Jason bertanya, "Janice, kamu sebenarnya pakai berapa lapis baju sih?"Setelah Jason melepas sweter Janice, dia kembali mencopot satu lapis kaus dalam dan ternyata masih ada satu lapis kaus tipis di bawahnya.Janice memegang lapisan terakhir itu sambil berusaha menahannya. Dia membalas, "Aku gampang kedinginan. Memangnya nggak boleh?"Jason meletakkan telapak tangannya di pinggiran kaus tipis itu, lalu berucap dengan suara berat, "Aku sudah menyalakan penghangat lantai.""Jangan ...." Belum sempat Janice menyelesaikan kalimatnya, dia tiba-tiba dicium begitu saja. Napas mereka segera bercampur.Janice merasakan hangat menjalar dari telapak kakinya. Itu membuat seluruh tubuhnya terasa panas. Tanpa sadar, udara dingin menyentuh kulitnya. Kaus tipis yang dikenakannya ternyata sudah tersingkap.Telapak tangan Jason yang panas menyusuri punggungnya, lalu naik perlahan. Sementara itu, cincin giok merah yang dipakainya ikut menggesek kulit Janice dan membuatnya merasa agak perih.Janice mering
Saat melihat pria itu makin mendekat, napas Janice langsung jadi tak beraturan. Dia bergumam dengan gugup, "Aku ... aku mau lihat-lihat dulu."Janice hampir menabrak rak pajangan seni di lorong, lalu masuk ke kamar utama dengan tergesa-gesa. Begitu mendorong pintu, dia tidak menemukan koper atau barang bawaannya.Setelah masuk ke ruang lemari pakaian, barulah Janice sadar bahwa semua pakaiannya sudah digantung rapi di dalam lemari dan berada tepat di samping pakaian milik Jason. Sama seperti kehidupan di masa lalunya, tetapi rasanya sedikit berbeda.Dulu, Janice mempunyai banyak sekali pakaian. Semuanya dibelikan oleh Jason. Katanya, bagaimanapun dia adalah Nyonya Keluarga Karim. Tidak seharusnya dia berpakaian terlalu sederhana. Namun, ya hanya sebatas itu saja. Tidak lebih.Saat ini, pakaian Janice tidak banyak. Sebagian besar berupa model dasar yang simpel dan mudah dipadukan. Hanya saja, semuanya sepenuhnya adalah barang miliknya sendiri.Ketika hatinya sedang diliputi perasaan cam
Dia hanya takut Janice berubah pikiran dan tidak jadi pindah.Janice hendak bicara kepada Jason, tetapi tiba-tiba terdengar suara anak kecil. "Mama."Vega datang sambil menggandeng tangan Louise.Janice segera menggendong Vega. "Kalian juga di sini? Bukannya aku yang jemput nanti?"Louise diam-diam melirik ke arah Jason. Wajahnya nyaris tak bisa menahan senyuman.Janice menjadi semakin bingung. Apa maksud semua ini?Jason menoleh ke arah Norman dan berkata, "Antar Louise pulang."Norman mengangguk, lalu membawa Louise pergi lebih dulu.Janice heran. "Kenapa dengan Louise?""Uangnya habis, jadi aku carikan dia pekerjaan dengan gaji tinggi," sahut Jason dengan santai."Pekerjaan apa?""Vega masih perlu istirahat dan kamu juga harus kerja. Kalau mencari orang asing untuk menjaga Vega, mungkin akan susah menyesuaikan diri. Jadi, aku bayar Louise untuk menemani Vega di siang hari. Kebetulan juga nggak mengganggunya melukis komik.""Bagus juga." Janice mengangguk, lalu bertanya lagi, "Bayar
Leah sudah berkata begitu, maka Janice tidak punya alasan untuk menolak."Aku akan bekerja sama sebaik mungkin dengan Bu Leah.""Mm." Leah tersenyum tipis.Melihat keduanya berbicara cukup baik, Amanda pun berdiri dan berkata, "Aku percaya dengan kemampuan kalian. Kalian pasti bisa melampaui desainer perhiasan kenangan tahun-tahun sebelumnya.""Pasti," jawab Leah dengan percaya diri. Janice tak berani bersumbar, hanya membalas dengan senyuman ringan.Beberapa saat kemudian, mereka keluar dari kantor Amanda bersama.Janice sebenarnya ingin mengobrol dengan Leah. "Bu Leah ....""Aku masih ada urusan. Aku permisi dulu." Leah memotong ucapannya dan langsung pergi.Janice memandangi punggung yang menjauh itu, entah mengapa merasa sangat familier. Apa dia pernah melihat Leah di suatu tempat?Saat pikirannya melayang, ponselnya berbunyi. Itu dari Jason."Belum selesai?""Baru saja selesai. Kenapa?" tanya Janice dengan suara rendah."Aku di bawah.""Kamu ke sini?" Janice terkejut."Pindahan."
Di antara keempat desainer pria itu, salah satunya adalah pria yang disukai Kayla. Kini, hidup pria itu berantakan, hanya bisa bertahan di pasar kelas menengah ke bawah.Leah tersenyum cerah. "Kalian terlalu melebih-lebihkan. Tadi aku juga melihat dia di bawah, nggak seperti yang kalian katakan."Kayla mendengus seperti mendengar lelucon. "Orang lain mungkin nggak tahu, tapi aku sangat tahu siapa dia. Dulu sempat ada berita singkat di internet, soal anak tiri Keluarga Karim yang katanya jadi simpanan pria. Aku langsung kenali wajahnya. Sampai sekarang aku masih simpan tangkapan layar beritanya."Leah terkejut. "Masa sih?""Tunggu, aku kasih lihat."Kayla membuka galeri di ponselnya dan memperbesar foto. Dalam foto, Janice tampak merangkul dan mencium seorang pria. Namun, pria itu hanya terlihat dari belakang dan fotonya kabur.Kayla berkata, "Beritanya hilang dari internet dalam waktu kurang dari tiga jam. Sampai sekarang nggak ada yang tahu siapa pria itu.""Aku nggak nyangka dia oran
Leah Azhara. Nama itu sudah lama terdengar oleh Janice. Dia adalah desainer paling mencolok dalam industri perhiasan selama dua tahun terakhir.Leah sudah memenangkan banyak penghargaan desain internasional saat masih kuliah. Begitu lulus, dia langsung menggelar pameran tunggal.Banyak merek perhiasan besar yang ingin merekrutnya, tetapi dia justru memilih bergabung dengan studio milik Amanda.Kata orang, itu karena Amanda yang merupakan senior satu almamater, pernah membantunya saat kunjungan kampus.Kemampuan Leah juga selalu mendapat pujian tinggi dari Amanda, yang tak jarang menyebutnya di depan Janice.Namun, yang benar-benar membuat Janice mengingat nama Leah bukanlah Amanda, melainkan Vania.Di kehidupan sebelumnya, ketika Vania sedang berada di puncak karier, muncullah Leah. Hanya butuh waktu kurang dari dua bulan bagi Leah untuk menjadi pesaing terbesarnya.Bagaimana akhirnya? Janice tak tahu karena dia sudah meninggal lebih dulu.Entah karena terlalu banyak hal berubah di keh