LOGINDi tempat karantina, Leo bersama dengan Joe, Apoy, Gan, Ralf, dan Zinc menjalani latihan yang intensif untuk mempersiapkan debut mereka sebagai anggota boyband Light. Mereka menghabiskan berjam-jam setiap hari untuk latihan vokal, koreografi, dan penampilan panggung. Dalam proses ini, mereka saling mendukung dan membantu satu sama lain, membentuk ikatan yang kuat sebagai rekan satu tim.
"Hei, kamu ini tampan sekali. Pasti banyak fans yang akan antri mendapatkan kecupanmu," ujar Apoy menggoda Leo. "Kalian bxb? Bukan, kan? Gila!" Joe menertawakan kedua kawannya yang terlihat aneh. "Kalian semua juga tampan karena LIGHT harus perfect di hadapan para penggemar," jawab Leo sambil melempar senyum, lalu pergi setelah selesai latihan. "Ah, dia itu misterius. Setelah selesai latihan selalu menyendiri," ungkap Gan yang memperhatikan gerak-gerik Leo. Leo dengan nama panggungnya, terus berusaha menjadi yang terbaik dalam hal vokal dan penampilan panggung. Dia menunjukkan dedikasi dan semangat yang tinggi, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk rekan-rekan timnya. Leo adalah orang yang misterius. Selalu memberikan yang terbaik, tetapi setiap selesai latihan selalu menyendiri. Tante Almara sebagai manajer Light, sering mengunjungi rumah karantina untuk memantau kemajuan mereka dan memberikan bimbingan. Namun, ada juga saat-saat di mana Almara dan Leo bertemu secara diam-diam, di luar jam latihan dan tugas profesional mereka. Mereka menemukan kesempatan untuk berbicara dan bermesraan dengan lebih pribadi, menjaga hubungan mereka dengan rahasia dari rekan-rekan tim yang lain. "Tante, kali ini mau di mana?" Leo bertanya dan merasa heran, kenapa masih mau menjadi pemuas. "Kamu jongkok saja di bawah meja. Ini lebih memudahkan kalau ada orang yang tiba-tiba datang, oke?" Tante Almara merindukan lidah Leo. "Oke." Tanpa basa basi, Leo menuntaskan tugasnya. Dia tak peduli lagi soal perasaan apa pun itu. Lebih baik menyelesaikan dengan baik dan bisa debut. "Leo, tetaplah seperti ini, oke? Menjadi milikku seorang." Tante Almara lupa kalau Faizal di rumah menunggu dengan rasa rindu dan mulai mencurigainya karena jarang minta dipuaskan. Setiap bersama Leo alias Edo, Tante Almara merasa waktu begitu cepat sehingga tidak ingin berpisah. Namun, menyadari tempat itu merupakan tempat karantina boyband, Tante Almara tidak boleh gegabah. Jari jemari Leo bermain nakal dan menaikan dress press body yang dikenakan Tante Almara. Semua itu terjadi sesuai dengan fantasi Tante Almara. Memuaskan, menyenangkan. *** Selama pertemuan-pertemuan mereka, Tante Almara memberikan dukungan emosional kepada Leo dan memastikan bahwa dia merasa nyaman dan terdengar. Mereka berbicara tentang kehidupan, harapan, dan kekhawatiran Leo dalam menjalani peran barunya sebagai anggota boyband. Tante Almara memberikan nasihat dan dorongan kepada Leo, memberinya keyakinan bahwa dia mampu menghadapi tantangan dan menggapai impian musiknya. Leo menghargai waktu yang mereka habiskan bersama dan merasa bahwa Tante Almara adalah seseorang yang bisa dia percayai sepenuhnya. Mereka menjaga hubungan mereka dengan penuh kehati-hatian, menyadari konsekuensi jika rahasia mereka terbongkar. Leo merasa beruntung memiliki seseorang seperti Tante Almara di sisinya, yang memberikan dukungan tak