Share

KE RUMAH IBU

Tiba-tiba ponselku berdering, panggilan masuk dari Ibu. Aku keluar dari Coffe untuk mengangkatnya. 

"Ia, Bu. Ada apa?" tanyaku pada Ibu. 

"Kamu jadi datang ke rumah Ibu hari ini?" 

"Oh, i--ia Bu. Ini mau otw sekarang ke sana." 

"Ya sudah, Ibu tunggu ya." 

"Ia, Bu." 

Panggilan pun berakhir, aku lupa ... jika ternyata hari ini ada janji sama Ibu mau ke rumahnya karena ingin belajar masak soto. 

Aku bergegas pergi menuju rumah Ibu. Membiarkan Mas Andre dengan wanita itu, nanti juga bakal tahu siapa dia.

Sebelum ke rumah Ibu, aku singgah ke pasar. Membeli semua yang diperlukan untuk membuat soto. 

Baru kali ini, aku mau belajar masak membuat soto. Biasanya selalu menolak, terlebih karena aku yang tak menyukainya. 

"Ayamnya sekilo saja, Bu," tanyaku ketika sudah berada di rumah Ibu. 

"Ndak usah sekilo, Nduk. Kebanyakan itu. Setengahnya saja," ujar Ibu mengupas beberapa kunyit. 

"Ini kita mau buat soto apa, Bu." 

"Soto ayam, Nduk."

"Bahannya apa-apa saja, Bu. Biar Rani catat," ucapku seraya mengambil pulpen dan buku. 

"Bahan-bahannya: 

300 gram ayam rebus suwir 

lima siung bawang merah 

tiga siung bawang putih 

satu cm jahe 

dua lembar daun salam 

dua ruas sereh 

satu ruas jahe 

700 ml Frisian Flag Purefarm Full Cream 

250 ml kaldu ayam/sapi 

setengah sendok teh merica 

tiga butir cengkeh 

satu sendok teh ketumbar bubuk 

dua sendok makan gula pasir 

satu sendok makan minyak goreng 

Garam dan merica secukupnya 

Daun bawang dan bawang goreng (topping) 

Cara membuatnya : 

Untuk membuat resep soto ayam santan kuah susu, pertama siapkan bawang merah lima siung, bawang putih tiga siung, jahe satu cm lalu haluskan 

Panaskan minyak, masukkan bumbu yang sudah dihaluskan, serai dan daun salam dua lembar, ketumbar satu sendok teh, cengkeh tiga butir, tambahkan kaldu ayam 250 ml, Frisian Flag Purefarm Full Cream 700ml, garam sesuai selera, setengah sendok teh merica, dua sendok teh gula.

Di tempat terpisah, goreng ayam hingga matang. Setelah matang, suwir-suwir dagingnya 

Masukkan ayam suwir 300 gram, lalu aduk sampai bumbu-bumbunya meresap kemudian, dihidangkan dengan menambahkan daun bawang & bawang goreng di atasnya." 

Aku sampai kewalahan mencatat semua resepnya. Tapi ini semua aku lakukan untuk Zain, karena ... beberapa hari lalu ia minta di buatkan soto seperti buatan Neneknya. 

"Ini saja, Bu." 

"Ia, itu saja. Nanti kalau sudah mendidih panggil kamu matikan, Ibu tinggal dulu ya, mau kedepan." 

"Ia, Bu." 

Aku duduk di salah satu kursi dapur. Membuka catatan dari resep masakan yang Ibu berikan. 

Ternyata, masak soto tu tak sesusah yang dibayangkan. Cuman karena aku yang tak tahu seakan ia menjadi sulit. 

Entah kenapa, aku kepikiran dengan Mas Andre dan wanita yang bersamanya itu. Apa ia Mas Andre mencoba mencari kepuasan di luar? Apa karena sudah bosan dengan makanan rumah sampai ia pun mencoba untuk merasa makanan di luar sana. 

Jelek sangat kah diriku ini? Sampai suami saja tak betah, atau karena masalah tadi malam? 

Aku menghembuskan nafas panjang. Berharap apa yang ada di pikiran tak pernah menjadi kenyataan. 

Aku kenal baik dengan Mas Andre. Dia juga telah bersamaku selama hampir lima belas tahun. Tak kan mungkin ia mencoba mencicipi makanan luar. 

Aku mengusap dada sambil terus menerus istigfar dalam hati. Tampak masakan soto telah menggelegak aku pun mematikannya. 

