LOGINSeorang wanita kini masuk ke dalalm Rumah Sakit setelah mendapatkan telepon masuk berapa menit yang lalu.
"Bagaimana keadaannya Dokter?" Tanya wanita tersebut saat melihat Dokter dan Perawat sedang melakukan pemeriksaan kepada seseorang di ruangan tersebut. "Oh...Mira kau sudah datang, keadaanya sudah mulai membaik, kau tidak perlu khawatir sekarang," sahut sang Dokter setelah mengtahui siapa yang menyapanya. "Baik terima kasih Dokter, bersyukur kondisinya membaik dan ada kemajuan dari sebelumnya," sahut wanita bernama Mira tersebut. "Sama-sama Mira kalau begitu kami permisi terlebih dahulu karena sudah selesai melakukan pemeriksaan," Ucap Dokter menghampiri Mira."Iya silahkan Dokter, terima kasih sekali lagi,”
“Tidak perlu berterima kasih, itu sudah menjadi sebuah tanggung jawab, saya pamit iya tetap semangat,” sahut sang Dokter memberi semangat kepada Mira selaku keluarga pasien. Dokter dan Perawat pun pamit keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mira dan seseorang yang sedang di rawat. “Mah hari ini Mira datang bawa kabar berita baik,” Mira duduk di samping wanaita yang sedang dirawat yang merupakan mamahnya Mira. “Aku sudah menemukan keluarga itu mah, keluarga yang membuat keluarga kita seperti ini,” Mira mengusap lembut lengan sang mamah dengan kedua mata yang sudah berembun. “Mira janji mah akan membalas semua perbuatan mereka jauh berkali lipat rasa sakitnya dari yang kalian rasakan,” Mata yang semula berembun kini berubah menjadi kilatan amarah. Setelah selesai mengutaran keluh kesahnya kepada sang Mamah Mira berpamitan karena besok harus bekerja, dan mulai menyusun sebuah rencana. ***** Hari ini Zahra berniat bertemu dengan teman-teman semasa kuliahnya di salah satu restoran yang sudah di reservasi sebelumnya. Tentunya setelah mendapatkan Izin dari Mizan. "Semoga jalanan tidak macet hari ini," ucap Zahra penuh semangat yang sedang memanaskan mobilnya. Siang ini suasana lumayan ramai lancar namun saat mendekati tempat yang sudah di tentukan sedikit macet. Membutuhkan sekitar satu jam lebih jarak tempuh perjalanan untuk sampai disana, setelah sampai ternyata baru beberapa orang yang datang, mungkin terkena macet seperti dirinya. "Hai Ra akhirnya jadi juga datang, bagaimana kabarmu sekarang?" sapa salah satu orang yang berada disana, menyambut kedatanganya. "Hai William, kabarku selalu baik. iya harus datang dong kapan lagi bisa berkumpul seperti ini, apa lagi sebentar lagi akan menikah. Jadi penasaran siapa yang jadi calon pengantin wanitanya," goda Zahra melirik wanita di samping William salah satu teman baiknya semasa kuliah. "Ehey jangan menggoda calon istriku, lihatlah mukanya sudah memerah seperti kepiting rebus," sahut William terkekeh. “Baiklah aku tidak akan menggodanya lagi tenang saja,” Sahut Zahra duduk di samping Wiliam. Acara reuni berjalan dengan lancar, mereka saling bercerita pengalaman selama kuliah dan setelah lulus kuliah, saking asyiknya bercerita tidak terasa mereka telah menghambiskan hampir tiga jam di sana.Mira bersama teman-temannya kebetulan masuk ke restoran yang sama dengan Zahra, disana hanya Mira yang menyadari bahwa Zahra berada di tempat yang sama dengan dirinya. sedangkan Zahra tidak menyadari karena sedang asyik berbicang dengan temannya.