tergoyahkan dalam perjalanan karirnya. "Janjilah, Tante. Jangan tinggalkan aku." Leo make sure kalau dia tidak akan menjadi sampah yang dibuang begitu saja setelah sudah tidak dibutuhkan. "Ya, aku akan pastikan kamu tetap bersamaku. Jangan khawatir dan gapai impian itu." Tante Almara mengusap lembut wajah Leo. Lama kelamaan rasa itu menjadi dalam. Seiring berjalannya waktu, Leo dan Tante Almara justru merajut benang-benang cinta. Perlahan tapi pasti, keduanya jatuh dalam hangatnya rasa yang membuncah. Meski kondisi keduanya masih sama-sama suci, mereka masih bisa menggapai surga dunia dengan cara sendiri. Sementara mereka menjaga rahasia mereka, Leo juga terus menjalin hubungan yang kuat dengan rekan-rekan timnya. Joe, Apoy, Gan, Ralf, dan Zinc menjadi teman yang dekat dan saling mendukung satu sama lain. Mereka melewati masa latihan yang melelahkan dan tantangan bersama, mengasah kemampuan dan memperkuat ikatan mereka sebagai anggota Light. Leo belajar untuk menjaga keseimbangan antara hubungan pribadi dan profesional dalam kehidupannya. Dia menyadari bahwa meskipun ada rahasia dan keintiman yang dia bagikan dengan Tante Almara, dia tetap harus menjaga integritas dan komitmen terhadap rekan-rekan timnya serta penggemar mereka. Leo berusaha menjaga hubungan baik dengan semua orang yang penting dalam hidupnya, menjadikan mereka sebagai sumber dukungan dan inspirasi dalam perjalanan musiknya. "Zinc mau ajak kamu berlatih ekstra. Apakah kamu mau, Leo?" Ralf bertanya lebih dahulu karena ada beberapa scene yang harus dipelajari lebih saat debut dan pembuatan video klip. "Oke, siap." Leo mau karena ingin totalitas. Selama berada di rumah karantina, mereka tidak diizinkan menggunakan ponsel pribadi. *** Mendekati momen debut, Leo dan anggota Light lainnya semakin sibuk dengan persiapan dan promosi. Mereka berpartisipasi dalam pemotretan, wawancara media, dan sesi latihan tambahan. Semangat mereka tidak pernah surut, dan mereka saling memberi dukungan untuk mencapai kesuksesan bersama. "Kalian harus fokus! Debut akan dilakukan bulan depan dan semua sudah dipersiapkan secara matang. Aku tidak mau ada kesalahan, mengerti?!" Tante Almara terlihat sangat tegas. "Mengerti!" sahut semua anggota LIGHT. Setelah briefing selesai, Gan dan Joe membicarakan soal Tante Almara yang memiliki pesona tinggi. Tentu hal ini yang tak sengaja didengar oleh Leo membuat darahnya mendidih. "Tante Almara itu suka berondong, loh. Sudah coba goda dia?" Gan memulai pembicaraan. "Wah, kalau berita itu benar, pasti dia sangat ganas di atas ranjang. Haruskah kita mencicipi juga?" Joe berminat dan tertarik karena Tante Almara memang cantik dan seksi tidak terlihat menua. "Kalian sedang apa, huh?" Leo muncul memastikan apa yang kedua temannya bicarakan bukan sedang merendahkan Tante Almara. "Oh, kamu dengar juga, Leo? Mau ikut mencicipi Tante Almara, tidak? Sepertinya dia gatal dan perlu digoyang," celetuk Gan dengan liar membuat Leo tak kuasa menahan bogem mentah yang terayun begitu saja mendarat ke wajah Gan. "Sial! Jangan katakan itu! Brengsek!" Leo marah dan pertengkaran pun terjadi. Joe jelas membela Gan dan Leo membela dirinya sendiri. Apoy yang melihat itu mencoba melerai dan berteriak memanggil Ralf dan Zinc. "Ralf! Zinc! Tolong! Ada yang berkelahi!" Apoy mencoba