Share

2. Anak dari Tuanku

Author: Beatrice
last update Last Updated: 2025-05-31 17:08:35

Hujan deras mengguyur di luar sana bak iringan musik yang sangat merdu bagi seorang pria yang tengah menelusuri tubuh Aluna tanpa busana. Kulit mulus yang sangat terawat itu dipuja seperti ratu, suara merdu yang dikeluarkan dari bibir tebalnya membuat ujung bibir pria itu semakin naik.

"Tuanku ...." Bibir Aluna bergetar, matanya terpejam. Tubuhnya pasrah di bawah pria tampan dengan dada bidang yang tengah mengurungnya. Air matanya selalu mengalir, otaknya penuh dengan kata-kata penyesalan dan rasa bersalah yang dia jejalkan agar tubuhnya merasa muak. Namun, tidak pernah berhasil.

"Kau menyukainya, Aluna. Sudah kubilang, jangan menahannya. Tubuhmu menginginkanku," bisikan lembut pria itu mengalun di telinga Aluna. Napas hangat yang membelai kulitnya membuat hasratnya semakin terpacu, walaupun dia masih bersikeras untuk membuat tubuhnya mengikuti kalimat berantakan di otak kecil itu.

"Aluna Deandra .... Kau tahu tubuhmu tidak pernah ingin menolakku, jika kau terus seperti ini, kau sendiri lah yang menyiksa tubuhmu."

Laki-laki merayap, semakin naik. Bibirnya mengecup setiap inci wajah Aluna yang penuh keringat dan air mata. Perlahan turun, pergi ke gundukan yang menegang. Bermain sebentar dan kembali naik. Tangan kanannya menarik kedua tangan Aluna ke atas, mengalihkan napas hangatnya ke bibir Aluna.

Perlakuannya sangat manis, sangat halus. Pria itu selalu sangat sabar menunggu pertahanan Aluna runtuh. Setelah tubuh dan napas Aluna mulai rileks, bibirnya menyentuh lama bibir Aluna. Membiarkan hanya dipermukaan sampai wanita itu membukakan pintu untuknya.

Tidak butuh waktu lama, Aluna memberi akses. Perlahan-lahan, detik demi detik, sentuhan demi sentuhan, Aluna larut mengikuti arus. Air matanya berhenti, kedua tangannya yang kaku sudah mengikat diri ke leher pria tampan di atasnya. Aktifitas inti mulai dilakukan dengan penuh kesadaran keduanya, tanpa ada satu dari mereka yang terpaksa. Sampai Aluna tertidur dengan dipelukan pria itu seperti sebelumnya.

"Aku tidak pernah egois, bukan? Kita selalu sama-sama menikmatinya, Aluna. Itu kenapa, kamu selalu berusaha menghindar dariku, bukan? Kamu takut tidak bisa menahan dirimu sendiri dan kalah pada hasrat, bukan takut padaku karena hutang yang selalu kamu ungkit."

Jari-jemari kekarnya mengelus pipi Aluna, membelainya. Menyingkirkan rambut yang tak sengaja jatuh di wajahnya karena aktifitas tadi. Bibir pria itu mendekat, mengecup lama bibir Aluna tanpa mengecapnya.

Keesokan harinya seperti biasa, dia membiarkan Aluna untuk bangun lebih dulu dan meninggalkannya. Karena dia tidak mau Aluna merasa ditinggalkan seperti pelacur. Dia tidak pernah menganggap wanita cantik dan seksi di pelukannya dengan status rendah itu.

Pria itu segera bangun, kemudian mandi dan menyiapkan diri untuk pergi ke perusahaan. Sesampainya di sana, dia dikejutkan dengan sebuah dokumen di atas mejanya. Lalu, seorang laki-laki mengetuk pintu dan masuk ke ruangannya setelah mendapat izin.

"Tuan Rivon Adinata, maaf, sebenarnya saya telah selesai mencari tahu sejak seminggu yang lalu. Namun, baru bisa mengumpulkannya tiga hari yang lalu. Sayangnya, Anda sedang sibuk," ujar laki-laki yang berdiri agak jauh dari meja pria itu.

