"Bisa jalan cepat sedikit tidak?" sentak Ron pada Rin yang berjalan seperti keong di lorong rumah sakit. Rin sudah diperbolehkan pulang setelah mendapatkan perawatan medis selama beberapa hari akibat luka tusukan yang diterimanya saat terjadi kekacauan di rumah Ron.Kini gadis itu harus kembali ke rumah pria yang menawannya dan kembali menjadi tahanan di rumah Ron."Sshh ...." Rin berjalan sepelan mungkin sembari meringis kesakitan dan memegangi perban luka tusukan di perutnya.Gadis itu tak menanggapi omelan Ron sama sekali, dan sibuk menahan sakit pada luka tusuk yang belum sembuh benar di tubuhnya.Ron menoleh ke arah Rin, dan mulai tak tega melihat gadis itu berjalan pincang seraya memegangi perut.Pria itu pun melangkah menghampiri Rin, kemudian membopong tubuh kurus gadis itu agar mereka bisa cepat pulang."A-apa yang kau lakukan?" sentak Rin begitu dirinya masuk ke dalam dekapan pria yang mengangkat tubuhnya."Apa lagi? Tentu saja membantu gadis kecil yang berjalan seperti keo
"Apa aku sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk bebas?" tanya Rin dengan wajah pasrah."Bebas? Kau ingin bebas? Konyol sekali," cibir Ron dengan nada meremehkan."Aku sudah mengorbankan hidupku untukmu! Kau tidak lihat luka ini? Kau yang akan terbaring di rumah sakit dengan perut robek jika aku tidak menyelamatkanmu! Apa kau tidak ingin memberikan ucapan terima kasih padaku?" protes Rin."Aku tidak menyuruhmu untuk menjadi pahlawan kesiangan!" sinis Ron tanpa rasa terima kasih sedikitpun pada Rin."Pahlawan kesiangan kau bilang?" sungut Rin makin terbawa emosi karena perkataan Ron."Kau ingin imbalan apa?" tanya Ron malas."Kau tahu apa yang paling aku inginkan,""Apa? Uang? Kau orang yang akan melakukan apapun demi uang, kan? Kakakmu juga bahkan membunuh orang yang tidak bersalah hanya demi uang," sindir Ron dengan mulut pedasnya.Rin hanya bisa diam, menerima segala tumpahan kekesalan Ron. "Kebebasan. Beri aku kebebasan! Aku ... akan membantumu mendapatkan Ren kembali. Bagaimana
Cklek!Rin membuka pintu rumah yang sudah ia tinggalkan selama berhari-hari terakhir. Ron masih berdiri di luar rumah sewaan yang ditempati oleh Rin sembari memandangi keadaan rumah kontrak kecil tersebut."Akhirnya aku pulang ...."Rin hampir saja berurai air mata saat kembali menapakkan di rumah yang ia tinggali bersama sang kakak sebelumnya."Kau yakin ingin tinggal di sini? Kudengar ini hanya rumah sewaan, kan? Memangnya kau punya uang untuk membayar sewa?" tanya Ron tiba-tiba begitu pria itu masuk ke dalam rumah Rin."Hm? I-itu bukan urusanmu! Aku bisa mengurusnya sendiri!" sergah Rin.'Sial! Aku harus membayar dengan apa? Aku juga sudah tertinggal ujian semester di kampus!' jerit Rin dalam hati."Aku akan mengawasimu!" pamit Ron, kemudian pergi meninggalkan Rin di dalam rumah kosong itu.Rin duduk di lantai rumahnya sembari menatap ruangan tak berpenghuni itu. "Sepi sekali," gumam Rin."Ren, aku sudah pulang. Kau ada di mana?" oceh Rin menatap nanar ruangan kosong yang dimasukin
Slurpp!Rin menyeruput kuah mie instan dalam mangkuk besar yang sudah tersaji di hadapannya.Ditemani oleh Ron, gadis itu melahap makanan murah cepat saji itu dengan rakusnya, hingga kuah mie yang tengah dilahapnya terciprat ke seluruh meja."Pelan-pelan saja! Aku tidak akan meminta makananmu," cetus Ron sembari mengusap pipi Rin yang penuh dengan kuah mie."Kau juga mau? Aku bisa membuatkannya untukmu," tukas Rin."Habiskan saja makananmu! Tidak perlu banyak tingkah!" omel Ron sembari menjitak pelan kepala Rin."Kau hanya ingin memakan ini? Memangnya kau bisa kenyang? Aku bisa membelikan makanan yang lain," cetus Ron."Ini saja sudah cukup. Aku tidak ingin meminjam uangmu terlalu banyak," ujar Rin dengan kepala menunduk."Lihat yang terjadi saat kau meninggalkan rumahku! Apa aku pernah membiarkanmu kelaparan di rumahku? Apa kau pernah terlihat seperti mayat hidup seperti ini selama tinggal di rumahku?" sindir Ron.Rin semakin malu memperlihatkan kondisinya yang mengenaskan pada pencu
