LOGINFaizal selalu bersemangat ketika melayani Tante Almara. Meski hanya dengan sentuhan, kecupan, dan menggunakan lidah, Faizal sudah merasa senang dan bangga. Kalau Faizal sudah tegang, dia akan ke kamar mandi untuk menuntaskan sendiri asal Tante Almara sudah puas dan meminta selesai. Faizal mengabdikan diri seutuhnya untuk mendapatkan kemudahan hidup pada Tante Almara. Padahal pria itu tahu persis jika sudah tidak dipakai, para berondong hanya akan dilupakan begitu saja.
“Faizal .…” Tante Almara membuat suara yang menggema dan beberapa kali menggerakkan tubuhnya mencari tempat yang pas dan nyaman untuk bersama mencapai puncak surga dunia. Faizal makin membenamkan wajahnya di antara tungkai mulus milik Tante Almara. Ya, pria itu menikmati setiap tarian lidah yang menyapu milik Tante Almara hingga banjir dan merasa puas. Faizal merasa bangga bisa melakukan hal itu. Tante Almara pun masuk dalam surga dunia yang dibuat Faizal hingga tubuhnya bergetar hebat sambil menarik rambut berondong itu dan mendesah hebat. Sebagai pria bayaran, Faizal merasa senang dan bangga kalau Tante Almara puas. Dia berharap bisa terus menjadi berondong kesayangan. Faizal berhasil membuat Tante Almara kembali tenang dan tidak kesal seperti kejadian yang berada di pantai tadi. Faizal pun berbaring di samping Tante Almara. "Tante senang?" "Senang banget. Tante suka lidahmu. Jangan pakai buat wanita lain, ya? Buat Tante aja." "Iya, Tante. Syukurlah kalau Tante senang. Aku izin ke kamar mandi dulu." “Faizal, tunggu ….” Faizal terkejut. Baru kali ini Tante Almara mau membantu mengeluarkan milik Faizal yang terhambat dengan tangannya. Biasanya Tante Almara tidak mau melakukan itu. Hanya Faizal dan berondong lain yang menjadi pemuas Tante Almara. Kali ini, Faizal merasa menjadi spesial. Tante Almara membantu memuaskan Faizal dengan hand servis. Faizal jadi merasa kalau Tante Almara memberikan hal yang berbeda karena menyukainya. Setelah selesai, Tante Almara berlalu pergi menuju ke kamar mandi. Faizal merasa puas dan senang bisa menjadi pria spesial bagi Tante Almara. Bahkan disewa selama sebulan penuh membuat Faizal memiliki rasa lebih pada Tante Almara. Padahal sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap berondong yang bermain dengan Tante Almara tidak boleh memiliki rasa khusus. Tante Almara tidak mau mempunyai hubungan spesial dengan pria manapun. Faizal pun bangkit berdiri dan menata sprei ranjang dengan rapi. "Andai aku bisa jadi bagian dari hidup Tante Almara. Pasti aku akan merasa senang dan bangga," ucap Faizal dengan lirih. Siapa sangka Tante Almara sudah selesai membersihkan diri dan keluar dari kamar mandi. Mendengar kata dari Faizal membuat Tante Almara tidak suka. "Jangan berkhayal! Berondong tidak boleh memikirkan untuk jadi bagian hidup Tante. Paham, kan?" "Eh, iya, Tante. Faizal cuma berandai-andai aja, kok. Nggak lebih," jawab Faisal yang merasa takut dipecat. "Jangan banyak berandai-andai. Sana mandi!" perintah Tante Almara yang meninggikan suaranya. "Iya, Tante! Siap, laksanakan!" Faizal tersenyum dan segera ke kamar mandi. Meski tidak diizinkan berkhayal, tetap saja pria itu mengagumi Tante Almara dan berharap lebih dari ini. Faizal mengira suatu saat nanti bisa mendapatkan hati Tante Almara. "Aku