"Itu semua adalah berkas yang Anda minta. Bukti DNA, surat kelahiran dan saksi dari orang yang berkaitan dengan gadis kecil itu," lanjutnya.

Rivon--pria dengan tuxedo hitam lengkap itu mendongak menatap laki-laki di depannya yang masih menunduk. Hanya dua detik, wajah Rivon berubah drastis. Dia membanting dokumen di tangannya dengan keras di atas meja. Wajahnya memerah, tangan kanannya mengepal kuat.

"Dia anakku? Tapi kenapa Aluna tidak pernah memberitahukan hal ini?" geramnya. Matanya melotot, menatap lurus ke depan dengan otot-otot yang mulai terlihat ke permukaan.

"Maaf, Tuan. Anda harus segera pergi ke ruang meeting karena telah ditunggu!"

Ucapan itu membuat Rivon berdecak sebal. Umpatan keluar dari mulutnya sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan tanpa menutup pintu.

Setelah Rivon masuk, ruang meeting menjadi sesak. Dua jam serasa setengah tahun, tidak ada yang berani menguap atau bahkan menoleh sejenak. Setelah meeting selesai, Rivon langsung bangkit dan kembali ke ruangannya. Tangan kanannya mengambil dokumen yang letaknya masih sama di atas mejanya dengan map berwarna merah. Dia lalu pergi ke rumah Aluna, menggedor pintu wanita itu dengan keras sampai hampir jebol.

Setelah Aluna membukanya, Rivon langsung menarik lengan wanita itu. Matanya melotot, merah dan marah. Aluna terkejut, bibirnya terbuka hendak protes, namun saat melihat wajah dingin dan kemarahan yang membara mulutnya bungkam.

"Kenapa kamu hanya diam?!" Rivon memekik, Aluna mengernyitkan dahinya.

Melihat wajah bingung Aluna membuat Rivon tambah muak. Dia mendorong Aluna dan menampar dadanya dengan dokumen yang dia bawa. Tubuh Aluna seketika membeku, keringat dingin membasahi wajahnya.

"Bagaimana Rivon bisa mendapatkan seluruh informasi ini?" gumam Aluna dalam hati.

"Kaget, hah?!!" Aluna tersentak, dia mendongak. Mata bulat itu bertabrakan dengan sorot tajam marah milik Rivon.

"Jadi namanya Kiara? Aku tahu dia bukan satu-satunya, tapi hanya dia yang kamu biarkan hidup."

Aluna mengerjap, jantungnya berdetak lebih kencang. Aluna tahu itu kesalahannya, tapi dia ingin egois untuk yang satu ini.

"Aku yang telah mengandung dan melahirkannya. Aku juga yang telah merawatnya selama lebih dari 4 tahun ini," ucap Aluna sambil menoleh ke arah lain. Dia tidak mau kehilangan anaknya, juga keluarganya yang sudah bahagia.

"Egois kamu, Aluna! Dia juga anakku!" ujar Rivon.

"Kamu tidak pernah tahu--"

"Karena kamu tidak pernah mengatakannya! Kamu menyembunyikannya dengan sangat baik, ditambah umurnya yang sangat pantas dengan keluarga kecil kalian sangat bahagia ini! Kamu lupa, dari siapa kamu mendapatkan seluruh kebahagiaan ini?!" Rivon kembali memekik. Otot-otot di lehernya sampai hampir mencuat keluar.

"Aku membayarnya," sahut Aluna dengan wajah tanpa ekspresi.

Rivon menarik lengan Aluna, mengguncangnya dengan keras tidak terima.

"Membayar, hah?! Apa yang kamu maksud membayar? Tidur denganku? Kamu juga menikmatinya, Aluna! Katakan padaku apakah kamu pernah terpaksa, hah?! Jika iya, Kiara tidak akan pernah hadir! Aku bahkan tidak tahu sudah berapa banyak yang kamu gugurkan!"

Aluna menoleh, dia reflek mendorong Rivon menatapnya dengan tajam.

"Aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya dan merenggut kebahagiaanku!" pekik Aluna dia segera menutup pintu, namun Rivon menahannya dengan kedua tangan.

