Share

Bab 2

Author: RATU LANGIT
last update Huling Na-update: 2025-06-12 19:18:22

“Kamu harus menikah dengan, Calia!”

Suara kakeknya masih terdengar mengalun keras di telinganya.

Devan adalah pria muda berusia dua puluhan, tampan dan berkarisma, namun dikenal dingin dan tak banyak bicara. Ia cucu dari konglomerat Richard Darelano, pemilik imperium bisnis terbesar di Asia.

Malam itu, tanpa aba-aba, sang kakek tiba-tiba memintanya hadir dalam jamuan makan malam keluarga. Bukan undangan biasa, ini perintah.

Pesan itu disampaikan oleh Dio, asisten pribadi Devan, dengan sangat hati-hati.

“Tuan Devan... maaf mengganggu. Kakek Anda meminta Anda hadir malam ini di rumah utama. Beliau bilang ini wajib.”

Devan menatap Dio tajam, lalu mengangguk pelan. Tak satu kata pun keluar dari mulutnya. Tapi tatapannya cukup membuat Dio menelan ludah.

Rumah megah keluarga Darelano malam itu dipenuhi cahaya lampu kristal dan aroma makanan mahal. Dua keluarga besar berkumpul membicarakan pernikahan Devan.

Devan tak bisa menolak. Kakeknya, Richard Darelano, menuntutnya menikah agar perusahaan bisa diwariskan. Calon mempelai, Calia, adalah anak dari keluarga konglomerat yang kaya raya. Hubungan bisnis akan makin kuat jika mereka bersatu.

“Calia besok tiba di Indonesia. Gaunnya sudah kami siapkan,” ujar Affandi, ayah Calia.

“Tak perlu. Aku bisa beli sendiri,” sahut Devan dingin.

Kakeknya langsung melotot. Richard, sang konglomerat cerdas itu, memang keras pada cucunya. Dari semua cucu laki-lakinya, Devan lah yang dianggap paling layak mewarisi bisnis keluarga.

“Maafkan Devan, Pak Affandi. Dia memang agak dingin,” ujar Richard menengahi.

“Tak masalah. Justru itu menandakan wibawa,” balas Affandi sambil tersenyum.

Devan, besok jemput Calia di Flower Bridal Salon pukul 10 pagi. Kita langsung ke gedung resepsi,” pinta Affandi.

“Baiklah,” sahut Devan santai, meski hatinya resah.

Keluarga Affandi akhirnya pamit pulang. Suasana ruang makan kembali sunyi, hanya tersisa suara jam antik yang berdetak pelan di dinding.

Richard Darelano menatap tajam cucunya, Devan, yang masih duduk dengan wajah datar. Tatapan itu bukan sekadar teguran, melainkan perintah yang tak bisa ditolak.

“Devan,” ucap Richard dengan nada berat, “kamu harus menikah dengan Calia.”

Devan hanya menatap kakeknya sekilas. Tak menjawab.

“Perusahaan kita, Darelano Group, akan segera merger dengan Affandi Corp. Ini langkah besar. Kekaisaran bisnis kita akan meluas hingga ke sektor energi dan pertambangan. Itu semua bisa terjadi kalau kamu menikah dengan Calia.”

“Tapi kenapa aku, Kek? Zayn juga belum menikah. Kenapa harus aku yang jadi tumbal penggabungan perusahaan ini?”

“Tumbal?” Richard menyipitkan mata. “Perusahaan ini bukan sekadar bisnis, ini warisan keluarga. Kalau kamu tak bisa mengorbankan sedikit kenyamanan pribadi demi warisan ini, maka aku akan pertimbangkan kembali siapa pewaris Darelano Group selanjutnya.”

Devan mengepalkan tangan di bawah meja. Ancaman itu lebih menyakitkan daripada paksaan menikah.

