Lalu, mendengar dugaan Ardidiningrat ternyata benar.Ardidingrat segera menarik nafasnya pelan-pelan setelah itu, dia menghembuskannya."Alasan apa yang harus aku berikan pada cucuku, Oh Tuhan....! Kasihan sekali kamu cucuku," ucap Ardidingrat dengan wajah gelisah.Akhir-akhir ini, Ardidingrat tahu betul beban yang dipikul cucunya. Kehilangan putrinya setelah bercerai masih menyimpan luka yang dalam bukan? Lelaki tua itu lalu mengedarkan netranya ke arah cucunya."Apa Intan sanggup mendengar kejadian Angela yang sebenarnya, sekarang?" Ardidiningrat tampak menerka-nerka.Namun di sisi lain, Intan yang sedang membaca raut wajah kakeknya senyumnya mulai memudar."Ada apa dengan kakek? Sepertinya kakek memang ada masalah? Lah, sekarang aku minta anterin beli ciki sepertinya malah keberatan? Lihat saja. Kakek malah melamun! Aku jadi tidak tega kalau begini," batin Intan.Seketika Intan berfikir. Pasalnya, kakek orang yang tidak pelit, apalagi kepada cucunya. Dengan demikian, Intan memutu
Namun, Mbah Kirono malah diam dengan tatapan seram. Bahkan, seolah dia seperti orang yang sedang marah. Kemudian, Mbah Kirono beranjak berdiri dan membelakangi Franz.Sebelumnya, Mbah Kirono marah sampai memukul meja dengan keras. Tapi saat ini malah diam seribu bahasa, seolah orang bisu. Satu jam sudah berlalu. Satu jam masih juga diam? Siapa yang kuat? Kalau tidak butuh pasti saja memilih pulang bukan?Oleh sebab itu, melihat kelakuan Mbah Kirono sekarang, tentu saja membuat Franz bingung, mau marah tidak bisa, diam hanya seperti pecundang. Apalah daya yang hanya bisa bengong saja?"Mbah Kirono kok ngga jawab, ya? Apa aku salah ngomong?" batin Franz bertanya-tanya.Kemudian, Mbah Kirono mulai berkata,"Aku tidak bisa membantumu lagi wahai anak muda!"Franz yang sedari tadi memperhatikan mbah Kirono, bahkan dia mendongakan wajahnya, netranya terus saja mengawasi setiap gerak ternyata tidak ada hasil...Jika dia bukan orang pintar, tentu saja Franz sudah membunuhnya!Sebenarnya Franz
"Angela..,"Bibir Kakek tua itu berucap di hati. Ia merasa sungguh sedih.Sewaktu Kakek melihat keadaan Angela di rumah sakit, ia sungguh sangat memprihatinkan.Ingatannya masih membekas jelas.Luka parah karena kecelakaan mobil menabrak pohon membuat dia koma, Intan, "Apa kamu sanggup melihatnya?" gumam Kakek Ardidingrat.Namun tiba-tiba, alis lelaki tua paruh baya itu mengkerut, seolah teringat kembali keadaan Angela."Mengapa bisa Angela koma tapi mulut terbuka seperti itu?"Lalu Kakek tua itu menghela nafasnya."Mungkin karena saraf tebaknya,"Hari ini Intan kedatangan seorang tamu lelaki.Menggunakan mobil dan barang-barang mahal membuat Kakek Ardidiningrat merasa senang, apalagi saat ini Intan sedang membutuhkan seorang teman."Assalamualaikum,""Waalaikumsalam,""Perkenalkan, saya Glenn temannya, Intan. Apakah Intannya ada?"Mendengar penuturan dari lelaki yang kelihatannya anak baik-baik membuat Kakek Ardidiningrat mengizinkannya untuk bertemu Intan.Pria muda itu memakai keme
Demi Intan bisa sembuh, ia rela menjalankan ritual selama 99 hari.Apakah aku bisa melewatinya? Bola mata Intan menerawang dengan ragu.Hari demi hari berlalu, awal-awal ia gagal, ia ulang kembali, banyak perjuangan yang dia lakukan untuk bisa mandi persis jam dua belas malam.Menangis, mengeluh, merengek, putus asa, males, capek.Kadangkala kelewatan karena kesiangan, kadang ada rasa takut, berbagai godaan hinggap di kepalanya, untung saja kakek selalu saja memberi semangat.Seolah seperti sebuah perlombaan, di sanalah Kakek terus berteriak dan bertepuk tangan memberi Intan semangat!Selama menjalankan ritual pun dia selalu seringkali mengantuk sebelum shubuh ia sudah tertidur, sekali-kali ia berhenti lalu mencuci mata, habis itu ia melanjutkan dzikir atau membaca Alquran dan beribadah kepada Allah. Dalam ritual ini diharuskan. Oleh karena itu, jika gagal harus diulang kembali.Intan mengeluh? Intan menangis? Intan ingin menyerah? Hingga pada akhirnya, tepat tujuh bulan Kemudian ia