Lalu mengambil soto tersebut dengan mangkuk dan terus membawanya ke depan untuk dimakan bersama Ibu. 

"Sudah matang," tanya Ibu saat melihatku membawa dua mangkuk soto ke hadapannya. 

"Sudah, Bu. Baru saja," jawabku sembari memberikan semangkuk soto milik Ibu. 

Aku mengaduk-aduk soto kemudian memakannya, saat kuah soto itu terlekatkan pada lidah. Mataku seolah berbinar, ini kali pertamanya aku merasakan soto sesedap ini. Biasanya rasa soto tak pernah enak. Terlebih kuah yang encer dan tak kental. 

"Bagaimana rasanya, sedap tak?" Ibu bertanya seolah memastikan bahwa aku menyukainya. 

"Sedang sangat, ini adalah soto yang paling sedap yang pernah dirasa." 

"Baguslah, kalau kamu akhirnya bisa mengakui bahwa ternyata soto itu sedap," ujar Ibu sembari tersenyum manis. 

"Tak semuanya, Bu. Cuman soto Ibu saja yang sedap. Yang lainnya tak," jawabku membantah perkataan Ibu. 

"Ia lah, suka kamu saja. Yang penting kamu sudah suka makan soto." 

Aku tersenyum sambil terus menyerup kuah soto tersebut.

"Oh, ya. Gimana kabar cucu Ibu sih Zain itu," tanya Ibu menanyakan cucu kesayangannya itu.

"Alhamdulillah baik, Bu."

"Sekali-sekali bawa lah Zain tuh disini, rindu Ibu sama dia. Cucu Ibu kan cuman sih Zain itu, mana ada yang lain," ujar Ibu sambil mengeluh bahwa tak ada cucunya selain Zain.

Bisa dikatakan, aku adalah anak tunggal

Ibu dan Ayah. Bahkan cucu perempuan satu-satunya keluarga mereka.

Rania Zaida, nama itu diberikan Ibu saat aku dilahirkan di muka bumi ini, kata Ibu namaku memiliki arti yang begitu indah. 

Seorang wanita cantik mempesona lagi beruntung. Arti itu memang indah bila di dengar, tapi … apakah hidupku akan seberuntung arti nama yang aku dapatkan?

Dulu, ketika usiaku beranjak 23 tahun, Ayah mengenalkan sosok lelaki tampan nan wibawa padaku. Mungkin … karena Ayah tahu aku ini bukan tipe wanita yang suka pacaran, terlebih menjalin komitmen tanpa kepastian. Ujung-ujungnya hanya menjaga jodoh orang saja. Bila dia tak bersama kita, pasti hati akan sesak. 

Lelaki itu adalah Mas Andre, anak dari teman rekan kerja Ayah. Sifatnya yang sopan serta ramah membuat aku jatuh hati padanya. Kami mulai mengenal satu sama lain. Mencoba berkomunikasi lewat ponsel, hingga pada akhirnya, Mas Andre menyatakan keseriusannya padaku di depan Ayah dan Ibu.

Bagiku, menjadi istri dari pria kaya serta tampan dari keluarga terpandang adalah sebuah keberuntungan yang amat besar, namun hal itu ternyata salah. Saat dimana aku sudah menjalin rumah tangga bersamanya. 

Saat itu juga aku baru mengetahui bahwa suamiku memiliki sebuah penyakit yang sulit untuk dirubah. 

Terbetik penyesalan dalam benak, mengapa dulu aku tak mengenalnya cukup saja. Kenapa juga harus terburu-buru untuk menikah. 

Tapi semua itu sudah aku terima seiring berjalannya waktu. Walau pada hakikatnya terasa berat dan sulit.

Mungkin, inilah ujian pernikahan yang harus aku jalani. Ingin sekali diri ini bercerita pada Ibu. Tapi, aku sendiri juga tak ingin membuat Ibu kecewa. Bagaimana nantinya perasaan Ibu ketika mengetahui bahwa menantu idamannya ternyara tega berbuat hal buruk pada putri satu-satunya yang ia miliki.

Terlebih jika aku mengatakan semua perlakuan Mas Andre padaku selama lima belas tahun ini. Bukan hanya sekedar terobsesi pada sebuah hubungan, ia juga kerap melakukan vcs dengan beberapa wanita apabila tak mendapat kepuasan dariku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status