Share

Bab 4 Musibah

Sore hari setelah sholat Ashar. Rika datang dengan menangis. Membuat semua orang yang ada di rumah Nirina mendekat heran. Rika mengabarkan kalau sang kakak mengalami kecelakaan di Lembang. Mobil yang dikendarai sang kakak ditabrak truk yang remnya blong. Saat ini kondisi Dewa sedang kritis. 

Nirina yang sayup-sayup mendengarkan cerita Rika pada kedua orang tuanya menjerit histeris. 

"Tidak ... tidak mungkin ... tidak mungkin Dewa mengalami kecelakaan!” teriaknya histeris. 

Retno segera berlari menenangkan sang putri. Retno tahu saat ini Nirina sedang kacau. Bagaimana tidak? Besok adalah hari pernikahan mereka sedangkan Dewa, mempelai pria mengalami kecelakaan. 

"Tenang, Nak. Sabar ... ucap istighfar."

"Katakan ini tidak benarkan, Bu? Tidak benarkan, Bu?" tangisnya pilu menyayat hati. 

Para kerabat tidak tega melihat kondisi Nirina. Banyak yang berusaha menenangkan. 

Rika hanya menangis  sambil mendekati Nirina. 

"Semua ini tidak benarkan, Rik. Kamu bohong ‘kan? Kalian pasti cuma ngeprank aku ‘kan? Iya ‘kan?" tanya Nirina sambil mengguncang tubuh calon adik iparnya. 

"Kak maafkan aku, berita ini benar, bukan prank. Kak Dewa mengalami kecelakaan dan sekarang sedang kritis. Bapak sedang mengurus untuk membawa Kak Dewa ke rumah sakit di sini, supaya dekat dan pelayanan lengkap," ucap Rika menjelaskan dengan terisak. 

Nirina hanya menggeleng dengan air mata yang terus berjatuhan di pipi.

"Dewa nggak mungkin ninggalin aku, Dewa nggak mungkin kritis, aku yakin besok ia akan sembuh dan dengan gagah mengucapkan ijab qobul untuk menghalalkan aku. Iya ‘kan, Bu?" ucapnya terisak sambil memeluk Retno, sang ibu. 

"I-iya, Nak. Kamu tenang, Dewa pasti sembuh, besok kalian akan menikah sudah jangan nangis lagi," bujuk Retno. 

Rika yang tahu betapa rusak mobil yang dikendarai Dewa hanya menggelengkan kepala. Meskipun Rika berharap sang kakak akan sembuh, tapi melihat kondisi sang kakak ia tidak menjamin. Rika hanya bisa menangis tersedu. 

Malam tiba. Rika mendapat kabar dari bu Yati bahwa saat ini Dewa sudah dipindah ke rumah sakit di Jakarta. Rika segera mengatakan pada keluarga Nirina. 

"Baiklah, ayo kita ke rumah sakit sekarang! Pak Broto sudah menyiapkan mobil. Bersedia mengantarkan kita," ucap bapak. 

Nirina, Retno dan Rika segera bersiap untuk masuk ke dalam mobil. Hanya butuh waktu 15 menit mereka sampai di rumah sakit. Mereka langsung mencari ruang IGD, di depan ruang IGD sudah ada Pak Iwan. Mereka berempat sedikit berlari menghampiri. 

"Bagaimana keadaan Dewa, Pak?" tanya Nirina pada calon mertuanya. 

"Tadi di rumah sakit Lembang bilang kalau kondisinya kritis. Sekarang setelah dipindah ke sini masih belum mendapatkan perawatan intensif. Harus membayar dulu ke pihak administrasi, tapi di dalam sudah ada Dokter yang memberikan pertolongan pertama. Hingga saat ini dokter yang membantu menangani belum keluar. Padahal sudah sejak tadi di dalam, hampir 1 jam."

"Ya Allah, Nak Dewa," ucap Pak Rahmat, bapak Nirina. 

Nirina semakin kacau keadaannya, tidak sabar menunggu dokter keluar dari IGD, berharap memberi kabar baik.

1 jam kemudian dokter baru keluar dari IGD. 

"Dengan keluarga pasien?”

"Iya kami keluarganya," ucap semua serentak. 

"Bagaimana kondisi pasien, Dok?" tanya Nirina tanpa basa-basi. 

"Kondisi pasien saat ini kritis membutuhkan banyak darah, tulang kaki dan tangannya patah. Kepala mengalami gegar otak, untuk kondisi kepala harus ada penanganan. Setelah tindakan X-ray akan diketahui hasilnya. Kemungkinan amnesia pada pasien juga ada, tapi kita tunggu sampai pasien sadar," ucap dokter menjelaskan. 

"Apa perlu dilakukan operasi, Dok? Berapa semua biaya yang harus kami bayar termasuk untuk biaya X-ray juga Dok."

"Iya operasi pemasangan pen di tangan dan kakin harus segera dilakukan, pemeriksaan X-ray juga kalau terjadi pembekuan di otak juga membutuhkan operasi."

"Berapa kira-kira totalnya, Dok?"

"Kurang lebih 150 juta, bisa juga lebih itu pun belum perawatan. Untuk lebih jelasnya kalian tanyakan pada pihak administrasi. Baiklah saya permisi dulu."

"Iya, Dok. Terima kasih."

"150 juta uang dari mana? Bagaimana kita dapatkan uang itu supaya Dewa cepat mendapatkan perawatan dan operasi bisa dilaksanakan," lirih Pak Iwan. 

"Saya ada uang tabungan, tapi cuma dua juta, Pak," kata Pak Rahmat. 

"Bagaimana kalau kita bayar dua juta dulu supaya Nak Dewa dapat pelayanan," usul Retno. 

"Iya, Bu. Cepat bawa uang itu ke pihak administrasi, mungkin dengan kita memohon supaya Kak Dewa segera mendapatkan perawatan," ucap Nirina. 

Retno segera membayar dengan uang muka dua juta itu. Namun, pihak rumah sakit menolak, biaya rumah sakit harus dibayar setidaknya 50℅. Retno segera mengabari keluarga Dewa.

"Siapa orang yang mau meminjami uang sebanyak itu pada kami, harus ada jaminan untuk meminjam uang bahkan kami hanya punya motor buntut milik Dewa, sedangkan rumah pun masih ngontrak," ucap Pak Iwan sedih. 

"Bapak, bagaimana kalau kita gadaikan rumah kita untuk meminjam uang," ucap Nirina pada sang bapak. 

"Iya, Nak. Bapak setuju saja, tapi apa ada bank yang mau meminjami uang sebanyak itu dengan kondisi rumah kita yang kecil itu, Nak? Sedangkan yang kita butuhkan banyak."

Mereka semua bingung harus mendapatkan uang sebanyak itu dari mana. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status