Arya terkejut, tetapi dia kembali menormalkan ekspresinya.
“Maaf Ki, sedapat mungkin, kita bukan hanya mencegah saja. Kita juga harus berusaha membebaskan beberapa orang warga yang telah diculik itu.”
Beberapa warga lantas menunduk. Bahkan ada yang menggelengkan kepala mendengar ucapan pemuda naif itu.
“Iya, kami juga inginnya begitu Arya. Akan tetapi, tak ada yang dapat kami lakukan. Seperti yang telah kami bicarakan tadi, kami pernah melakukan ronda secara bergiliran setiap malam untuk menangkap Gento Ireng jika muncul di desa ini,” tutur Ki Darmo, "awalnya, kami pikir akan berhasil, tetapi penculikan justru terjadi siang hari."
Arya terdiam. Gento Ireng ternyata memiliki pikiran cerdik, buktinya dia masih saja dapat melakukan aksinya ketika siang hari saat sebagian besar warga desa sibuk di sawah dan di ladang mereka.
“Kalau boleh tahu, sudah berapa lama hal ini terjadi Ki?” tanya pemuda itu akhirnya.
“Setahun yang lalu, Nak. Gento Ireng sebenarnya salah seorang warga Desa Sedayu juga dulunya. Namun, ia tiba-tiba saja menghilang lalu kembali membuat keonaran di desa ini dengan menculik para warga.”
Sepintas di raut wajah Arya nampak terkejut, mendengar jika pelaku penculikan itu merupakan salah satu dari warga desa itu.
“Lalu dari mana Ki Darmo dan para warga di sini tahu jika Gento Ireng menculik warga untuk diserah pada Ratu Siluman Buaya putih di lubuk tengkorak itu?” tanya Arya kembali.
“Beberapa orang dari warga desa pernah melihat Gento Ireng ke luar dan masuk secara aneh ke lubuh tengkorak itu. Menurut mereka, Gento Ireng itu seperti masuk ke dalam goa saja tanpa sedikitpun pakaiannya basah tidak seperti masuk ke dalam air sungai.”
Arya tak langsung menanggapi, dia sepertinya tengah merenung hal yang diceritakan Kepala Desa Serayu itu.
Tak lama, ia pun berkata, “Benar-benar aneh memang, ilmu apa yang ia pergunakan hingga bisa masuk ke dalam sungai ke lubuk tengkorak itu? Ini yang harus kita cari tahu Ki, lalu mengenai Ratu Siluman Buaya Putih itu sendiri dari mana pula warga desa ini mengetahuinya?”
Kini Ki Darmo yang terlihat merenung, ia tengah berusaha mengingat dari mana asalnya dia mengetahui tentang Ratu Siluman Buaya Putih yang ia katakan tadi itu pada Arya.
“Begini Arya, ada seekor buaya putih besar yang bisa merubah wujudnya menjadi perempuan cantik luar biasa kerap pula nampak oleh warga di lubuk tengkorak itu. Kadang dia hanya ke luar dalam waktu yang tak berberapa lama berdiri dan berjalan di permukaan air sungai itu lalu masuk kembali,” jelas Ki Darmo.
“Oh, karena dia bisa merubah diri menjadi perempuan cantik yang semulanya berwujud buaya putih makanya Ki Darmo dan para warga menamai dia Ratu Siluman Buaya Putih?”
“Bukan juga begitu Nak Arya. Gento Ireng pernah mengancam salah seorang warga kami. Jika tak mau tunduk pada Ratu Siluman Buaya Putih, desa ini akan selalu diibuat kacau. Salah satunya, dengan menculik warga desa yang ke semuanya laki-laki yang masih lajang untuk dijadikan pengikut sekaligus budaknya.” Ki Darmo menjelaskan lebih lengkap lagi.
Arya seketika paham tentang Ratu Siluman Buaya yang disebutkan Kepala Desa Serayu itu. Ini benar-benar berbahaya dan tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Wajar, wajah warga tampak mulai lelah.
Tiba-tiba, ia teringat pesan sang guru.