Rin dapat tersenyum lega begitu dirinya melihat satu kartu tipis yang disodorkan oleh Ron padanya. Gadis itu menyambut girang sumber uang yang akan membantunya bertahan hidup sampai waktu yang tak ditentukan."Ini pertama kalinya aku melihat korban penculikan yang meminjam uang pada penculiknya," sindir Ron pada Rin.Pria itu masih memegang erat kartunya dan belum melepaskan dengan ikhlas benda tipis yang berisi uang ratusan juta yang hendak dipinjam oleh Rin."Tuan adalah penculik paling baik hati yang pernah aku temui," puji Rin sembari menarik kartu yang dipegang oleh Ron.Kedua orang itu saling tarik-menarik kartu debit milik Ron yang tak juga dilepaskan oleh sang pemilik."Kau harus membayar bunganya juga!" sentak Ron belum merelakan uangnya pada Rin."Aku akan membayarnya! Aku janji!"Rin dan Ron masih saling memperebutkan kartu hingga akhirnya Rin berhasil mendapatkan sumber uang tersebut.Ron hanya bisa pasrah saat kartu debit berharga miliknya sudah berpindah tangan pada gadi
Pagi hari, Rin sudah bersiap untuk berangkat ke kampus seperti biasanya. Gadis itu sudah bersusah payah mencari surat dari rumah sakit untuk diberikan pada pihak kampus agar Rin dapat mengikuti ujian susulan."Setelah diculik, mana mungkin aku bisa fokus belajar?" gerutu Rin kesal.Dengan pakaian kasual yang sering dikenakannya, Rin melangkah menuju kampus dengan langkah lesu.Namun, di tengah jalan tiba-tiba gadis itu tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria bertopi yang sengaja menutupi wajah dengan masker."Aww!" pekik Rin saat bahunya tersenggol oleh pria tersebut.Tanpa Rin sadari, pria yang menabraknya itu sengaja menyelipkan kertas kecil berisi pesan singkat pada tas kecil yang dibawa oleh Rin."Maaf!" ucap pria itu lirih, tanpa membantu Rin bangkit dari tanah."Sial! Hei, bisakah kau berjalan dengan benar?" sentak Rin pada pria tersebut.Rin masih belum menyadari jika ada kertas asing yang masuk ke dalam tas yang dibawanya. Gadis itu kembali melanjutkan perjalanan menuju ka
Tring, tring!Obrolan kakak adik itu pun berhenti karena suara dering telepon Rin yang memecah keheningan."Tunggu sebentar," Rin menjauh dari Ren untuk mengangkat panggilan telepon dari orang yang kini menjadi sandaran hidupnya, Ron."Apa jam milikmu rusak? Atau kau memang orang yang tidak tahu diri setelah meminjam uang?" sentak Ron, mengomel pada Rin yang baru saja menjawab panggilan.'Sial! Sudah jam berapa ini? Aku sampai lupa dengan permintaan Ron,' batin Rin benar-benar hampir melupakan agenda hari ini yang mengharuskan dirinya datang ke kantor Ron secepatnya."Kalau kau tidak juga tiba di kantor dalam waktu—""AKU BERANGKAT!" pekik Rin, kemudian mematikan sambungan telepon dari Ron."Siapa?" tanya Ron pada sang adik yang nampak kalang kabut, bersiap untuk pergi."Aku harus pergi sekarang! Ada tugas negara yang harus kuselesaikan sebelum seseorang menyembelihku! Sampai jumpa, Ren!" pamit Rin pada sang kakak."Rin!""Ah, iya! Sebaiknya ... kita tidak perlu bertemu lagi, Ren. Ang
"Apa yang terjadi padamu? Apa kau dirampok orang sebelum kemari? Atau kau baru saja tercebur ke kolam ikan?" sindir Ron melihat penampilan Rin yang begitu berantakan."Aku baru saja terkena badai. Kau puas?!" ketus Rin dengan tatapan dingin.Ron membalut kaki Rin dengan telaten, kemudian bangkit dari lantai dan mengobrak-abrik isi ruang istirahatnya di dalam kantor.Pria itu keluar membawa flatshoes mungil dan memberikannya pada Rin. "Pakai!" titah Ron."Sepatu siapa ini? Kau ... diam-diam mengoleksi sepatu perem—""Ini sepatu calon istriku!" potong Ron sembari menjitak kepala Rin sebelum gadis itu berbicara sembarangan mengenai dirinya."Ah, kupikir ini milikmu!" gumam Rin lirih.'Apa calon istri yang dimaksud oleh Ron adalah ... wanita yang dibunuh oleh Ren?' batin Rin menerka-nerka."Sepatunya sangat cocok. Kakimu sangat kecil. Sama seperti Lilian," gumam Ron mengingat kembali tunangannya yang telah terkubur selamanya."B-benarkah? Terima kasih," ucap Rin lirih."Terima kasih untuk