Share

2. Makan Malam

Lintang bekerja di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang periklanan pada posisi accounting, seperti biasa puluh 17.30 dia keluar kantor, tapi kali ini tujuannya bukan indekos, melainkan sebuah restoran yang menjadi tempat makan malamnya nanti.

Mobil Cakra baru saja sampai di lobi, dan Lintang langsung menghampiri yang ditunggunya sejak tadi.

"Nanti acaranya jam 8, kita masih ada waktu buat siap-siap," ujar Cakra setelah Lintang berada di sebelahnya.

Lamborghini memecah jalanan ibu kota, tujuan mereka sekarang adalah sebuah mall, Cakra ingin mengubah menampilan Lintang agar menjadi lebih menarik.

Setelah mobilnya terparkir di basemant, mereka pun keluar dan langsung mencari dress, sepatu, serta tas untuk Lintang. Kemudian, Cakra membawa Lintang ke salon untuk didandani secantik mungkin, karena ini adalah pertemuan mereka dengan keluarga besar.

Baru beberapa hari kenal dengan Cakra, membuat Lintang tidak menjadi dirinya sendiri. Lintang tidak suka memakai barang-barang mewah, berdandan yang berlebihan, dan memakai high heels yang menyiksa kakinya, tapi dari kemarin Lintang melakukan hal yang tidak dia suka.

"Cantik," ujar Cakra setelah Lintang selesai dirias.

"Cak, aku kurang nyaman."

"Tahan, Lin. Pokoknya nanti di depan, opa, mama, papa, om, dan tante, kamu harus terlihat high class."

Lintang hanya mengangguk, setidaknya Lintang tahu bagaimana rasanya makan di restoran mewah, yang selama ini Lintang harus menyisihkan gajinya untuk bayar indekos, kirim untuk orang tuanya di kampung, dan keperluan sehari-harinya, juga sisanya ditabung. Kehidupan Lintang memang harus hemat, mengingat dirinya hanya anak rantauan dari keluarga sederhana.

***

Cakra menggandeng tangan Lintang dengan mesra, sementara keluarganya sudah berkumpul pada satu meja menunggu kedatangan mereka, kecuali Laras dan Aksa yang sudah bulan madu ke Bali.

"Sorry telat," ujar Cakra setelah menempati kursi yang disediakan, "tadi macet."

"Yaudah kalian pesan aja," balas kakek Cakra yang bernama Aryo.

Lintang membaca menu dan dia bingung harus memesan apa, karena namanya terlalu aneh.

"Saya pesan steak sama minumnya air putih aja," Cakra memang lebih suka air putih daripada air-air yang lain. Cakra menoleh ke Lintang, "kamu mau apa?"

"Samain aja."

"Yaudah steak-nya dua, dan air putih dua."

Pelayan pun menyebutkan kembali pesanannya, setelah itu melenggang menjauh.

Aryo menatap Lintang. "Tolong perkenalkan diri kamu."

Buseh, ini mau interview kerja apa gimana?

"Hai, Opa. Kenalin aku Lintang Nazeala, umur dua puluh tiga tahun, saat ini kerja di perusahaan swasta sebagai staf accounting."

"Orang tua kamu?"

"Saya berasal dari pulau kecil, yaitu Lombok, ibu saya PNS di pemerintahan, dan ayah saya seorang guru SMA."

"Oh, nggak cocoklah disandingkan dengan keluarga kita," ujar Vania, Tantenya Cakra yang merupakan ibunya Aksa, "contoh Aksa dong, istrinya adalah seorang dokter."

Lintang hanya bergeming, padahal hatinya sudah panas mendengar perkataan wanita yang belum dia ketahui namanya.

"Nggak cocok ah, disandingkan sama keluarga kita," komentar Radit, suaminya Vania.

Cakra yang sedari tadi hanya mendengarkan, kini ikut bersuara, "Hidup-hidup aku, kenapa jadi kalian yang repot?"

Reza, ayahnya Cakra ikut berpendapat, "Di dalam keluarga kita dari awal sudah ditekankan minimal harus seorang dokter atau anak dokter, lihat abangmu, sepupu-sepupumu adalah pasangannya dokter."

Sintia melotot ke suaminya, Reza. Agar tidak mengatakan hal itu, namun tidak dihiraukan oleh Reza.

Aryo pun mengangguk. "Itu adalah peraturan keluarga kita, kalau kamu lupa."

Cakra menatap Lintang yang sedari tadi hanya menunduk, kini berdiri dari tempatnya, Lintang memang memiliki hati sesensitif itu. "Oke, saya juga tidak berniat menjadi anggota keluarga ini, terima kasih."

Bahkan makanannya belum datang, Lintang sudah meninggalkan restoran, yang langsung dikejar oleh Cakra.

Entah ada kesakitan sendiri mendengar ucapan keluarga Cakra, biarpun ini hanya hubungan pura-pura, tapi Lintang tetap tidak suka dengan perkataan mereka.

"Lin," Cakra langsung meraih tangan Lintang setelah mendekat, "maafin keluarga aku, mereka emang seperti itu."

Lintang menoleh, lalu mengangguk. "Santai, ini kan cuma pura-pura. Lagian aku emang nggak pantas disandingkan sama keluargamu, dan kepura-puraan ini nggak perlu diteruskan lagi."

"Aku masih butuh bantuanmu, Lin. Aku ingin buktiin ke Aksa kalau aku bisa move on dari Laras dan bisa dapat yang lebih baik dari istrinya itu," Aksa menjeda kalimatnya, "dari dulu aku selalu kalah sama Aksa, dari kecil kami itu rival dalam hal apa pun, tapi dia yang selalu menang, dan bahkan Laras pun dia yang dapatkan."

"Terus aku peduli? Seharusnya kamu bisa dapatin cewek yang kamu mau."

"Ada banyak hal yang nggak kamu tahu dari aku."

"Nggak minat buat tahu juga!"

Lintang langsung melepas tangan Cakra dengan paksa, dia berjalan menjauh, tak peduli Cakra yang terus memanggil namanya, hingga sebuah taksi yang melintas pun membawanya pergi dari tempat itu, membuat Cakra sangat kesal.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status