"Jangan sampai lupa Nanda Pangeran, sudah hampir tiba saatnya Nanda Pangeran angkat bicara," ujar Rakryan Dipasena.
"Tenang Paman Dipasena, saya sudah mempersiapkan semuanya," balas Pangeran Cayapata meyakinkan.
Sementara itu setelah merasa cukup mengitari panggung untuk menyapa rakyatnya Prabu Jayantaka pun memulai pidatonya : "Seluruh rakyat Karma Jaya yang aku cintai dan aku banggakan ... sebelum aku menyampaikan pidatoku terlebih aku mengucapkan syukur kepada Shang Yang Widhi atas karunia yang dilimpahkan kepada kita semua ... Om ... Santi ... Santi ... Om ..."
Demikianlah pembukaan pidato dari Prabu Jayantaka, dan selanjutnya beliau pun menyampaikan beberapa hal penting terkait kebijakan kerajaan yang tentunya membuat gembira bagi rakyat negeri Karma Jaya, seperti contoh pembebasan pajak dan pembukaan lahan pertanian baru yang nantinya akan dihibahkan kepada pejabat setingkat lurah untuk supaya dikelola dan hasilnya nanti akan diberikan un
Tidak terkecuali Gusti Prabu Jayantaka sendiri. Sang Raja yang baru saja sembuh dari penyakitnya itu juga langsung terkejut melihat sikap yang ditunjukkan oleh Putranya itu. Selagi semua masih tercengang melihat sikap sang Pangeran, tiba-tiba Gusti Prabu Jayantaka langsung menanggapi ucapan Putranya itu."Ada apa kamu ini Cayapata? Apa yang membuatmu sampai bilang begini?" tanya sang Raja sambil menatap tajam kepada Putranya itu.Lalu dengan beraninya sang Pangeran yang telah berdiri itu langsung turun dari panggung tempatnya duduk, kemudian melangkah menuju pentas pertunjukan, dan begitu Pangeran Cayapata telah berada di atas panggung dia langsung memberikan hormat pada Ayahnya tapi tidak pada Adhinata, kepada Adhinata dia terlihat hanya memandang dengan pandangan sinis.Melihat sikap Putranya seperti itu Prabu Jayantaka pun langsung bertanya."Ada denganmu ini Cayapata? Kenapa kamu menolak keputusan yang aku umumkan ini?"
Apa yang telah disampaikan oleh Adhinata cukup membuat para pendukung Dipasena itu kaget, bahkan ada beberapa diantara mereka yang berkata,"Ini sebenarnya siapa to yang bohong? Kata Tuan Dipasena Adhinata itu sangat menginginkan jabatan dan hadiah itu? Lha tapi ini dia malah bilang kalau tidak menginginkannya, bahkan meminta supaya hadiah itu ditarik kembali, aku kok jadi bingung?""Ah, kita lihat aja dulu ... siapa yang benar? Karena bisa jadi Adhinata saat ini sedang berpura-pura," sahut temannya."Pura-pura gimana maksudmu?" tanya satunya."Ya ... agar supaya dia terlihat teraniaya dan mendapatkan simpati dari Gusti Prabu gitu," timpal salah satu pendukung Dipasena yang terlihat sangat setia itu."Benar juga ya pendapatmu? Kalau memang benar begitu, berarti licik juga ya Adhinata?" sahut temannya tadi.Sementara itu Dipasena yang melihat reaksi datar dan
Selanjutnya Gusti Prabu Jayantaka juga menambahkan pidatonya."Dan sayembara ini sifatnya umum bagi siapa saja baik itu dari orang luar maupun orang dalam Istana, tak terkecuali untuk Adhinata sendiri," tutur sang Raja sambil menoleh dan menunjuk kepada Adhinata."Baiklah Rakyatku semua ... untuk selanjutnya saya persilahkan kepada Bapak dang Acarya Brahma untuk memimpin acara pengambilan sumpah bagi Adhinata," tutur sang Raja sambil memandang kepada lelaki tua berjubah itu."Hamba Gusti Prabu ..." ujar dang Acarya Brahma sambil bergegas naik ke atas pentas, setelah tadi sempat tertahan gara-gara diprotes oleh Rakryan Dipasena dan Pangeran Cayapata.Dan akhirnya Adhinata pun diambil sumpahnya untuk menjadi seorang wakil Patih Kerajaan Karma Jaya.Selagi Adhinata sedang diambil sumpahnya tiba-tiba Rakryan Dipasena langsung turun dari panggung tanpa permisi, melihat sikap dari Dipasena seperti itu Prabu Jayantaka p
