Setelah hari itu, Aluna dan Revon tidak lagi bertemu. Perasaan Aluna mulai membaik, dia kembali mengurus keluarga kecilnya seperti biasa.
Minggu kali ini, Arya mengajak Aluna dan Kiara ke pantai. Aluna sengaja bangun sangat pagi untuk membuat camilan dan makanan yang akan mereka bawa nanti. Arya juga sudah menyewa mobil untuk mereka, katanya bonus dari bos. Saat Arya bangun dan melihat istrinya tengah berkutat di dapur, dia langsung membantunya. Suasana menjadi lebih romantis dan cepat selesai. Ditambah, mendapatkan jatah pagi setelah selesai memasak. Mereka berangkat pukul 8 agar bisa di sana lebih lama. Aluna duduk di pinggir pantai sambil tersenyum manis melihat Arya dan Kiara yang saling mengejar. Kemudian tak lama dia juga ditarik ikut bermain kejar-kejaran. Setelah lelah, mereka duduk bersama dan makan siang. Lalu Kiara tertidur karena kelelahan. "Ingat tidak dengan pantai ini?" Arya mulai buka suara sambil tersenyum manis dengan tatapan penuh arti, menoleh ke arah Aluna dengan tangan kanannya yang senantiasa mengelus rambut Kiara. Aluna mengernyitkan keningnya, kepalanya sedikit miring. Dia mencoba menggali otaknya, mencari memori saat mereka pacaran dulu. Arya yang melihat itu gemas dan tertawa kecil. "Tempat di mana aku melamarmu, tempat yang harus kita datangi seminggu sekali karena kamu suka ketenangan dan es krim rasa vanila di sini," ujar Arya panjang lebar. "Kamu dengan celana pendek putih dan kaos berwarna biru langit. Yang selalu membawa sandal agar sepatu tidak basah. Yang selalu menceburkanku ke air dan berakhir ganti baju," sahut Aluna ikut tertawa kecil. "Beli satu ikan bakar, makan bersama, pulang setelah senja berlalu," ucap Arya. Tatapannya lebih redup, mata berbinar. Sepoi angin hari ini sangat kalem, suasana yang cukup membantu. "Tahun-tahun berlalu, tidak pernah aku bosan mencintaimu, Aluna," ungkap Arya tulus. "Aku sudah bosan mendengarnya," sahut Aluna setengah bercanda. Dia menoleh ke arah pantai. Arya bangkit, menjauh dari Aluna. Tak lama kemudian kembali dengan dua es krim rasa vanila di tangannya. Memberikan salah satu pada Aluna. "Masih jualan?" Arya mengangguk. Es krim vanila itu membawa mereka kembali ke masa lalu, bercerita panjang lebar mengenang masa-masa indah mereka. Suasana pantai dan angin sepoi sangat mendukung. Awan juga membantu mereka untuk menutupi matahari agar teriknya tak begitu menyengat. "Ingat tidak aku pernah cerita kalau pertama kali aku melihatmu itu di sini?" Aluna menoleh dengan keningnya yang berkerut. "Waktu itu aku kemari bersama teman-temanku. Lalu aku melihat para gadis yang sangat asik main di tepi pantai dan salah satunya terpeleset dan berakhir terjatuh di air!" Aluna reflek melotot, Arya tertawa kecil. "Malu tahu!!" pekik Aluna. Arya segera memberikan kode untuk berbicara lebih pelan karena Kiara sedang tidur. Arya kembali bercerita tentang pertemuan pertama kala itu. Sebenarnya, Arya sudah terpesona saat itu. Ditambah dengan beberapa pertemuan lain seperti di toilet siswa, saat Aluna tak sengaja menyenggol minuman yang dia bawa dan berakhir membuat seragamnya basah dan kotor. Wajah polos Aluna dan kelakuannya yang ceroboh membuat Arya gemas. Dia tidak bisa memarahi gadis yang langsung menunduk dan minta maaf dengan derai air mata. Bahkan akhirnya Arya malah mengajaknya ke kantin untuk makan siang dan dia yang bayar. Dua hari setelahnya, saat pulang sekolah hujan deras mengguyur dan Aluna lupa membawa payung. Arya dengan percaya dirinya menawarkan jas hujan miliknya pada Aluna dan mengantar Aluna ke halte bus. Setelah Aluna naik bus, Arya baru sadar jika jas hujan yang dia pakai tidak utuh, lehernya sobek dan berakhir basah kuyup sampai di rumah. Akan tetapi karena kejadian itu Arya jadi mendapatkan nomor telepon Aluna, bahkan mendapat makanan gratis keesokan harinya, spesial buatan Aluna. Namun, ternyata Aluna berbohong. Beberapa hari setelah hari itu, Arya baru tahu jika makanan yang diberikan Aluna adalah pemberian orang lain. Namun, dia