“Affandi Corp punya pengaruh besar di pasar internasional, ini hanya bisa terjadi kalau ikatan keluarganya terjalin. Keluarga mereka tidak akan menerima kalau kamu menikah dengan orang lain.”

“Kenapa harus bisnis selalu dicampur dengan pernikahan?” gumam Devan, nyaris tak terdengar.

Richard berdiri. “Kamu cucuku, Devan. Satu-satunya yang pantas memimpin Darelano Group. Tapi kalau kamu menolak... pilihan itu akan berubah.”

Tanpa menunggu jawaban, Richard meninggalkan ruangan. Denting sepatunya menggema, seolah menegaskan betapa besar tekanan yang kini menggunung di atas kepala Devan.

Devan ingin membatalkan pernikahan. Dia dan Calia berteman sejak kecil, dan dia tahu betul Calia perfeksionis. Hidupnya akan diatur habis-habisan jika menikah dengannya.

Ia masih gelisah. Terpaku duduk diam di meja makan, menatap gelas anggur yang belum disentuhnya. Pikirannya berkecamuk, antara tanggung jawab sebagai pewaris dan penolakan terhadap pernikahan yang dipaksakan. Langkah kaki terdengar mendekat. Zayn muncul dari balik lorong, menyandarkan tubuh di ambang pintu dengan tangan menyilang.

“Jadi, kamu akan nurut saja?” tanya Zayn dengan senyum miring.

Devan mengangkat alisnya. “Apa maksudmu?”

“Aku dengar semuanya,” Zayn berjalan masuk, menarik kursi lalu duduk berseberangan. “Kakek memaksamu menikah demi merger. Affandi Corp dan Darelano Group, kan?”

Devan mendengus. “Kalau kamu mau, ambil saja Calia. Kakek juga tidak akan keberatan, asalkan merger tetap jalan.”

Zayn tertawa pelan. “Oh, tidak. Aku lebih suka kebebasanku. Tapi... mungkin aku bisa bantu kamu keluar dari masalah ini.”

Devan meliriknya tajam. “Kamu? Mau Bantu aku?”

Zayn menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. “Ya. Kalau kamu nggak mau datang ke resepsi, tinggal pastikan Calia tidak sampai ke tempat itu. Aku bisa urus.”

“Dengan imbalan?”

“Tentu.” Zayn menyeringai. “Sebut saja... satu miliar rupiah. Anggap saja sebagai biaya jasa penyelamatan hidup dan kebebasanmu.”

Devan mengepalkan tangan. “Kamu pikir aku sebodoh itu membayar satu miliar untuk hal sepele?”

“Ini bukan hal sepele. Kamu tahu siapa Calia. Kalau dia merasa dipermalukan di depan umum, kakek bisa jatuh sakit. Saham bisa anjlok. Affandi bisa mundur dari merger. Satu miliar murah untuk semua itu.”

Devan terdiam. Ia tahu Zayn punya koneksi dan cukup licik untuk menjalankan rencana kotor tanpa jejak. Ia juga tahu Calia bisa sangat dramatis jika merasa harga dirinya dirusak.

“Setengahnya sekarang, setengahnya setelah selesai,” tawar Devan dingin.

Zayn menimbang sejenak, lalu mengangguk. “Deal. Aku akan pastikan Calia tidak muncul di resepsi.”

Devan bangkit dari kursinya. “Jangan buat ini jadi kacau, Zayn. Kalau sampai rencana ini gagal, kakek akan mencium bau permainan kita.”

Zayn tersenyum penuh percaya diri. “Tenang saja. Aku tahu persis cara bermain bersih dalam rencana kotor.”

Devan menatapnya tajam sejenak sebelum melangkah pergi, meninggalkan ruang makan yang kini terasa lebih gelap dari sebelumnya. “Oke, Deal!”

