TV diikuti Vivian dan Nathan yang belum menyadari apapun, sampai berita di TV menampakan sebuah foto yang di samarkan, saat itu juga baik Kiara, Vivian, dan Nathan menyadari bahwa dua orang itu terlihat seperti Kiara dan Kellan.
“Oh Shit!”
*****
Berita pagi hari itu membuat Kiara panik dan segera menghubungi Lily, meskipun mungkin tak ada satupun penduduk Amerika Serikat yang tahu bahkan mengenali siapa sosok di balik foto yang disamarkan selain dirinya sendiri dan tentu Kellan. "WHAAAT!?""It was me Lilly, ME!"Kiara menggigit kuku jarinya dan berjaan mondar-mandir saat menghubungi Lilly."Kau tahu sendiri kan, tidak hanya kita berdua ada kau dan yang lainnya, he just drove us with his fucking Rolls Royce to the airport.""Ya, tapi masalahnya adalah tetap itu kau dan Kellan. Orang tidak peduli jika ada aku.""Lily? Bagaimana ini?""Ini akan menjadi bencana besar jika wajahmu dan Kellan terekspos. Kau bisa bayangkan berapa banyak pembencimu akan bertambah jika gosipmu dan Kellan mencuat? Beruntung wajahmu tidak terlihat.""Aku tidak mau tahu, kau harus mengurusnya! Aku berjanji akan menambahkan setengah gajimu jika kau berhasil menghentikan berita ini dan aku akan mengurangi setengah gajimu jika kau gagal!""Bagaimana bisa b
“Kau yakin, Vivian?”“Ya, kau harus memastikan bahwa Kiara baik-baik saja. Aku bisa berangkat sendiri dan kau bisa menjaga Kiara.”Samar-samar percakapan antara Nathan dan Vivian itu Kiara dengar saat ia mulai membuka kedua matanya. Ia tak betul-betul ingat tentang kejadian semalam, karena samar ia seperti bermimpi melihat Nathan di sisinya."Lagi pula kita akan bertemu di California bukan? Kita bisa menghabiskan banyak waktu di sana.”Entah itu sebuah kabar baik atau buruk, Kiara seperti merasakan keduanya. Senang karena pada akhirnya seorang Vivian Wang akan meninggalkan New York, buruk karena sepertinya dua insan yang sedang dibutakan cinta itu membuat janji untuk bertemu di tempat lain.Kiara terbangun dan meminum satu gelas air yang tentu sudah Nathan siapkan di nakas. Meneguknya habis, karena ia merasa haus dan kelaparan. Namun rasa penasaran Kiara lebih besar, ia ingin mendengar lebih banyak lagi tentang percakapan dua orang yang mengganggu pikiran Kiara sejak tadi. Benar saja,
Alasan terpintar sampai dengan terbodoh yang Kiara pikirkan pada akhirnya hanya membuat Kiara memilih cara terbodoh dengan mengunjungi tempat tinggal Nathan sesampainya ia di New York. Terlebih saat ia harus memelas di hadapan kakak laki-laki yang saat ini masih memandangnya bingung.Kiara berbaring di tempat tidur Nathan, masih dengan pakaian hangatnya dan juga selimut yang menutupi tubuhnya rapat."Saat Lily bilang kalian akan kembali setelah pemotretan selesai, aku tidak menyangka bahwa akan secepat ini.""Semuanya berjalan dengan cepat dan lancar,” ucap Kiara sedikit panik. “Aku juga sudah menerima perawatan sebelum pemotretan.”“Then, why you were here? Tidak beristirahat di apartemen-mu.”“Karena … Lilly! Ya, Lilly! She’s busy with her job, so … she can’t take care of me.”“Oh! if that so, you can stay here.”Hati Kiara merasa tenang, ia tak perlu beralasan lagi karena Nathan percaya, terlebih ia merasa sedikit lega karena berhasil menghancurkan momen malam terakhir Nathan dan V
Sebuah makan malam yang telah Nathan siapkan terasa begitu spesial untuk wanita yang kini menyandang status sebagai tunangan Nathan Lee. Vivian tahu bahwa Nathan telah menyiapkan banyak hal ditengah kesibukannya sebagai seorang Dokter bedah, menyiapkan kejutan manis sebelum keduanya berpisah dalam waktu yang cukup lama, nyatanya semua itu sangat menyentuh hati vivian.Sengaja Nathan menata meja makan dengan bunga-bunga hidup kesukaan Vivian dan juga lilin yang kini menjadi sumber cahaya yang menyinari wajah keduanya yang duduk berhadapan. Bersyukur Manhattan tak pernah kehilangan cahaya di malam hari dan semua itu menjadi pendamping manis saat keduanya memutuskan meredupkan lampu ruang makan dan membuka jendela.Keduanya tertawa bersama, meneceritakan banyak hali-hal lucu bahkan tentang pekerjaan mereka. Saling menatap kagum dan menyimpan tatapan hangat sembari menyesap champangne bersama."Sekarang giliranmu, aku ingin tahu lebih banyak tentang keluargamu, Nath.""Kau sudah mengenal
“Ya, aku sudah menemukannya dalam keadaan demam tinggi— entah apa yang dia lakukan saat diam-diam menyelinap meninggalkan kamar hotelnya—“ Lilly melirik sekilas Kiara yang bersembunyi di balik selimut."Ya, kami akan kembali setelah pemotretan, kita tidak bisa membatalkan pemotretan begitu saja— ok, aku akan mengabarimu lagi nanti.”Lilly melempar dengan kesal ponselnya ke ranjang Kellan, tempat di mana Kiara tak menunjukkan batang hidungnya. "Kita harus ke rumah sakit sebentar sebelum pemotretanmu, kau harus mendapatkan perawatan sebelum pemotretan sore nanti."“Aku sudah meminta petugas hotel untuk memanggil seorang dokter dan perawat untuk datang ke sini.”“Seriously, what the hell is going on last night?” tanya Lilly frustrasi saat melihat Kellan muncul dari kamar mandi dengan setelan jas rapi sembari merapikan dasi. “Hanya bermain.” Kellan mengedipkan satu matanya pada Kiara yang memutar kedua bola matanya jengah.“Did you?” Lilly bertanya curiga saat menyadari Kiara mengenakan
"I'm ok!”Lirih suara itu tak mampu membuat Kellan percaya, Kiara yang kini sedang menyandarkan kepalanya lemah pun masih kesulitan bernapas dalam gendongan Kellan. Kellan acuh dan tak mendengarkan sepatah katapun yang keluar dari bibir Kiara karena ia merasa bersalah."Turunkan aku!”“Kita harus ke rumah sakit.”“I’m ok.”“Aku akan meminta petugas hotel memanggil dokter dan memeriksa keadaanmu.”Kiara memejamkan kedua matanya karena kedua matanya yang terasa pedas, bersandar kepada pria yang hampir membuatnya mati sekaligus menyelamatkannya. Kiara tak lagi memiliki banyak kekuatan bahkan untuk berjalan kembali ke kamarnya, ia hampir saja mati beberapa menit yang lalu dan ia masih kehilangan sebagian jiwanya yang hilang di kolam.Ting!Pintu lift terbuka, Kellan berusaha tetap bersikap cool meskipun beberapa orang yang memasuki lift kini menatapnya heran. Bagaimana tidak, di saat semua tamu hotel berpakaian rapi, hanya Kiara dan Kellan yang tampak berantakan dengan tubuh dan pakaian b