"Sepertinya dia menghadiri acara reunian," ucap Mira dalam hati memperhatikan Zahra yang sedang asyik berbincang dengan teman-temannya. "Mira kamu mau pesan makan sama minuman apa?" pandangan Mira teralihkan karena temannya bertanya. "Oh mana menunya," Mira mengambil buku menu dan mulai memilih makanan dan minuman yang akan di pesan. Saat menunggu pesanan datang terlintas ide di pikirannya untuk memulai rencana agar Zahra dan Mizan bertengkar. Nampaknya dewi keberuntungan berada di pihaknya sekarang. saat melihat Zahra dan temannya hendak berpamitan pulang mereka saling berpelukan dia memanfaatkannya itu sebaik mungkin. "Kesempatan emas sepertinya nih," ucap Mira dalam hati melihat Zahra berpelukan dengan pria di sampingnya. Segera Mira meraih ponselnya dan mengambil foto mereka secara diam-diam. Agar tidak ada yang mengetahui aksinya tersebut. "Bagus hasilnya, sepertinya aku berbakat menjadi photographer. Akan aku kirim ini nanti ke Mizan," ucap Mira dalam hati memperhatikan beberapa foto yang telah dia ambil secara diam-diam tersebut. Tidak lama makanan yang di pesan Mira dan teman-temanya telah sampai lalu langsung memakannya dengan senyuman penuh arti. Saat sampai di rumah, Zahra langsung bergegas ke dapur untuk memasak, karena sebelumnya sang suami mneghubunginya bahwa hari ini akan pulang lebih awal. Beberapa makanan sudah selesai dibuat dan di letakan di meja makan. Zahra memutuskan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum sang suami sampai di rumah. Mizan yang baru saja sampai di rumah tidak sengaja melihat sebuah amplop di depan pintu, tanpa berfikir panjang langsung membawanya masuk ke dalam. Mizan mencari sang Istri di dapur ternyata tidak ada disana, hanya makanan yang sudah tertata rapih disana. dia mengambil air putih dingin lalu membawanya menuju meja. "Amplop ini isinya apa iya? tidak ada nama pengirimnya juga." Mizan membolak-balik amplop tersebut. Mizan segera membuka amplop tersebut karena penasaran dengan isinya, perlahan dia mengambil isinya dan ternyata beberapa foto di dalamnya. Rahangnya mengeras menahan emosi setelah melihat gambar di foto yang di genggamnya. “Eh mas udah datang? Mau langsung makan atau mau mandi ganti baju dulu?” tanya Zahra yang baru mengetahui Mizan sudah sampai di rumah. “Habis dari mana tadi?” tanya Mizan mencoba menahan emosinya. “Habis dari mana? Tadi siang aku pergi ke acara reuni sama temen kuliah, bukannya Zahra udah izin dan Mas mengizinkan,” sahut Zahra yang kebingungan dengan apa yang ditanyakan Mizan kepadanya. “Pergi reunian apa pergi pacaran hah?” Mizan meninggikan suaranya karena terlalu emosi. “Apa maksud mas berbicara seperti itu? Mas menuduhku selingkuh?” Zahra terkejut dengan sikap Mizan barusan, karena sebelumnya tidak pernah meninggikan suaranya bila sedang berbicara dengannya selama ini. Mizan yang sudah emosi dan cemburu melemparkan foto yang ada di tanganya kearah sang Istri, Zahra mengambil foto yang dilemparkan ke arahnya dan kini dia mengerti atas apa yang di tanyakan sang suami tadi. “Mas tapi ini tidak seperti yang mas tuduhkan, memang aku akui kami berpelukan tapi bukan berarti kami selingkuh mas,” “Lalu aku akan percaya begitu saja?” “Apa Mas akan percaya begitu saja dengan foto itu? Siapa yang mengirim foto itu Mas? Bukannya Mas tahu seperti apa aku ngapain pake acara selingkuh segala,” Zahra pun kini sedikit menaikan nada bicaranya ikut terbawa emosi. “Sudahlah aku tidak ingin berdebat denganmu,” Mizan hendak pergi namun di tahan. “Tunggu dulu mas! Mana Mizan yang dulu aku kenal mas? Yang selalu mendengarkan setiap penjelasan dan selalu mencari solusi bersama-sama,” “Aku lelah jangan ganggu aku sementara waktu,” Mizan pergi begitu saja tanpa mendengarkan penjelasan dari Zahra. “Iya ampun siapa yang memberikan foto ini kepada mas Mizan? Dan dapat darimana dia fotoku bersama William saat reunion tadi,” Zahra menghelan nafas seraya berfikir kira-kira siapa orang yang telah mengambil fotonya secara diam-diam dan memberikannya kepada Mizan hingga sang suami saat ini salah paham terhadapnya.Zahra reflek berdiri setengah, mendorong kursinya ke belakang punggung pria itu. Dia kehilangan keseimbangan, jatuh ke lantai, pisaunya terlempar.“Tali saya sekarang sedikit longgar! Mbak, dorong lagi!”Dengan tenaga sisa, Zahra dorong kursinya sekali lagi sampai kursi Mira miring dan tali di tangannya cukup longgar buat dia lepas.Begitu bebas, Mira langsung mengambil pisau dan potong tali Zahra.Dari speaker yang masih menyala samar, suara pria itu mendesis:“Berani sekali kalian...”Lampu kembali menyala mendadak, ruangan disorot putih terang. Zahra dan Mira refleks tutup mata sejenak, lalu sadar di dinding sebelah kanan, ada pintu besi kecil terbuka sedikit.“Itu dia... keluar lewat situ!”ucap Mira mencoba mengatur nafasnya.“Ayo mbak jangan pikir dua kali, kita harus keluar sekarang juga!”sahut Zahra.Mereka berdua mencoba untuk berlari secepat mungkin melewati lorong gelap, langkah kaki menggema dengan nafas memburu. Di belakang, suara pelaku terdengar lagi, makin dekat, makin b