Zayn tersenyum lebar. “Oke deal! Sepupu kesayanganku.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PENGANTIN PENGGANTI CEO TAMPAN    Bab 33

    Cleo terduduk lemas. Napasnya tercekat, kakinya gemetar. Dunia serasa berputar. Ucapan Bu Sandara barusan menghantam jantungnya tanpa ampun—pernikahan itu... sah."Enggak... ini enggak mungkin..." bisiknya, seakan menolak kenyataan. Matanya mulai basah.Keenan refleks menahan tubuh Cleo yang nyaris ambruk. "Cleo, tahan. Aku tidak tahu kalau ibuku akan bertindak sejauh ini," ucap Keenan dengan suara parau.Tapi sebelum Cleo bisa menjawab, sebuah suara berat menggema dari ambang pintu. Suara itu dingin. Penuh kemarahan yang tertahan."Apa maksud kalian semua?"Mereka semua menoleh bersamaan. Devan berdiri di sana. Rahangnya mengeras, tatapannya tajam menusuk. Langkahnya mantap seperti badai yang siap menghancurkan apa pun di hadapannya.Bu Sandara terpaku. "Devan. Ka—kau disini?""Jangan panggil nama saya seolah kita masih di pihak yang sama!" bentak Devan. "Kalian pikir aku main-main waktu bilang ini hanya sandiwara? Kalian pikir aku ini boneka yang bisa kalian mainkan sesuka hati?!"P

  • PENGANTIN PENGGANTI CEO TAMPAN    Bab 32

    Devan menatap Cleo yang kini berlutut di hadapannya. Gadis itu—yang selama ini ia lindungi, ia cintai, dan ia jaga—kini memohon padanya… untuk berpura-pura mencintai wanita lain. Untuk menyelamatkan nyawa seseorang yang bahkan pernah menyakitinya. Darah Devan seperti berhenti mengalir.Air mata menggenang di pelupuknya, lalu jatuh, satu demi satu, tanpa bisa ia cegah. Ia menoleh ke arah Pak Affandi dan Bu Sandara yang juga masih berlutut, wajah mereka penuh harap. Keenan hanya menunduk, menggenggam tangan ibunya. Tak satu pun kata keluar dari mulut mereka, tapi semuanya bersuara—tentang rasa takut kehilangan, tentang cinta yang telah putus asa.Namun yang paling menghantam adalah tatapan Cleo. Bukan tatapan marah, bukan tatapan kecewa—tapi pasrah. Tulus. Dan retak.Devan mengatupkan rahangnya. Hatinya menjerit. Tapi perlahan ia berlutut juga, tepat di hadapan Cleo.Tangannya terulur, menyentuh pipi Cleo yang basah oleh air mata. “Maafkan aku,” bisiknya lirih. “Maaf karena harus membua

  • PENGANTIN PENGGANTI CEO TAMPAN    Bab 31

    Cleo turun dari mobil dengan langkah yang berat. Udara pagi terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin hanya pantulan dari kegelisahan yang mencengkeram hatinya. Ia mengikuti langkah Devan masuk ke rumah sakit, menuju ruang IGD.Begitu tiba, pemandangan pertama yang mereka lihat adalah Pak Affandi berdiri lemas di depan pintu ruang gawat darurat, wajahnya pucat, mata sembab. Di sampingnya ada Bu Sandara, memeluk tubuhnya sendiri seolah berusaha menahan kepedihan. Keenan berdiri tak jauh dari mereka, tampak berusaha tenang meski wajahnya tak kalah cemas.Pak Affandi buru-buru mendekat begitu melihat Devan.“Devan…” suaranya parau. Ia menggenggam tangan Devan dengan erat, seolah sedang bergantung pada satu-satunya harapan terakhir. “Calia... dia... dia mencoba mengakhiri hidupnya. Dia pecahkan vas bunga di kamarnya dan... menggores pergelangan tangannya sendiri.”Cleo menutup mulutnya, syok. Devan menghela napas keras, rahangnya menegang.“Kenapa bisa terjadi seperti ini, Pak?” tan