tidak marah. Baginya niat Aluna sudah sangat tulus dan cukup untuk membuatnya jatuh hati. Beberapa bulan setelah kenal, akhirnya Arya menyatakan cintanya pada Aluna setelah pulang sekolah. Aluna juga langsung menerimanya karena dia punya rasa yang sama. Setelah pacaran mereka sering berangkat dan pulang bersama, jalan-jalan dan pergi ke pantai. Sampai lulus dan harus LDR karena sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sempat hampir putus, tapi nyatanya mereka berdua bisa mempertahankan hubungan mereka. Arya sangat sabar dan selalu mengingatkan Aluna jika mereka masih bisa bersama. Arya selalu menyempatkan pergi ke tempat kerja Aluna saat luang, atau sekadar mengantar atau menjemput wanita itu. Semua perjuangannya membuahkan hasil di saat Aluna menerima lamarannya dan mereka menikah. Jalan mereka bisa dibilang sangat lancar, bahkan cobaannya hanya tentang ego Aluna. Sampai sekarang. "Sayang, matahari sudah terbenam, mau pulang atau mencari penginapan?" ujar Arya sambil menatap Aluna dengan kedua alisnya yang sengaja dinaik-turunkan dengan nada menggoda. "Pulang saja, jangan menghamburkan uang lagi," sahut Aluna dengan nada sebal. "Kamu masih capek, ya?" tanya Aluna kemudian. Kali ini nadanya lebih lembut. Tatapannya redup ke arah Arya. "Tidak, Sayang. Ayo aku bantu gendong Kiara. Kamu nggak apa-apa beresin semua sendirian? Atau begini saja, tunggu aku dulu. Setelah aku baringkan Kiara di mobil, aku kembali kemari membantumu ya," ucap Arya. Laki-laki itu dengan sigap menggendong Kiara dan pergi ke mobil. Aluna bahkan baru sempat membuka mulutnya. Tak lama kemudian Arya kembali, mereka membereskan tikar dan barang-barang di atasnya bersama-sama, lalu membawanya ke mobil. "Kamu di belakang saja sama Kiara," ucap Arya dengan nada lembut dan senyum manis. Tangan kanannya mengusap pipi Aluna ringan. "Nanti nggak ada yang ngajak ngobrol kamu, gimana kalau kamu ngantuk?" sahut Aluna tak enak hati. "Nggak apa-apa, kamu juga pasti capek banget, kan? Kalau ngantuk kamu bisa senderan dan tidur sebentar," ucap Arya. Senyumnya terbit semakin tinggi, dia menarik pinggang Aluna dan memeluknya erat sambil mengelus punggungnya. "Kalau kamu bahagia, aku juga bahagia. Dan kamu memang harus bahagia. Aku nikahin kamu biar kamu bahagia." Arya mengecup kepala Aluna dengan sayang. Dia selalu melakukan itu agar Aluna tenang dan benar, Aluna memeluknya lebih erat, menutup matanya sebentar untuk menikmati kecupan dari suaminya. Saat Arya hendak melepaskan pelukan mereka, Aluna mengeratkannya. "Sebentar ... saja," gumam Aluna di dada Arya. Arya mengangguk, dia kembali mengeratkan pelukannya dan mengelus punggung Aluna dengan sayang. Mereka menikmati suasana itu, Aluna juga ingin membiarkan memori hari ini terbentuk dengan indah di otaknya dan menetap. Rasanya dia bahkan tidak ingin pulang, tidak ingin pergi ke mana pun. Pantai ini adalah tempat terbaik dan penuh kenangan manis mereka berdua.Setelah hari itu, Aluna dan Revon tidak lagi bertemu. Perasaan Aluna mulai membaik, dia kembali mengurus keluarga kecilnya seperti biasa.Minggu kali ini, Arya mengajak Aluna dan Kiara ke pantai. Aluna sengaja bangun sangat pagi untuk membuat camilan dan makanan yang akan mereka bawa nanti. Arya juga sudah menyewa mobil untuk mereka, katanya bonus dari bos.Saat Arya bangun dan melihat istrinya tengah berkutat di dapur, dia langsung membantunya. Suasana menjadi lebih romantis dan cepat selesai. Ditambah, mendapatkan jatah pagi setelah selesai memasak.Mereka berangkat pukul 8 agar bisa di sana lebih lama. Aluna duduk di pinggir pantai sambil tersenyum manis melihat Arya dan Kiara yang saling mengejar. Kemudian tak lama dia juga ditarik ikut bermain kejar-kejaran. Setelah lelah, mereka duduk bersama dan makan siang. Lalu Kiara tertidur karena kelelahan."Ingat tidak dengan pantai ini?" Arya mulai buka suara sambil tersenyum manis dengan tatapan penuh arti, menoleh ke arah Aluna dengan