Lalu dengan segera Pangeran Cayapata pun mengambil pedangnya, dan kemudian langsung melompat ikut turut menyergap Rakryan Dipasena."Hiya, hiya ...!" teriak Pangeran Cayapata sambil menyabetkan pedangnya.Sebagai seorang yang tidak pernah belajar ilmu bela diri, maka gerakan yang dilakukan oleh sang Pangeran terlihat seperti orang-orang yang sedang berkelahi, serangannya tidak terarah, tak teratur dan cenderung ngawur, bahkan sesekali malah membahayakan dirinya sendiri.Sementara itu Dipasena yang memang sudah mengetahui dengan serangan dari Pangeran Cayapata juga langsung segera berkelit untuk menghindari sabetan pedang itu, lalu terjadilah pertarungan yang terlihat tidak imbang sama sekali itu.Yah, meskipun secara usia Dipasena bisa terbilang sudah cukup uzur, namun kalau masalah bertarung dia memang bukan tandingan untuk dua orang Prajurit itu, apalagi Pangeran Cayapata yang memang tidak tahu ilmu silat sama sekali.Seme
"Selir yang baru saja Nanda Pangeran pake itu lumayan juga, ngomong-ngomong itu dapat dari mana?" tanya Dipasena sambil terus mengurut sang Pangeran.Mendengar wanita penghiburnya dipuji oleh Dipasena, Pangeran yang terlihat mulai mengantuk itu pun merasa bangga dan tersanjung, lalu dengan suara yang kurang jelas Pangeran menjawab."Dari Desa Simbar ... eh ...""Oh, dari Desa Simbar ..." balas Dipasena."Oh iya boleh gak kalau Paman Sena tanya-tanya?""Tanya apa?" jawab sang Pangeran."Ngomong-ngomong adakah wanita yang Nanda Pangeran inginkan tapi belum pernah bisa Nanda Pangeran kencani?" ujar Dipasena memberi pertanyaan yang sedikit menggoda."Ada ..." sahut sang Pangeran."Ah, aku tahu ... pasti Dyah Ayu Martini Putrinya Tumenggung Tambakrejo, benarkan Nanda Pangeran? Hehe ..." ujar Rakryan Dipasena menggoda.
"Lalu Ayahanda Prabu pun bermaksud menggendong Manika dari arah depan, namun Manika sendiri menolak dan minta supaya digendong dari belakang saja, dan akhirnya jadilah ia digendong di belakang punggung Ayahanda Prabu," tutur Pangeran Cayapata."Lalu kedua kaki mulusnya pun mengangkang dan memeluk tubuh Ayahanda Prabu, dan seperti yang aku bilang tadi bahwa kain kemben yang dipakai Manika itu sangatlah pendek jadi ketika kakinya memeluk tubuh Ayahanda Prabu maka pahanya pun terbuka lebih tinggi hingga di area jurang kenikmatannya itu, dan dari arah belakang, tepatnya dari arah saya mengintip, nampak dari situ sangat jelas terpampang dua gunung kembar yang nampak begitu mulus dan kenyal, lengkap dengan belahan yang juga langsung ikut terbuka, namun sayang pemandangan indah itu tidaklah berlangsung lama karena Ayahanda Prabu terus membawa Manika masuk lebih dalam ke dalam kolam dan akhirnya tubuh mulusnya pun terlihat kurang jelas lagi."Sampai di sini Pangeran Cayapa
Setelah selesai mendengarkan Pangeran Cayapata bercerita Dipasena bermaksud ingin kembali membahas rencananya yang telah gagal itu."Nanda Pangeran," panggil Dipasena."Iya Paman, ada apa?" sahut sang Pangeran."Aku pun sangat mendukung hasrat Nanda Pangeran untuk bisa memiliki Ratu Manika," ujar Dipasena memulai aksinya dengan memuji Pangeran Cayapata terlebih dulu."Iya, bagus," jawab Pangeran singkat."Menurutku rencana ini bukan sembarang rencana, ini adalah sebuah rencana yang sangat besar, yang sangat memerlukan perencanaan, pengaturan strategi dan pengeksekusian yang tepat pula," papar Dipasena memberi penjelasan."Ya memang benar, memang inilah yang aku inginkan," timpal Pangeran Cayapata."Lalu apakah Nanda Pangeran Cayapata sudah memiliki rencana untuk itu? Dan kira-kira kapan akan memulainya?" tany
"Lalu kalau tidak berperang bagaimana bisa aku menyingkirkan Ayahanda Prabu Paman?" tanya Pangeran terlihat masih bodoh dalam urusan itu."Tenang Nanda Pangeran, ada cara lain yang lebih jitu dibanding bertarung," ujar Dipasena sambil menatap Pangeran Cayapata."Apa itu?" tanya Pangeran Cayapata dengan segera."Racun," sahut singkat Dipasena."Apa?! Racun?!" seru Pangeran Cayapata nampak kaget."Ya, benar Pangeran .. racun. Racun adalah cara yang senyap tanpa adanya kegaduhan namun cukup jitu untuk melenyapkan nyawa seseorang," timpal Dipasena meyakinkan.Sesaat sang Pangeran terlihat masih berpikir dengan saran Rakryan Dipasena itu, namun tidak lama kemudian dia pun kembali berkata merespon ucapan sepupu Ayahandanya itu."Ya, ya, aku tidak pernah berpikir sebelumnya sama sekali. Baiklah Paman, aku sangat setuju dengan usulanmu itu tadi, tapi ngomong-ngomong racun apakah yang nanti akan aku gu