"Kalau Ki Darmo dan para warga di sini mengizinkan, saya akan membantu untuk mengatasi permasalahan yang terjadi itu. Semoga saja dengan ilmu yang saya peroleh dari Eyang Guru dapat berhasil membebaskan mereka yang telah diculik dan pastinya sampai saat ini masih hidup,” tutur Arya.
Ki Darmo dan para warga yang berada di dalam serta yang berdiri di depan pendapa itu saling pandang satu dengan yang lainnya.
Mereka sepertinya kurang yakin dengan yang dikatakan Arya itu tentang warga desa yang diculik saat ini masih hidup.
“Apakah kamu yakin, Nak Arya?” tanya salah satu lelaki tua di pendopo.
“Saya memang belum bisa memastikan usaha yang akan saya lakukan itu berhasil atau tidaknya, tetapi tiada salahnya untuk mencoba siapa tahu saya dapat menemui rahasia masuk ke dalam lubuk tengkorak itu. Mengenai beberapa orang warga yang diculik itu, saya yakin mereka masih hidup karena dimanfaatkan sebagai abdi atau budak dari Ratu Siluman Buaya Putih itu,” ucap Arya menyakinkan mereka.
Ki Darmo dan para warga nampak tersenyum senang, terlihat sekali di raut wajah mereka tengah bertemu dengan sosok yang dapat mereka jadi tumpuan untuk mengadu akan permasalahan yang meresahkan Desa Serayu itu.
“Kami tentu saja mengizinkan bahkan menggantungkan harapan besar pada Nak Arya,” ujar Ki Darmo.
Arya lalu memutuskan untuk berada di Desa Serayu itu dalam waktu yang ia sendiri tidak dapat memastikan berapa lamanya di sana.
Yang jelas, dia ingin menyelesaikan permasalahan itu dengan mencari tahu terlebih dahulu cara dapat masuk ke lubuk tengkorak.
Meskipun pada awalnya Arya merasa aneh dengan semua yang diceritakan Ki Darmo tentang sosok Gento Ireng dan juga Ratu Siluman Buaya Putih yang bisa hidup di dalam lubuk tengkorak, tetapi ia pun tersadar jika di alam ini juga ada mahkluk lain yang bisa berubah wujud sebangsa siluman.
Seperti halnya Ratu Siluman Buaya Putih, para siluman itu bisa hidup dan berada di mana saja, baik itu di darat, sungai atau juga laut.
Sebagian mereka juga terkadang tak kasat mata dan hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki kemampuan yang dapat melihatnya.
Arya yang merasa memiliki kemampuan itu memutuskan untuk membantu para warga Desa Serayu dari teror Ratu Siluman Buaya Putih dan para pengikutnya.
Perlahan, pemuda yang baru turun gunung itu menunduk hormat. "Jika demikian, saya akan berusaha sebaik mungkin."
Sepintas, jika dilihat dari atas tebing, lubuk tengkorak sama dengan lubuk-lubuk yang ada di sungai-sungai besar lainnya. Permukaan airnya juga tenang dan lebih dalam tentunya sulit untuk melihat dasarnya. Terlebih, sungai itu saat ini keruh akibat hujan lebat di hulu yang membuat sungai itu makin besar. Di atas permukaan lubuk itu, sesekali juga terlihat pusaran dan gelembung-gelembung air yang berasal dari dasar. Sejauh ini, memang tak ada seorangpun yang berani melewati lubuk itu menggunakan rakit atau juga perahu karena di samping ada pusaran air yang secara tiba-tiba muncul dapat menyedot benda apa saja di atasnya lubuk itu juga terlihat angker. Terlebih, semua warga Desa Serayu mengetahui jika di lubuk tengkorak itu terdapat Ratu Siluman Buaya Putih yang kerap meneror mereka. Para warga yang juga bermata pencarian mencari ikan di sungai itu, lantas memilih lokasi penangkapan jauh dari lubuk sekitar satu kilometer jaraknya di atas atau di hilir lubuk tengkorak. Ajaibnya, me