melerai, tetapi terkena bogem dari Gan tanpa sengaja. Apoy terjatuh karena tidak bisa bela diri sama sekali dan langsung tidak sadarkan diri. Situasi sangat kacau dan hal itu sungguh merugikan. Padahal mereka hendak debut perdana. “Apa-apaan ini?! Sial! Kalian ini dasar!” Ralf langsung menarik Gan serta Joe dan memisahkan dari Leo. Zinc menarik Leo dan menyuruhnya sadar. Kondisi saat ini Apoy pingsan dan butuh pertolongan dari teman-teman. Sebelum pihak agensi tahu apa yang terjadi dan semua kekacauan ini harus diselesaikan atau mereka semua, Light bisa tamat sebelum bersinar!Malam itu hujan sudah reda, menyisakan aroma tanah basah yang masuk melalui jendela balkon apartemen Tante Almara. Lampu-lampu kota berkelip di kejauhan, menambah nuansa temaram yang menenangkan sekaligus menyimpan gairah tersembunyi. Leo berdiri di balkon, memandang keluar sambil memegang segelas teh hangat yang tadi dibuat oleh Tante Almara. “Hujan seperti ini… rasanya tenang, ya?” ucapnya pelan. Tante Almara menghampiri dengan langkah pelan. “Iya, seharusnya malam seperti ini digunakan untuk istirahat, bukan memikirkan masalah.” Leo menoleh, tersenyum tipis. “Kalau aku boleh jujur, aku cuma mau ada di sini. Sama Tante. Itu saja sudah cukup.” Tatapan mereka bertemu. Ada keheningan yang anehnya terasa nyaman. Leo mendekat, memegang tangan Tante Almara dengan hati-hati. Tangan itu dingin, tapi terasa hidup di genggamannya. “Tante, aku nggak mau kamu terus merasa sendiri,” kata Leo lembut. Tante Almara menatap wajahnya lama, menyadari ketulusan di mata lelaki yang jauh lebih muda
Keesokan paginya, Leo sudah bangun lebih dulu. Ia duduk di meja makan sambil memandang layar laptopnya yang penuh dengan catatan dan tautan berita tentang Faizal. Dari beberapa sumber, ia menemukan jejak lelaki itu dalam kasus-kasus serupa, meski semuanya selalu berakhir tanpa bukti kuat. Faizal tampaknya sudah berpengalaman memeras orang.Tante Almara keluar dari kamar, mengenakan gaun tidur sederhana. Wajahnya tampak letih, tetapi senyum kecil muncul saat melihat Leo begitu serius. “Kamu belum tidur lagi?”Leo menutup laptopnya. “Aku tidur sebentar. Tante, aku sudah cari info soal Faizal. Dia bukan orang biasa. Ada dua orang yang dulu juga pernah mengaku diancam. Tapi mereka diam dan menghilang begitu saja.”Tante Almara duduk di hadapannya. “Jadi… dia sudah lama melakukan ini?”Leo mengangguk. “Iya. Makanya aku pikir kita nggak bisa cuma menunggu. Aku kenal seseorang di bagian cyber crime. Kalau kita bisa dapat bukti kuat, dia bisa ditangkap.”Tante Almara menarik napas panjang. “L
Malam itu, Tante Almara tidak bisa tidur. Ia duduk di ruang tamu apartemennya sambil menatap kosong ke arah kota yang berkelip dari balik jendela. Foto-foto di dalam amplop masih terbayang jelas di kepalanya. Kata-kata Faizal terus terngiang, "Lima ratus juta, menikmati malam bersama, atau semua orang tahu." Ia menatap layar ponsel. Nomor Faizal masih tertera, tetapi ia belum punya keberanian untuk menelepon. Ia ingin marah, ingin melawan, tetapi ia tahu lelaki itu licik dan berbahaya. Jika ia salah langkah, bisa saja semuanya hancur dalam semalam. Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Leo. [Tante sudah tidur? Kalau belum, jangan lupa minum obat sakit kepala ya. Besok jangan terlalu capek.] Pesan itu membuat hati Tante Almara terasa sesak. Di tengah ancaman yang menghantuinya, ada seseorang yang benar-benar peduli. Tapi justru itu yang membuatnya takut. Jika Leo tahu soal ancaman ini, hidupnya bisa ikut porak-poranda. Karier Leo sebagai calon anggota boyband bisa hancur s