tidak akan membiarkan satu pria pun menjahati Tante Almara. Aku akan menjaga Tante Almara." Faizal sangat yakin bisa menjadi bagian dari Tante Almara. “I love you, Tante Almara.” Sepanjang sisa hari, Faizal melayani Tante Almara dengan baik. Penuh rasa cinta dengan menjadi berondong, Faizal rela demi memuaskan Tante Almara. Faizal bahkan takut kalau Tante Almara tidak puas, bisa saja mencari pria lain untuk dijadikan berondong pilihan. Jelas saja Faizal tidak mau hal itu terjadi. Setelah selesai melampiaskan gairah hasrat Tante Almara, mereka berdua pun makan bersama dengan aneka makanan yang disediakan oleh pelayan Tante Almara yang siap sedia ketika diberi perintah. Faizal saat ini merasa hidup bagai di atas awan karena gaya hidup Tante Almara sangat mewah dan megah. Sampai pria itu terlena kalau semua kemudahan itu hanya sesaat. Tante Almara tidak pernah menetap pada satu hati. *** Keesokan harinya .... "Tante, nanti pulang jam berapa?" tanya Faisal kepada Tante Almara yang membuatnya kecanduan menjilat. "Sepertinya malam. Soalnya ini hari pertama bahas kolaborasi manajemen. Kenapa?" Tante Almara menjawab dengan dingin. Dia tidak ada perasaan lebih dengan para pria bayarannya. "Kalau Faizal kangen gimana?" Pria itu sedikit merengek. "Kamu, kan, udah gede. Jangan manja gitu. Kalau makan nanti ada pelayan yang siapkan. Terpenting kamu nggak boleh keluar dari sini, paham? Kalau Tante pulang, udah siap melayani, ngerti?" Tante Almara kembali memperingatkan peraturan penting itu. "Paham, Tante." Faisal menganggukkan kepalanya tanda paham. "Ya, udah. Tante mau berangkat dulu," pamit Tante Almara pada Faizal yang kemudian menyeringai nakal. "Tante, sekali lagi, ya, sebelum berangkat," ujar Faizal yang langsung jongkok di hadapan Tante Almara. "Eh, jangan! Nanti pakaian bau semua. Nanti aja, oke?" Tante Almara menolak karena ingin segera bertemu dengan Hansen. "Ya udah, see you, Tante." Faizal berdiri kembali dengan wajah kecewa, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Tante Almara segera pergi bersama kedua bodyguard dan sopir pribadi yang siap sedia menemani. Dress press body warna merah dengan mantel hitam serta sepatu hak tinggi senada dengan dressnya membuat Tante Almara terlihat begitu memesona dan cantik megah. Semua pria pasti menelan ludah ketika melihat Tante Almara. Namun tidak dengan Hansen yang notabene pria setia. Hari itu, Hansen datang dengan Cherry membuat Tante Almara merasa kurang nyaman. "Selamat datang, Nona Almara. Aku Cherry, istrinya Hansen." Cherry menyambut Tante Almara dengan sebutan nona karena tahu wanita itu belum menikah. "Salam kenal, Nyonya Cherry. Baru kali ini aku bertemu secara langsung. Pantas saja Tuan Hansen terlihat begitu bangga dan bahagia, ternyata istri nya luar biasa cantik." "Ah, Nona terlalu memuji. Nona juga cantik." "Tuan Hansen, mulai bahas rekrutmen sekarang?" Tante Almara to the point karena malas ada Cherry. "Baik, mari silakan masuk ke ruangan." Cherry sudah mempunyai firasat buruk dengan wanita itu sejak pertama melihat. Entah cemburu atau memang Cherry sangat peka dengan ancaman, tetapi rasa tak nyaman itu semakin terasa nyata. Mereka pun masuk ke dalam ruangan untuk melakukan rapat pembahasan rekrutmen boyband dengan kolaborasi dua