Ki Darmo menggeleng. “Tidak Arya, ada juga perempuan. Tapi, memang para warga yang diculik itu laki-laki dan perempuan masih muda atau belum menikah,” jawab Ki Darmo. Arya nampak mengganguk. Sepertinya, dia telah paham penyebab kenapa para warga yang justru kesehariannya mencari ikan di sungai tidak pernah jadi korban. Mereka semuanya laki-laki yang telah berkeluarga. Siluman ini sepertinya tak tertarik dengan mereka. Ia butuh manusia-manusia yang dapat ia manfaatkan tenaganya. “Baiklah Ki, sekarang saya mohon izin ke kawasan lubuk tengkorak itu untuk menyelidiki. Siapa tahu saja, ada petunjuk yang saya dapatkan nanti berupa cara masuk ke dalam lubuk itu membebaskan para warga yang diculik." "Pasti, ada pintu rahasianya hingga Gento Ireng yang dulunya merupakan bagian warga desa ini bisa ke luar masuk dari lubuk tengkorak itu,” jelas Arya lagi. Ki Darmo menarik napas panjang. Ia khawatir dengan keputusan anak muda di depannya itu.Tapi, tak ada yang ia bisa lakukan. Perlahan, w
“Benar, silahkan duduk.” Gento Ireng memberi salam hormat, kemudian duduk di kursi yang ada di depan singasana tempat Dewi Purbalara duduk terlebih dahulu beberapa saat sebelumnya. “Terima kasih, ada apa yang mulia tiba-tiba saja memanggil saya untuk menghadap?” Gento Ireng bertanya demikian bukan tanpa sebab, ia merasa heran saja karena memang Ratu Siluman Buaya Putih tak biasanya memintanya menghadap setelah berhasil menjalankan tugas yaitu menculik salah seorang warga desa untuk dijadikan pengikutnya. Biasanya Dewi Purbalara memberi perintah sebulan atau dua bulan berikutnya untuk melakukan hal yang sama, tapi kali ini baru beberapa hari saja Gento Ireng diminta menghadap lagi. “Hemmm, kamu tentu merasa heran kenapa kamu saya minta menghadap?” “Benar yang mulia, maafkan apabila saya lancang bertanya seperti itu.” “Tidak apa-apa, ini memang terkesan mendadak karena saya melihat ada seorang pemuda di pinggiran lubuk dengan gerak gerik mencurigakan. Saya ingin kamu memeriksanya
Diam-diam Arya mengamati lelaki yang berdiri di sampingnya, meskipun pria itu tersenyum namun tak dapat ia sembunyikan jika raut wajahnya terkesan bengis. Kulitnya berwarna hitam dan di lehernya melingkar sebuah kalung yang di tengah-tengahnya terdapat bandul berupa kepala buaya berwarna putih, darah Arya langsung berdesir dan menyakini jika pria itu salah seorang dari anak buah Ratu Siluman Buaya Putih. “Apakah dia yang bernama Gento Ireng? Melihat dari ciri-cirinya yang dikatakan Ki Darmo berkulit hitam dan bertampang bengis?” Arya bergumam dalam hati. “Sepertinya benda yang saya cari sulit ditemukan, saya mohon diri saja Kisanak untuk melanjutkan perjalanan,” ujar Arya menghentikan kepura-puraannya mencari sesuatu dengan menyibak semak-semak di pinggiran lubuk tengkorak itu. “Oh, silahkan. Kisanak hendak ke mana?” “Saya ingin melanjutkan perjalanan ke arah sana,” Arya menunjuk ke arah utara. “Apakah Kisanak ingin ke Desa Serayu?” Gento Ireng bertanya kembali. “Desa Serayu? Me
Dewi Purbalara bersegera menemui Gento Ireng yang berada di ruangan di mana di sana terdapat singasananya, tanpa duduk terlebih dahulu Ratu Siluman Buaya Putih itupun berucap. “Pemuda itu berada di Desa Serayu.” “Berarti dia singgah di desa itu sebelum melanjutkan perjalanannya ke utara seperti yang dia katakan.” Gento Ireng terlihat memegang dagunya sendiri, seperti memikirkan sesuatu. “Benar, pemuda itu singgah di rumah Ki Darmo.” “Hah?! Ada keperluan apa dia hingga singgah ke rumah tetua Desa Serayu itu yang mulia?” Dewi Purbalara gelengkan kepalanya, karena memang ia hanya bisa melihat akan tetapi tak bisa mendengar suara atau pun percakapan Arya dengan Ki Darmo yang saat itu duduk di pendopo. “Kalau saat ini yang mulia perintah saya untuk menemui pemuda itu dan mengajaknya ke sini, saya rasa tidak mungkin yang mulia. Sebab pastinya Ki Darmo atau para warga desa yang lain jika melihat saya tidak akan membiarkan saya sampai di rumah tetua desa itu,” tutur Gento Ireng. Dewi