Beberapa hari kemudian, Tante Almara menerima sebuah amplop hitam di atas mejanya saat tiba di kantor pagi itu. Tidak ada nama pengirim, hanya tulisan tangan yang kasar dan terburu-buru. "Lihatlah kebenaran yang kau sembunyikan.” Jantungnya langsung berdegup kencang. Dengan sedikit ragu, ia membuka amplop itu. Di dalamnya, ada beberapa lembar foto yang membuat darahnya terasa dingin. Foto-foto itu jelas menunjukkan dirinya dan Leo di malam hujan beberapa hari lalu, saat Leo membukakan pintu mobil dan menatapnya dengan penuh kasih. Bahkan ada foto ketika mereka duduk berdampingan di dalam mobil, terlihat begitu dekat. Pun juga beberapa foto syur saat dirinya sedang bersama Leo mengarungi surga dunia. Hal yang begitu panas, tetapi memalukan juga jika disebar. Tante Almara menatap foto-foto itu lama sekali. Tangannya bergetar. Siapa yang bisa melakukan ini? Mengapa ada yang menguntit mereka? Ia memeriksa amplop itu kembali, dan di bagian paling bawah ada selembar kertas kecil bertul
Leo sudah tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain karena dia hanya menginginkan Tante Almara. “Tante, tolong pertimbangan kembali apa yang aku katakan. Aku benar-benar menyimpan perasaan dengan Tante.”Tante Almara menghela nafas panjang. Dia pun menatap Leo dengan dalam, “Sayang, kamu tahu? Cinta kita beda usia. Beda jauh. Apa mungkin?”“Cinta kita? Berarti Tante juga cinta aku, kan?” Leo merasa senang mendengar ucapan Tante Almara yang salah bicara. Tante Almara merasa terkejut dengan hal itu dan tersipu malu. Dia mencoba memalingkan wajahnya agar tidak terlihat oleh Leo. Keduanya sedang memadu kasih di dalam ruangan kerja milik wanita cantik berusia matang itu. Leo pun menempel ke Tante Almara. “Tante, tolong jujur. Tante juga merasakan hal yang sama, kan? Aku ... Aku mencintaimu.”Tante Almara menggigit bibirnya, ragu-ragu untuk mengakui apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia tahu bahwa hubungan ini sulit, bahkan mungkin mustahil, tetapi hatinya tak bisa membohongi diriny
Seminggu setelah ancaman dari produser, semua anggota Light dipanggil ke ruang latihan utama. Tante Almara dan produser Arman sudah menunggu mereka di sana.“Hari ini, saya ingin mengumumkan keputusan penting,” ujar Arman dengan nada serius.Semua anggota menahan napas, menunggu dengan cemas. Mereka saling menatap satu dengan yang lainnya karena merasa was-was andai kata satu dari antara mereka benar-benar akan dikeluarkan dan diganti oleh orang baru. Arman melanjutkan, “Setelah mempertimbangkan kerja keras kalian selama seminggu terakhir, saya memutuskan bahwa tidak ada satu pun dari kalian yang akan diganti.”Ruangan itu langsung dipenuhi dengan suara lega dan sorak-sorai kecil. Semua anggota boyband Light merasa begitu bahagia karena tidak ada di antara mereka yang akan digantikan posisinya. “Tapi,” lanjut Arman, “saya ingin kalian ingat bahwa ancaman ini tidak akan selalu kosong. Kalau kalian lengah atau tidak menunjukkan perkembangan, saya tidak akan ragu untuk membuat perubaha







