Mereka masuk ke restoran kecil yang sudah sering mereka datangi dulu, waktu keduanya masih sering bersama. Sebelum Alfa bertunangan.Mereka baru saja duduk di meja kosong ketika Ainsley mendengar ponselnya berbunyi. Ia menataplayar ponselnya. Austin yang menelpon. Kenapa pria itu menelpon?"Halo?""Kau di mana?""Tempat makan.""Dengan siapa?"Dalam kebingungan Ainsley menatap ponselnya, lalu menempelkannyakembali di telinga. Kenapa denganLaki-laki itu? Nada suaranya terdengar dingin tidak seperti tadi pagi. Dasar labil."Teman," jawab Ainsley berusaha menetralkan intonasinya. Ia tidak mau Alfa melihatnya berdebat dengan sih penelpon yang adalah suaminya sendiri itu.di ujung sana Austin mendengus kesal."Ada ada menelponku?" tanya Ainsley lagi. Sepi sebentar, lalu suara itu berkata dengan nada datar,"Hanya ingin bertanya saja," setelah berkata begitu telpon langsung terputus. Austin menutupnya sepihak. Tanpa pamit dan bilang-bilang dulu. Ainsley yang kesal sontak mematikan ponse
Setelah selesai makan siang bersama dan berbincang-bincang sambil membicarakan bisnis, Austin kembali ke kantor.Pria itu masuk ke ruang kerjanya dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ia merasa sangat lelah. Bagaimana tidak lelah, habis rapat di kantor, ia makan dengan kakek Fu, menemani lelaki tua itu ngobrol. Belum lagi pria itu tambah bad mood karena melihat istrinya makan siang dengan pria lain selain dirinya."Kenapa lagi denganmu?"Suara itu sontak membuat Austin yang hampir ketiduran membuka matanya. Narrel sudah duduk di depannya. Austin menatap sekretarisnya itu yg tanpa bersemangat."Kau tahu, menyukai wanita hanya akan membuatmu merasa lelah." ucap Narrel lagi seolah tahu apa yang ada di pikiran Austin.Ia memang mengakui Ainsley yang bisa membuat sahabatnya itu menyukainya tanpa usaha keras seperti yang di lakukan wanita-wanita yang lain. Tapi kalau ia jadi Austin, ia tidak akan bersikeras mendapatkan gadis itu. Apalagi menikahinya. Belum tentu juga kan Ainsley gadis yang bai
Ainsley turun dari mobil. Mereka sudah sampai. Perjalanan yang mereka tempuh dari Jakarta sampai Bogor kira-kira dua jam setengah. Hanya Austin dan Ainsley berdua dalam mobil. Austin yang menyetir pastinya.Austin sengaja menyetir sendiri hari ini karena seperti yang di katakan oleh Narrel kemarin kalau kemungkinan mereka akan menginap. Pria itu tidak mau merepotkan sopirnya. Ia juga ingin berdua saja di mobil dengan Ainsley.Ketika mereka sampai di Vila, Narrel, Iren dan yang lain belum terlihat sama sekali. Kelihatannya mereka memang belum ada. Meski begitu, penjaga Vila sudah mengenal Austin jadi mudah saja bagi keduanya masuk ke dalam.Ainsley memandang ke sekeliling. Vila itu berada di tempat yang cukup terpencil dekat hutan. Berada di sini suasananya beneran terasa super sunyi.Ainsley pernah datang ke tempat seperti ini sebelumnya tapi tidak semewah tempat milik Narrel ini. Hanya suasananya yang mirip. Kalau malam hari kalau hanya sendirian, yang akan menemanimu hanyalah suara
Malam ini rumah keluarga Pratama dihadiri oleh begitu banyak tamu undangan. Putri bungsu mereka, Quella Pratama sedang merayakan ulang tahunnya yang ke lima belas. Pesta ulang tahun dibuat dengan sangat meriah. Banyak teman-teman sekolah Quella yang hadir, dan tentu saja kerabat keluarga mereka pun ada. Quella sangat senang, karena semua orang memperlakukannya bak putri raja. Apalagi keluarganya. Ini adalah kebahagiaan yang tidak akan pernah ia lupakan.Namun di malam pesta yang meriah itu, petir tiba-tiba menyambar, hujan deras turun dan guntur berbunyi berulang-kali. Seperti menandakan sesuatu, entah apa itu. Perasaan Quella menjadi tidak enak. Entah kenapa ia merasa cuaca ekstrem tersebut membawa pertanda buruk. Entah untuknya, atau orang-orang yang dia sayang. "Kamu kenapa dek?" seorang laki-laki tampan, bertubuh jangkung menghampiri Quella seolah menyadari ketidaknyamanan gadis itu.Laki-laki itu adalah Parkin, kakaknya. Kakak yang selalu memanjakannya tiap hari. Quella tersenyum