"CUKUP, ALUNA! Cukup sudah!" Rivon berteriak, dia menatap Aluna dengan tatapan penuh tekad.

"Melepaskanmu dengannya mungkin adalah kesalahanku, tapi jangan harap aku menyerah untuk anak kita!" sambung Rivon.

Aluna menampar pipi Rivon dengan keras. Telunjuk kanannya menunjuk tepat di tengah kedua mata Rivon, dadanya naik turun, matanya melotot garang.

"DIA ANAKKU!" teriak Aluna.

"Kamu membuatnya denganku!" sahut Rivon.

Aluna terdiam.

"Tidak, Aluna. Dunia tidak lagi berpihak pada skenario indah yang selalu kau pertahankan. Aku akan mengambil kembali milikku, Aluna. Aku tahu sebenarnya kamu sudah sadar jika seluruh kebahagiaanmu adalah pemberian dariku! Persiapkan dirimu!"

Rivon menjauh dari pintu, dia berbalik dan masuk ke mobil. Pergi dari rumah satu lantai yang sangat sederhana itu. Pekarangan kecil dengan biaya sewa yang naik turun. Tubuh Aluna masih mematung di ambang pintu. Air matanya mulai mengalir deras, tatapannya lurus ke depan, otaknya penuh rasa takut.

Aluna tidak mau dunia sempurna yang telah dia bangun susah payah, lebih dari 6 tahun ini dirampas oleh Rivon. Aluna tidak mau kehilangan Kiara dan Arya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Terlarang Tuan Presdir    5. Mengenang Masa Lalu

    Setelah hari itu, Aluna dan Revon tidak lagi bertemu. Perasaan Aluna mulai membaik, dia kembali mengurus keluarga kecilnya seperti biasa.Minggu kali ini, Arya mengajak Aluna dan Kiara ke pantai. Aluna sengaja bangun sangat pagi untuk membuat camilan dan makanan yang akan mereka bawa nanti. Arya juga sudah menyewa mobil untuk mereka, katanya bonus dari bos.Saat Arya bangun dan melihat istrinya tengah berkutat di dapur, dia langsung membantunya. Suasana menjadi lebih romantis dan cepat selesai. Ditambah, mendapatkan jatah pagi setelah selesai memasak.Mereka berangkat pukul 8 agar bisa di sana lebih lama. Aluna duduk di pinggir pantai sambil tersenyum manis melihat Arya dan Kiara yang saling mengejar. Kemudian tak lama dia juga ditarik ikut bermain kejar-kejaran. Setelah lelah, mereka duduk bersama dan makan siang. Lalu Kiara tertidur karena kelelahan."Ingat tidak dengan pantai ini?" Arya mulai buka suara sambil tersenyum manis dengan tatapan penuh arti, menoleh ke arah Aluna dengan

  • Pemuas Hasrat Terlarang Tuan Presdir    4. Perasaan Lancang yang Kembali Hadir

    Aluna melancarkan tamparan keras ke pipi kanan Revon. Matanya melotot, kedua tangannya menggenggam erat."Maksudnya apa kamu ngomong kayak tadi?" pekik Aluna seraya menunjuk ke arah wajah Revon.Revon tertawa kecil, lalu menarik lengan Aluna dan menghimpit tubuhnya ke mobil. Revon merapatkan tubuhnya, wajahnya mendekat sampai hidung mereka bersentuhan. Aluna berusaha memberontak, membuat Revon mengeratkan cengkramannya pada lengan Aluna, satu tangan lainnya mencengkram pinggang Aluna. Dia sengaja menunggu wanita di depannya menyerah."Apa sih maumu?!" Aluna kembali memekik. "Kamu yakin mau memberikannya?" ujar Rivon sambil menyeringai.Kedua mata Aluna menelisik mata tajam laki-laki di depannya. Dia berusaha mencari tahu apa yang Revon pikirkan tapi nihil, dia tidak menemukan apapun."Aku mau Kiara. Bukan hanya tahu kalau aku adalah ayah kandungnya, tapi juga memiliki hak milik legal atas dirinya. Dia juga harus tinggal bersamaku!" tukas Revon tegas.Aluna memberontak kembali, namun

