Bab 24. Neraka Ini Bukan Untukku
Kurebahkan tubuh lelahku di atas ranjang. Sakit seluruh tubuh rasanya setelah pulang dari rumah sakit. Untunglah papa sudah membaik.
Mas Gilang belum juga kembali. Memang jarak dari sini ke kampung cukup jauh, tapi kalau hanya untuk mengantar lalu langsung balik lagi, seharusnya dia sudah kembali beberapa jam yang lalu. Ini, sudah jam berapa? Hampir sore dia belum juga kembali. Jangan-jangan dia bermesraan dulu dengan perempuan itu. Huh! Kepalaku rasanya mau pecah!
“Mel ….” Ketukan halus di pintu kamar menyentakkanku.
“Iya, Ma,” sahutku sembari bangkit.
“Mama mau minta maaf, karena kami sudah menyusahkan hidupmu,”
“Mama kenapa berkata begitu? Enggak apa-apa. Temani papa sana, Ma! Kenapa papa di tinggal?”
“Papamu sedang istirahat, dia tertid
Bab 25. Siksaan Manis Buat Calon Mantan Suami“Apa maksudmu? Lepaskan tanganmu!” teriakku kencang.“Tidak! Aku masih kangen. Kangen sekali sama kamu, Mel. Sudah berapa bulan kita tidak pernah tidur bersama, iya, kan? Aku pengen, Mel! Aku mau kita menikmatinya lagi seperti dulu. Aku janji, aku akan membuat kau bahagia. Kamu juga inginkan itu, kan, Sayang? Kau sudah sangat lama memendam keinginan itu, kan? Kita coba, ya! Aku pasti bisa memuaskanmu!” bujuk pria itu dengan pedenya.“Aku jijik padamu, Mas! Aku mau muntah bila di dekatmu! Jangan sampai isi perutku kumuntahkan lagi di wajahmu!” teriakku lagi menghentakkan kasar pelukannya.“Jangan gitu, Mel. Kau dengar apa kata papa dan mama? Kita tidak boleh berpisah, kita harus berbaikan. Kita akan baik-baik saja, ya, Sayang! Aku akan melupakan Harum, tapi dengan syarat, kau harus kembali
Bab 26 Siluet Cinta Pertama“Kenapa? Kau tidak terima kalau kubilang kekasihmu itu hina? Dia itu hina, Mas. Perempuan mana yang mau menyerahkan tubuhnya begitu saja tanpa ikatan apa-apa? Bekas orang lagi? Kalau aku, mah, ogah! Kamu yang masih halal bagiku saja, aku jijik karena pernah dipakai oleh dia. Jangankan kau tiduri, kau tatap saja wajahku, aku mau muntah! Sory, aku terlalu berterus terang, ya? Tapi begitu kenyataannya. Maaf, ya?”“Ok, kau pikir kau begitu berharga buatku? Kau juga sampah menurutku! Kalau kau menolakku, aku juga masih bisa mendapatkan seribu perempuan yang lebih darimu!” ancamnya semakin emosi.“Silahkan! Silahkan, Sayang! Tapi jangan lupa, kartu ATM toko, kartu kredit, Buku Hitam dan STNK mobil semua sudah ada di tanganku. Kau boleh pake mobil, tapi minjam! Untuk modalmu ke hotel berselingkuh, kira-kira tiga atau empat juta sebulan, boleh la
Bab 27. Persiapan Gugatan Pisah****“Oh, paham. Cinta Pertama. Sip, aku ngerti. Masa lalu yang enggak usah dibahas.” Mas Andi tersenyum.Aku ikut tersenyum. Sahabat yang baik. Mereka tahu betul isi hatiku.“Tapi, tunggu!” tiba-tiba Mas Andi menatapku lekat. Lama dia tak berkedip. Aku merasa risih, kulirik Rani yang juga tak kalah penasaran.“Mas! Aku cemburu, lho. Kamu ngeliatin Melur kek gitu?” rajuknya memajukan bibir ke depan.“Rani, aku lagi serius. Aku sedang mengingat-ngingat sesuatu,” bantah pemuda itu.“Apaan, sih?” sergahku semakin tidak nyaman.“Maaf, Mel. Kamu pernah kurus enggak sih? Rambut panjang, kira-kira sepunggung, gitu?” tanyanya menyelidik. Tatapan matanya begitu serius.“Ya
Bab 28. Mesum Di Meja Kasir“Kamu sama pacar kamu cocok enggak?” tanya Mas Gilang menatap lembut kasir toko yang polos itu.“Ehm, gimana, ya. Cocoknya sih, cocok, Pak. Tapi enggak tahu juga?” jawab sang kasir hati-hati.“Lho, kok engggak tahu? Kamu bisa memuaskan dia atau tidak, dan kamu bahagia enggak sama dia, maksudku, saat kalian bermesraan, gitu?”“Enggak tahu sih, Pak. Kami enggak pernah kek gitu-gitu. Kami enggak mau berbuat yang lebih jauh kalau belum sah nikah?”“Bagus sih, tapi kalau ternyata setelah nikah nanti baru ketahuan gimana? Nyesel seperti kami saat ini. Aku enggak bahagia, Melur juga sama. Ujung-ujunnya berantem, nuntut mau cerai. Duh, ribet pokoknya.”“Oh, makanya Mbak Melur mau mengambil alih pengelolaan toko, ya, Pak?”“Itulah.