Malam ini rumah keluarga Pratama dihadiri oleh begitu banyak tamu undangan. Putri bungsu mereka, Quella Pratama sedang merayakan ulang tahunnya yang ke lima belas. Pesta ulang tahun dibuat dengan sangat meriah. Banyak teman-teman sekolah Quella yang hadir, dan tentu saja kerabat keluarga mereka pun ada. Quella sangat senang, karena semua orang memperlakukannya bak putri raja. Apalagi keluarganya. Ini adalah kebahagiaan yang tidak akan pernah ia lupakan.Namun di malam pesta yang meriah itu, petir tiba-tiba menyambar, hujan deras turun dan guntur berbunyi berulang-kali. Seperti menandakan sesuatu, entah apa itu. Perasaan Quella menjadi tidak enak. Entah kenapa ia merasa cuaca ekstrem tersebut membawa pertanda buruk. Entah untuknya, atau orang-orang yang dia sayang. "Kamu kenapa dek?" seorang laki-laki tampan, bertubuh jangkung menghampiri Quella seolah menyadari ketidaknyamanan gadis itu.Laki-laki itu adalah Parkin, kakaknya. Kakak yang selalu memanjakannya tiap hari. Quella tersenyum
Quilla menangis sejadi-jadinya dalam kamarnya. Hasil tes DNA itu sudah keluar. Nuri benar-benar putri kandung mama dan papanya. Itu artinya dia bukan putri kandung mereka. Gadis itu menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu sesak. Kenapa, kenapa takdir mempermainkan hidupnya seperti ini? Saat mengamati mereka diam-diam tadi dari lantai atas, hatinya makin pedih melihat keakraban Nuri dengan orangtuanya. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana. Sekarang dia harus bagaimana? Tiba-tiba saja rumah ini terasa asing. Orang-orangnya juga. Ia tidak tahan melihat gadis bernama Nuri itu bahagia dengan orangtuanya. Sungguh tidak mampu. Bagaimana kalau dia pergi saja dari rumah ini? Balik ke keluarga kandungnya. "Non Quella?" itu suara bi Mira. Quella cepat-cepat mengusap airmatanya."Kenapa bi?" sahutnya berusaha terdengar biasa."Nyonya sama tuan manggil non. Mau makan katanya," "Iya bi. Bentar lagi aku turun." "Ya udah, jangan lama-lama ya non.""Iya!" lalu tak terdengar lagi suara bi Mira.
Quilla menangis sejadi-jadinya dalam kamarnya. Hasil tes DNA itu sudah keluar. Nuri benar-benar putri kandung mama dan papanya. Itu artinya dia bukan putri kandung mereka. Gadis itu menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu sesak. Kenapa, kenapa takdir mempermainkan hidupnya seperti ini? Saat mengamati mereka diam-diam tadi dari lantai atas, hatinya makin pedih melihat keakraban Nuri dengan orangtuanya. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana. Sekarang dia harus bagaimana? Tiba-tiba saja rumah ini terasa asing. Orang-orangnya juga. Ia tidak tahan melihat gadis bernama Nuri itu bahagia dengan orangtuanya. Sungguh tidak mampu. Bagaimana kalau dia pergi saja dari rumah ini? Balik ke keluarga kandungnya. "Non Quella?" itu suara bi Mira. Quella cepat-cepat mengusap airmatanya."Kenapa bi?" sahutnya berusaha terdengar biasa."Nyonya sama tuan manggil non. Mau makan katanya," "Iya bi. Bentar lagi aku turun." "Ya udah, jangan lama-lama ya non.""Iya!" lalu tak terdengar lagi suara bi Mira.
Setelah meninggalkan rumah, Quella menyewa sebuah gubuk kosong yang tidak terpakai lagi untuk ia tinggali. Uangnya tidak sampai untuk menyewa kos-kosan. Namun bagi Quella tidak apa-apa. Gubuk itu jauh lebih baik dari rumah keluarga kandungnya.Quella akhirnya bingung apa yang harus dia lakukan nanti, bagaimana dengan masa depannya? Teman-teman sekelasnya sudah tahu bahwa dia bukanlah putri kandung keluarga Pratama yang kaya raya. Quella tidak bisa menghadapi pandangan aneh dari teman-teman sekelasnya, akhirnya dia pun memutuskan untuk berhenti sekolah, lalu bekerja untuk mencari nafkah.Namun karena dia adalah gadis yang hidup dari keluarga kaya sejak dulu, Quella tidak dapat melakukan apapun dengan baik, tidak ada pilihan lain untuknya selain bekerja sebagai pelayan di sebuah bar yang penuh dengan berbagai jenis orang.Disinilah Quella sekarang. Bar kecil yang dipenuhi manusia-manusia tidak dikenalnya. Sudah hampir seminggu ia bekerja di sini. Lagi-lagi suasana yang hingar bingar mem