Aluna melancarkan tamparan keras ke pipi kanan Revon. Matanya melotot, kedua tangannya menggenggam erat."Maksudnya apa kamu ngomong kayak tadi?" pekik Aluna seraya menunjuk ke arah wajah Revon.Revon tertawa kecil, lalu menarik lengan Aluna dan menghimpit tubuhnya ke mobil. Revon merapatkan tubuhnya, wajahnya mendekat sampai hidung mereka bersentuhan. Aluna berusaha memberontak, membuat Revon mengeratkan cengkramannya pada lengan Aluna, satu tangan lainnya mencengkram pinggang Aluna. Dia sengaja menunggu wanita di depannya menyerah."Apa sih maumu?!" Aluna kembali memekik. "Kamu yakin mau memberikannya?" ujar Rivon sambil menyeringai.Kedua mata Aluna menelisik mata tajam laki-laki di depannya. Dia berusaha mencari tahu apa yang Revon pikirkan tapi nihil, dia tidak menemukan apapun."Aku mau Kiara. Bukan hanya tahu kalau aku adalah ayah kandungnya, tapi juga memiliki hak milik legal atas dirinya. Dia juga harus tinggal bersamaku!" tukas Revon tegas.Aluna memberontak kembali, namun
Aku berdiri di depan rumah besar itu, merasa sedikit gugup. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan di sini, tapi aku merasa harus datang. Surat yang aku terima kemarin malam membuatku merasa penasaran dan sedikit khawatir.Aku mengambil napas dalam-dalam dan menekan bel pintu. Suara langkah kaki yang berat terdengar dari dalam rumah, dan kemudian pintu terbuka."Selamat datang," kata seorang pria dengan senyum yang hangat. "Aku adalah tuan rumah. Silakan masuk."Aku masuk ke dalam rumah, merasa sedikit terkesan dengan dekorasi yang elegan dan mewah. Pria itu memimpin aku ke ruang tamu, di mana aku melihat seorang wanita cantik dengan mata yang hijau."Ini adalah istriku," kata pria itu. "Aku ingin kamu mengenalnya."Aku merasa sedikit terkejut, tapi aku mencoba untuk tetap tenang. "Selamat siang," kataku dengan senyum.Wanita itu tidak menjawab, tapi malah menatapku dengan mata yang tajam. Aku merasa sedikit tidak nyaman, tapi aku mencoba untuk tidak memperhatikannya."Apa yang ingin kam
Hujan deras mengguyur di luar sana bak iringan musik yang sangat merdu bagi seorang pria yang tengah menelusuri tubuh Aluna tanpa busana. Kulit mulus yang sangat terawat itu dipuja seperti ratu, suara merdu yang dikeluarkan dari bibir tebalnya membuat ujung bibir pria itu semakin naik."Tuanku ...." Bibir Aluna bergetar, matanya terpejam. Tubuhnya pasrah di bawah pria tampan dengan dada bidang yang tengah mengurungnya. Air matanya selalu mengalir, otaknya penuh dengan kata-kata penyesalan dan rasa bersalah yang dia jejalkan agar tubuhnya merasa muak. Namun, tidak pernah berhasil."Kau menyukainya, Aluna. Sudah kubilang, jangan menahannya. Tubuhmu menginginkanku," bisikan lembut pria itu mengalun di telinga Aluna. Napas hangat yang membelai kulitnya membuat hasratnya semakin terpacu, walaupun dia masih bersikeras untuk membuat tubuhnya mengikuti kalimat berantakan di otak kecil itu."Aluna Deandra .... Kau tahu tubuhmu tidak pernah ingin menolakku, jika kau terus seperti ini, kau sendi
Aluna duduk di balkon, menatap lurus dengan pikiran kacau. Sudah lima tahun dia menikah dengan Arya, bahagia dengan kehidupan sederhana dengan seorang gadis kecil yang cantik dan pintar. Namun, Arya tidak pernah tahu jika gadis kecil yang sangat dia sayangi bukan darah dagingnya, dan Aluna juga tidak pernah punya nyali untuk mengatakannya.Saat Aluna menghembuskan napas resah, Arya tiba-tiba datang memeluknya dari belakang. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher sang istri, mencari rasa nyaman setelah pulang bekerja. Aluna menarik kedua tangan Arya, membuatnya semakin erat memeluknya. Dia tersenyum kecil, perasaannya masih campur aduk."Maaf, Mas, aku belum bisa mengatakannya. Aku takut kehilanganmu ...," ungkap Aluna dalam hati. Tanpa dia sadari, air matanya menetes.Merasa tidak mendapatkan balasan seperti hari-hari biasanya, Arya menarik kedua tangannya, lalu berlutut di depan Aluna. Dia tersenyum sangat manis, mengusap pipi wanita yang sangat dia cintai ini dengan lembut. Kemudia