Bab 29. Pacar Baru, Mesin Uang Sang DurjanaKedua makhluk itu kembali hanyut dalam napsu yang kian menjijikkan menjijikan.Cukup sudah, aku sudah tak tahan!Segera kuhentikan rekaman video itu, lalu kuketik pesan ke nomor Siska bahwa aku akan sampai lima belas menit lagi.Terdengar notifikasi dari posel gadis itu, Mas Gilang menghentikan hisapa dan remasan tangannya di dada gadis itu.“Sepertinya dari Mbak Melur, Pak,” desah Siska dengan napas masih memburu. Gadis itu lalu merapikan rambut dan kancing bagian atas bajunya.“Coba periksa dulu!” perintah Mas Gilang.“Iya, bener. Lima belas menit lagi dia sampai katanya,” sahut Siska sedikit gugup.“Hem, tenang, Sayang. Kalau boleh tahu, berapa setoran penjualan hari ini?” 
Bab 30. Rencana Pernikahan Rahasia Mas Gilang“Mas, ini Chika! Tolong kamu ajak main sebentar! Aku mau mandi!” ucapku sekali lagi dengan suara meninggi satu oktaf.“Iya, letak aja di situ, kenapa, sih?” sungutnya melirik sekilas, lalu kembali tenggelam dengan ponselnya. Jemarinya sibuk mengetik huruf-huruf di layarnya.Aku menghela nafas, pelan kuletakkan bayiku di sampingnya. “Tolong awasi, ya, Mas!” sergahku sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandi.Entah mengapa Mas Gilang sepertinya sangat tidak memperdulikan Chika. Dari awal aku mandi sampai aku keluar lagi untuk berpakaian, dia sama sekali tidak menyentuh bayi itu. Ponsel masih berada di tangannya. Ngobrolin apa sih, sampai selama itu enggak kelar-kelar?Chika mulai merengek, sepertinya dia kehausan. Aku masih memilih pakaian dengan handuk melilit tubuh.&n
Bab 31. Kejutan Di Rumah PengacarakuSubuh telah tiba, segera aku membersihkan diri di kamar mandi. Syukurlah Chika malam ini tidak telalu rewel. Aku bisa beristirahat mengumpulkan tenaga yang telah terkuras selama sehari kemarin.Setelah menunaikan salat Subuh, kugendong putriku ke kamar bayi. Bik Ina sedang melipat peralatan salatnya saat aku memasuki kamar.“Dia masih tidur, tolong jagain, ya, Bik. Hari ini saya pasti sibuk banget. Banyak yang hendak saya urus. Urusan dapur enggak usah porsir banget, yang penting mertua saya disediakan makan. Nyuci dan bersih-bersih kalau sempat aja. Paham, kan, Bik?”“Paham, Bu.”Kuletakkan Chika di dalam boxnya, lalu melangkah kembali ke dalam kamar. Kali ini aku menggunakan tas ransel untuk keluar. Berkas-berkas persiapan gugatan pisah harus kubawa, enggak muat kalau pakai tas sandang. Tadi malam telah kusiapkan segalanya, b
Bab 32. Aku Dan Mantan Kekasihku“Reno … Mas Reno?” desisku tak percaya.“Ya, masa lalumu, cinta pertamamu!” sergah Mas Andi.“Jadi, yang kamu bilang kemarin itu, Reno … Mas Reno …?”“Ya, dia sudah hancur sekarang! Boleh kau lihat sendiri di kamarnya sana! Berhari-hari dia terbaring tidur, bangun nanti hanya untuk makan. Beberapa hari nanti dia akan keluar mencari barang terkutuk itu lagi. Begitu terus sudah lebih setahun ini. Tubuhnya kurus, matanya cekung. Gairah hidupnya tidak ada. Dia sudah mati, Mel. Mati karena pengkhianatanmu.”“Bukan! Bukan aku. Aku tidak mengkhianatinya. Justru dialah yang telah mengkhianati aku. Karena itu aku memilih menikah, berhenti kuliah, karena aku enggak sanggup berpisah dengannya,” lirihku membela diri.”Sudahlah! Kami juga sudah tah