manajemen. Cherry memegang tangan Hansen dan berbisik, "Aku nggak yakin sama wanita itu. Batalin aja, deh." “Lah, kenapa?” Hansen justru tidak merasa curiga kepada Almara. “Pokoknya tidak usah. Aku khawatir kalau ini firasat buruk,” ucap Cherry yang diabaikan oleh Hansen. Hansen justru mengira Cherry cemburu dengan Almara. Padahal firasat wanita biasanya benar. Cherry merasakan ada hal buruk yang terjadi menimpa keluarganya entah itu berkaitan dengan dirinya sendiri atau justru kepada suaminya atau kepada anak-anaknya.Malam itu hujan sudah reda, menyisakan aroma tanah basah yang masuk melalui jendela balkon apartemen Tante Almara. Lampu-lampu kota berkelip di kejauhan, menambah nuansa temaram yang menenangkan sekaligus menyimpan gairah tersembunyi. Leo berdiri di balkon, memandang keluar sambil memegang segelas teh hangat yang tadi dibuat oleh Tante Almara. “Hujan seperti ini… rasanya tenang, ya?” ucapnya pelan. Tante Almara menghampiri dengan langkah pelan. “Iya, seharusnya malam seperti ini digunakan untuk istirahat, bukan memikirkan masalah.” Leo menoleh, tersenyum tipis. “Kalau aku boleh jujur, aku cuma mau ada di sini. Sama Tante. Itu saja sudah cukup.” Tatapan mereka bertemu. Ada keheningan yang anehnya terasa nyaman. Leo mendekat, memegang tangan Tante Almara dengan hati-hati. Tangan itu dingin, tapi terasa hidup di genggamannya. “Tante, aku nggak mau kamu terus merasa sendiri,” kata Leo lembut. Tante Almara menatap wajahnya lama, menyadari ketulusan di mata lelaki yang jauh lebih muda
Keesokan paginya, Leo sudah bangun lebih dulu. Ia duduk di meja makan sambil memandang layar laptopnya yang penuh dengan catatan dan tautan berita tentang Faizal. Dari beberapa sumber, ia menemukan jejak lelaki itu dalam kasus-kasus serupa, meski semuanya selalu berakhir tanpa bukti kuat. Faizal tampaknya sudah berpengalaman memeras orang.Tante Almara keluar dari kamar, mengenakan gaun tidur sederhana. Wajahnya tampak letih, tetapi senyum kecil muncul saat melihat Leo begitu serius. “Kamu belum tidur lagi?”Leo menutup laptopnya. “Aku tidur sebentar. Tante, aku sudah cari info soal Faizal. Dia bukan orang biasa. Ada dua orang yang dulu juga pernah mengaku diancam. Tapi mereka diam dan menghilang begitu saja.”Tante Almara duduk di hadapannya. “Jadi… dia sudah lama melakukan ini?”Leo mengangguk. “Iya. Makanya aku pikir kita nggak bisa cuma menunggu. Aku kenal seseorang di bagian cyber crime. Kalau kita bisa dapat bukti kuat, dia bisa ditangkap.”Tante Almara menarik napas panjang. “L
Malam itu, Tante Almara tidak bisa tidur. Ia duduk di ruang tamu apartemennya sambil menatap kosong ke arah kota yang berkelip dari balik jendela. Foto-foto di dalam amplop masih terbayang jelas di kepalanya. Kata-kata Faizal terus terngiang, "Lima ratus juta, menikmati malam bersama, atau semua orang tahu." Ia menatap layar ponsel. Nomor Faizal masih tertera, tetapi ia belum punya keberanian untuk menelepon. Ia ingin marah, ingin melawan, tetapi ia tahu lelaki itu licik dan berbahaya. Jika ia salah langkah, bisa saja semuanya hancur dalam semalam. Ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Leo. [Tante sudah tidur? Kalau belum, jangan lupa minum obat sakit kepala ya. Besok jangan terlalu capek.] Pesan itu membuat hati Tante Almara terasa sesak. Di tengah ancaman yang menghantuinya, ada seseorang yang benar-benar peduli. Tapi justru itu yang membuatnya takut. Jika Leo tahu soal ancaman ini, hidupnya bisa ikut porak-poranda. Karier Leo sebagai calon anggota boyband bisa hancur s