Arya bergumam dalam hati menduga jika ada sepasang mata yang saat itu tengah mengamatinya dari kejauhan di kegelapan malam, Arya kemudian berbicara pada Ki Darmo dengan suara pelan setengah berbisik perihal itu. Arya seperti berpamitan untuk meninggalkan pendopo, itu terlihat setelah berbicara sang pendekar berdiri dari duduknya kemudian melangkah meninggalkan Ki Darmo yang masih duduk bersila sembari menikmati sisa kopi di cangkir bambu itu. “Hendak ke mana pemuda itu? Apakah mungkin malam-malam begini melanjutkan perjalanannya?” sosok di kegelapan malam yang diduga Arya mematainya bergumam. “Sebaiknya aku ikuti saja dia, begitu aman dari para warga aku akan menghampirinya.” Kembali sosok itu bergumam dalam hati, lalu dengan perlahan ia melangkah dari tempat ia berdiri memantau Arya di pendopo tadi. Tak jelas hendak ke mana Arya dari pendopo berpamitan dengan Ki Darmo tadi, yang pasti ia melangkah ke arah utara dari pendopo itu. Tepat di tempat sepi di mana tak ada satu orang wa
Ki Darmo bergumam dalam hati, cemas akan yang baru saja dikatakan Arya mengenai Gento Ireng yang mengajaknya bertemu di pinggiran lubuk tengkorak. “Apa Nak Arya tak merasa sesuatu yang aneh dengan diajaknya Nak Arya bertemu dengannya besok pagi di pinggiran lubuk tengkorak itu?” Arya menatap ke arah tetua Desa Serayu itu untuk beberapa saat, kemudian ia pun nampak tersenyum. “Tentu saja saya merasa aneh dengan ajakan Gento Ireng itu, akan tetapi apapun tujuannya saya sudah siap menghadapinya. Bahkan saya pikir ada baiknya juga memenuhi ajakannya itu Ki, bukankah dengan begitu saya nanti memiliki kesempatan untuk merebut kalung berbandul kepala buaya putih itu darinya?” “Hemmm, benar juga dengan yang kamu katakan itu Nak Arya. Akan tetapi Nak Arya harus berhati-hati, saya yakin Gento Ireng memiliki sesuatu rencana terhadapmu jangan sampai Nak Arya masuk dalam perangkapnya.” Kembali Arya tersenyum setelah mendengar penuturan dari Ki Darmo, sekaligus memberi nasehat kepadanya. “Ki
Gento Ireng berkata itu setelah merogoh kantong bajunya dan memperlihatkan pada Arya sebuah kalung seperti yang ia kenakan di lehernya. “Dengan kalung itu.....?!” Arya pura-pura terkejut dengan melongo melihat kalung bermandul kepala buaya putih di tangan Gento Ireng, kemudian arahkan pandangannya ke leher lelaki berkulit hitam yang duduk di sampingnya itu. “Kalung ini sama persisi dengan yang kamu kenakan di lehermu itu.” Gento Ireng tersenyum lalu mengangguk. “Ya, kalung ini memang sama dengan yang saya kenakan. Dengan mengenakannya juga di lehermu, kamu akan dapat bertahan lama berada di dalam air.” Kembali Arya terlihat melongo mendengar penuturan Gento Ireng. “Lalu siapa orang yang akan kita temui di dasar lubuk itu?” Gento Ireng arahkan pandangannya ke tengah-tengah lubuk tengkorak, Arya pun ikut pula mengarahkan pandangannya ke sana. “Dia seorang Ratu yang cantik dan kaya raya, kamu akan hidup senang jika bersedia menjadi bagian dari Istana Buaya Putih. Apapun yang kam