  • Pemuas Hasrat Terlarang Tuan Presdir    3. Istrimu adalah Ibu Anakku

    Aku berdiri di depan rumah besar itu, merasa sedikit gugup. Aku tidak tahu apa yang aku lakukan di sini, tapi aku merasa harus datang. Surat yang aku terima kemarin malam membuatku merasa penasaran dan sedikit khawatir.Aku mengambil napas dalam-dalam dan menekan bel pintu. Suara langkah kaki yang berat terdengar dari dalam rumah, dan kemudian pintu terbuka."Selamat datang," kata seorang pria dengan senyum yang hangat. "Aku adalah tuan rumah. Silakan masuk."Aku masuk ke dalam rumah, merasa sedikit terkesan dengan dekorasi yang elegan dan mewah. Pria itu memimpin aku ke ruang tamu, di mana aku melihat seorang wanita cantik dengan mata yang hijau."Ini adalah istriku," kata pria itu. "Aku ingin kamu mengenalnya."Aku merasa sedikit terkejut, tapi aku mencoba untuk tetap tenang. "Selamat siang," kataku dengan senyum.Wanita itu tidak menjawab, tapi malah menatapku dengan mata yang tajam. Aku merasa sedikit tidak nyaman, tapi aku mencoba untuk tidak memperhatikannya."Apa yang ingin kam

  • Pemuas Hasrat Terlarang Tuan Presdir    2. Anak dari Tuanku

    Hujan deras mengguyur di luar sana bak iringan musik yang sangat merdu bagi seorang pria yang tengah menelusuri tubuh Aluna tanpa busana. Kulit mulus yang sangat terawat itu dipuja seperti ratu, suara merdu yang dikeluarkan dari bibir tebalnya membuat ujung bibir pria itu semakin naik."Tuanku ...." Bibir Aluna bergetar, matanya terpejam. Tubuhnya pasrah di bawah pria tampan dengan dada bidang yang tengah mengurungnya. Air matanya selalu mengalir, otaknya penuh dengan kata-kata penyesalan dan rasa bersalah yang dia jejalkan agar tubuhnya merasa muak. Namun, tidak pernah berhasil."Kau menyukainya, Aluna. Sudah kubilang, jangan menahannya. Tubuhmu menginginkanku," bisikan lembut pria itu mengalun di telinga Aluna. Napas hangat yang membelai kulitnya membuat hasratnya semakin terpacu, walaupun dia masih bersikeras untuk membuat tubuhnya mengikuti kalimat berantakan di otak kecil itu."Aluna Deandra .... Kau tahu tubuhmu tidak pernah ingin menolakku, jika kau terus seperti ini, kau sendi

  • Pemuas Hasrat Terlarang Tuan Presdir    1. Rahasia yang Terkubur

    Aluna duduk di balkon, menatap lurus dengan pikiran kacau. Sudah lima tahun dia menikah dengan Arya, bahagia dengan kehidupan sederhana dengan seorang gadis kecil yang cantik dan pintar. Namun, Arya tidak pernah tahu jika gadis kecil yang sangat dia sayangi bukan darah dagingnya, dan Aluna juga tidak pernah punya nyali untuk mengatakannya.Saat Aluna menghembuskan napas resah, Arya tiba-tiba datang memeluknya dari belakang. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher sang istri, mencari rasa nyaman setelah pulang bekerja. Aluna menarik kedua tangan Arya, membuatnya semakin erat memeluknya. Dia tersenyum kecil, perasaannya masih campur aduk."Maaf, Mas, aku belum bisa mengatakannya. Aku takut kehilanganmu ...," ungkap Aluna dalam hati. Tanpa dia sadari, air matanya menetes.Merasa tidak mendapatkan balasan seperti hari-hari biasanya, Arya menarik kedua tangannya, lalu berlutut di depan Aluna. Dia tersenyum sangat manis, mengusap pipi wanita yang sangat dia cintai ini dengan lembut. Kemudia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status