  • PENGANTIN PENGGANTI CEO TAMPAN    Bab 30

    Cahaya matahari pagi menembus tirai tipis kamar Devan. Di atas ranjang luas itu, Cleo dan Devan masih terbaring dalam satu selimut. Setelah semalam menghabiskan malam panas bersama. Ya, mereka telah menjadi suami—istri seutuhnya.Devan memeluk Cleo dari belakang, dagunya bersandar di bahu Cleo, sementara Cleo menggenggam tangan Devan yang melingkar di pinggangnya.Cleo membuka matanya perlahan, merasa hangat dan nyaman. Ia tersenyum kecil, lalu berbalik menatap wajah tampan Devan yang masih memejamkan mata, tampak damai.Tiba-tiba, Devan membuka matanya perlahan. Mereka bertatapan. Tak ada kata-kata. Hanya sorot mata yang berbicara lebih lantang dari segala dialog.“Masih sakit luka di pelipis mata, Kamu?” tanya Cleo lirih, suaranya hampir seperti bisikan yang takut terdengar dunia.Devan mengangguk pelan. “Sakit,” katanya dengan senyum tipis, “Tapi lebih sakit waktu kamu pergi.”Cleo menunduk, menyembunyikan matanya yang mulai basah. Tapi Devan segera merengkuhnya, memeluk Cleo erat

  • PENGANTIN PENGGANTI CEO TAMPAN    Bab 29

    Malam mulai larut. Jarum jam hampir menyentuh angka sembilan. Ketika Devan akhirnya pulang ke kediaman keluarga Darelano. Rumah megah masih terang, cahaya lampu taman yang menyala, menyorot jalan setapak menuju pintu utama.Langkah Devan berat. Wajahnya lelah, matanya sayu. Seharian ini ia sengaja menyibukkan diri di kantor, menumpuk dan menandatangani berkas demi berkas tanpa jeda. Semua itu dilakukan demi satu hal: melupakan Cleo.Namun, saat membuka pintu dan melangkah ke ruang tengah, langkah Devan terhenti.Di sana, di ruang keluarga, seorang pria tua dengan rambut memutih duduk di kursi favoritnya, menatapnya tajam dengan sorot mata penuh tanya. Kakek Richard.“Sudah pulang juga kau, Devan” suara berat sang kakek terdengar serak namun tegas. Devan menghela napas panjang. Ia melepas jasnya, meletakkannya dengan lelah di sandaran sofa.Sang kakek berdiri perlahan, menghampiri cucunya. “Kau bisa sibuk seharian, tapi wajahmu tetap menunjukkan luka. Apa yang sebenarnya terjadi antar

  • PENGANTIN PENGGANTI CEO TAMPAN    Bab 28

    Cleo dan keluarganya baru saja tiba di rumah. Keenan memarkir mobilnya dengan tenang, lalu turun dan membantu Pak Rudi membuka pintu. Lelaki paruh baya itu menyambut Keenan dengan senyum hangat, seolah menyambut anaknya sendiri. Keakraban mereka tak bisa disangkal, dan Cleo menyadari hubungan mereka sudah dekat dalam waktu yang cukup lama. "Masuk dulu, Keenan. Kita belum sempat benar-benar ngobrol," ucap Pak Rudi ramah sambil menepuk bahu Keenan. "Baik, Pak," jawab Keenan sambil tersenyum, lalu melangkah masuk. Di ruang tengah, Willy yang iseng menyalakan televisi tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Matanya terpaku pada layar. Berita siang itu menampilkan laporan keuangan dua perusahaan besar yang dalam waktu singkat mengalami penurunan drastis hingga dinyatakan dalam kondisi kritis dan nyaris bangkrut. "Apa ini?" gumam Willy. Cleo ikut menoleh. Tatapannya langsung membeku saat melihat wajah-wajah yang tak asing di layar. Dua dari tiga laki-laki yang pernah menghantui malam kelam

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status