Beberapa hari kemudian, Tante Almara menerima sebuah amplop hitam di atas mejanya saat tiba di kantor pagi itu. Tidak ada nama pengirim, hanya tulisan tangan yang kasar dan terburu-buru. "Lihatlah kebenaran yang kau sembunyikan.” Jantungnya langsung berdegup kencang. Dengan sedikit ragu, ia membuka amplop itu. Di dalamnya, ada beberapa lembar foto yang membuat darahnya terasa dingin. Foto-foto itu jelas menunjukkan dirinya dan Leo di malam hujan beberapa hari lalu, saat Leo membukakan pintu mobil dan menatapnya dengan penuh kasih. Bahkan ada foto ketika mereka duduk berdampingan di dalam mobil, terlihat begitu dekat. Pun juga beberapa foto syur saat dirinya sedang bersama Leo mengarungi surga dunia. Hal yang begitu panas, tetapi memalukan juga jika disebar. Tante Almara menatap foto-foto itu lama sekali. Tangannya bergetar. Siapa yang bisa melakukan ini? Mengapa ada yang menguntit mereka? Ia memeriksa amplop itu kembali, dan di bagian paling bawah ada selembar kertas kecil bertul
Leo sudah tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain karena dia hanya menginginkan Tante Almara. “Tante, tolong pertimbangan kembali apa yang aku katakan. Aku benar-benar menyimpan perasaan dengan Tante.”Tante Almara menghela nafas panjang. Dia pun menatap Leo dengan dalam, “Sayang, kamu tahu? Cinta kita beda usia. Beda jauh. Apa mungkin?”“Cinta kita? Berarti Tante juga cinta aku, kan?” Leo merasa senang mendengar ucapan Tante Almara yang salah bicara. Tante Almara merasa terkejut dengan hal itu dan tersipu malu. Dia mencoba memalingkan wajahnya agar tidak terlihat oleh Leo. Keduanya sedang memadu kasih di dalam ruangan kerja milik wanita cantik berusia matang itu. Leo pun menempel ke Tante Almara. “Tante, tolong jujur. Tante juga merasakan hal yang sama, kan? Aku ... Aku mencintaimu.”Tante Almara menggigit bibirnya, ragu-ragu untuk mengakui apa yang sebenarnya ia rasakan. Ia tahu bahwa hubungan ini sulit, bahkan mungkin mustahil, tetapi hatinya tak bisa membohongi diriny
Seminggu setelah ancaman dari produser, semua anggota Light dipanggil ke ruang latihan utama. Tante Almara dan produser Arman sudah menunggu mereka di sana.“Hari ini, saya ingin mengumumkan keputusan penting,” ujar Arman dengan nada serius.Semua anggota menahan napas, menunggu dengan cemas. Mereka saling menatap satu dengan yang lainnya karena merasa was-was andai kata satu dari antara mereka benar-benar akan dikeluarkan dan diganti oleh orang baru. Arman melanjutkan, “Setelah mempertimbangkan kerja keras kalian selama seminggu terakhir, saya memutuskan bahwa tidak ada satu pun dari kalian yang akan diganti.”Ruangan itu langsung dipenuhi dengan suara lega dan sorak-sorai kecil. Semua anggota boyband Light merasa begitu bahagia karena tidak ada di antara mereka yang akan digantikan posisinya. “Tapi,” lanjut Arman, “saya ingin kalian ingat bahwa ancaman ini tidak akan selalu kosong. Kalau kalian lengah atau tidak menunjukkan perkembangan, saya tidak akan ragu untuk membuat perubaha