"Membuka lembaran baru, Kek?" Kakek bisa melihat sebuah luka yang masih membekas di hati cucunya. Oleh karena itu, dia hari ini mengajak cucunya ke sebuah perusahaan.KORAAAN....,Saat itu, keluarga Ardidingrat sedang sarapan pagi. "Bi, korannya, yang terbaru tolong simpan di atas meja ruang tamu, aku nanti mau baca!" ujar Kakek Ardidingrat melihat bibi membawa sebuah koran ke meja yang ada di kolam ikan memang biasanya Kakek Ardidingrat akan membaca di sana, tapi kali tampak berbeda, dia sudah terlihat rapi untuk menemani cucunya agar lebih semangat bekerja.Sambil menunggu Kakek bersiap-siap, Intan yang melihat sebuah koranpun ikut penasaran."Ada berita apa hari ini?" batin Intan seraya meraih koran dan duduk dengan menaikan kaki menyenderkan tubuhnya di sofa.Intan kali ini tampil berbeda, ia memutuskan untuk menjadi dirinya sendiri. Ia tidak perlu menyamar menjadi Dewi. Untuk apa?"Ini koran terbaru kan? Hmm, benar sekali. Clara...?"Intan bola matanya terbelalak melihat nama C
"Meeting kita batalkan! Saham akan saya tarik!"Kakek Ardidingrat berbicara dengan ngegas.Sontak Clara terasa mati kutu mendengarnya, para pembisnis yang lain di sana tampak mulai ingin menarik saham juga dari sana. Pasalnya para pembisnis mau berbisnis dengan suami Clara karena Ardidingrat sendiri."Tidak ada yang harus diperbaiki bu Clara yang terhormat! Anda yang sudah mengusir cucuku bahkan memanggil dua Satpam, secara langsung Anda juga mengusir saya! Bisnis kita saya batalkan! Saya akan segera menarik saham!"Kakek Ardidingrat berkata seraya berdiri bahkan menunjuk-nunjuk Clara yang berani bersikap kurang ajar kepada cucunya."Sungguh ini pasti salah paham, Tuan Ardidiningrat, cucu Anda yang mana ya?"Clara lalu berdiri berkata dengan penuh hati-hati."Masa iya si, wanita kampung itu!" batin Clara."Maaf. Kalau begitu saya juga akan mengundurkan diri dari perusahaan ini!"Melihat 10 pemegang saham semua kabur, Clara mendadak viral kembali hari ini.Semua berita cetak, online dan
Hari kedua di kantor.Hari ini Intan memakai pakaian yang baru saja di beli. Sengaja ia mencuci satu pakaian semalam, lalu menjemurnya dan tidak lupa minta tolong bibi untuk menggosoknya jika tidak sempat.Setelah Intan bercermin, ia yakin sudah memberikan penampilan yang terbaik. Hanya liftik merah bibir dan pelembab Intan fikir sudah cukup."Lihatlah, bibirku sudah merah! Aku rasa aku sudah cantik!"Setelah itu, dilihat dari cermin almari yang panjangnya sepanjang dinding dan membentuk huruf u, ia melihat kembali jas dan rok yang panjangnya hingga di bawah lututnya. Intan juga memutar lehernya melihat belakangnya."Aku rasa tidak ada masalah,"Di hari ke dua ini, Intan yakin tidak akan ada masalah atau para karyawan yang bergosip tentangnya lagi.Seperti biasa, pagi hari ia menyambut Kakeknya di tempat makan."Pagi, Kek...," ucap Intan seraya mendudukan pantatnya di kursi menghadap Kakek Ardidingrat."Hai cucu Kakek..., selamat pagi juga...Kebetulan kamu sudah datang. Kakek ingin me
Seorang wanita tersenyum menyeringai setelah mengirim sebuah pesan kepada Intan. Di sebuah dinding ruangan wanita itu berada. Beberapa foto tampak berwarna merah, bahkan seperti bercak merah darah. Bukan hanya itu saja, foto tersebut terdapat sebuah anak panah.Bola mata wanita itu menyala seolah Intan harus segera lenyap dari muka bumi ini!"Aku akan membuat wanita yang kau cintai, menghilang dari muka bumi ini!" Suara wanita itu berdesis, bahkan tampak memendam amarah yang dalam.Ingatannya masih tersimpan jelas, bahkan memang sengaja wanita itu menyimpan memorinya.Semakin teringat, semakin emosi.----Di sisi lain, Intan yang mendapat teror dari seorang wanita itu tampak takut dan tegang."Aku fikir aku tidak pernah menyakiti orang lain. Kenapa ada pesan teror kepadaku?"Intan menyerngit, ia tampak terdiam sejenak berfikir, setelah dirasa ia tidak pernah memiliki musuh, ia pun tenang."Mungkin saja dia hanya orang iseng?" ujar Intan."Hoam..,"Karena dirasa mengantuk, Intan sege