Kabut tipis menyelimuti halaman kantor polisi sektor timur, di ruang kecil penuh map dan papan investigasi, Inspektur Rian berdiri menatap dua foto. Mira - karyawan perusahaan konstruksi, dan Zahra - pemilik butik di pusat kota. Di meja, dua ponsel korban tergeletak dalam kantong plastik bening, basah oleh sisa hujan semalam. “Dua perempuan, dua tempat berbeda. Namun hilang di malam yang sama,dan dua-duanya mendapatkan pesan dari nomor tidak dikenal.”ucap Rian seraya nyeruput kopi yang sudah dingin “Nomornya sudah bisa kita lacak, pak. Namun sinyalnya hanya muncul selama enam detik lalu mati, seperti sengaja dimatikan.”sahut Dewi penyidik muda. “Sebenarnya enam detik sudah cukup untuk menarik perhatian mereka, sepertinya orang ini ingin menunjukan bahwa pelaku melihat mereka.” Dewi menempelkan peta kota ke papan, dua titik merah muncul satu di dekat gedung perkantoran, dan satu lagi di area butik Zahra. Rian menatap lama, dua titik itu dihubungkan garis tipis dan di tengah-te
Waktu sudah jam sebelas siang saat Zahra melihat jam di ponselnya, dia langsung bersiap-siap untuk berganti pakaian setelah selesai menata makanannya di dalam box makanan. Zahra kali ini pergi menggunakan supir untuk ke kantor Mizan, karena sang suami masih belum mengizinkannya membawa mobil sendiri. Zahra hanya bisa mengikuti saja yang di minta Mizan toh dirinya juga memang merasa belum mampu membawa mobil sendiri saat ini. Di kantor Mira sudah melihat jam menunjukkan setengah dua belas lebih, dirinya membawa berkas yang akan diserahkan kepada Mizan. Sebelumnya Mizan meminta berkas kerja sama untuk client baru, dan sengaja Mira memberikannya sekarang karena momennya pas “It’s showtime.” gumam Mira bangkit dari tempat duduknya. Mira mengetuk pintu ruang kerja Mizan, setelah dipersilahkan masuk dia masuk dan menutup pintu perlahan. ‘Iya ada apa Mira?” “Ini saya ingin memberikan berkas sampel yang akan diberikan kepada client, saya sudah revisi ulang jika ada yang kurang akan saya
“Siap kak setelah ini aku langsung hubungi timnya, kita pergi sekarang balik ke butik kak?” “Iya kita balik ke butik sekarang, kerjaan belum.” Keduanya perlahan mulai berjalan keluar melewati beberapa puing yang belum sepenuhnya dibersihkan. “Kak Awas!”teriak Sindy. “Sial—!”ucap Zahra sedikit berteriak karena terkejut.Suara besi terdengar saling beradu. Lalu tubuhnya meluncur jatuh ke bawah, menghantam seng lantai bawah sebelum akhirnya terhempas ke tanah. Zahra tidak bahwa di sekitar sana sebuah lubang yang membuatnya terperosok dari lantai dua ke bawah.Pandangan Zahra mulai kabur, suara sirine jauh entah dari mana. Udara dingin menusuk paru-paru, mungkin Sindy yang buru-buru memanggil mobil ambulance.“Kak Zahra! Kak Zahraaa! kenapa tiba-tiba lari sendiri kaya gitu!”ucap Sindy panik.Dia langsung turun, lututnya gemetar, tapi tangannya nekat meraih wajah Zahra yang penuh darah tipis di pelipis.“Aku... aku nggak bisa gerakin tangan kanan Ndy.”ucap Zahra dengan suara lemah sambi
“Aku minta maaf kak, seharusnya aku lebih perhatian lagi sama kakak dan seharusnya tadi biar aku saja yang belanja sendiri, sekarang kakak jadi nggak enak badan kaya gini.” ucap Sindy merasa tidak enak. “Kenapa kamu minta maaf, kakak yang ngajak kamu buat belanja kok, kakak beneran nggak kenapa-kenapa mungkin karena faktor cuaca juga jadi sekarang kurang enak badan.” Zahra tersenyum seraya mengelus lengan Sindy agar tidak menyalahkan dirinya sendiri karena kondisinya saat ini. Dirinya juga bingung kepada tiba-tiba seperti itu, padahal saat belanja tadi di supermarket kondisinya dalam keadaan baik-baik saja. “Iya sih akhir-akhir ini cuaca lagi jelek banget, pagi cerah eh siang ke sore kadang hujan deras, kadang sebaliknya juga.”sahut Sindy yang memang merasakannya. Akhir-akhir ini juga sebenarnya dirinya merasa kurang enak badan karena cuaca yang gampang sekali berubah, namun dirinya langsung minum obat sehingga keesokan harinya sudah mendingan. “Nah itu kamu tahu, kan sekaran
Zahra pun meninggalkan Sindy di dapur menyelesaikan pekerjaannya, dan bergegas menuju kamar untuk istirahat sejenak lalu mulai mempersiapkan pakaian yang akan digunakan Mizan nanti selama bekerja diluar kantor. “Kenapa denganku? apa aku terlalu berlarut karena kepikiran besok Mas Mizan dan Mbak Mira.” gumam Zahra dalam hati saat berjalan menuju kamar.“Sudahlah jangan terlalu overthinking, ingat kondisi kamu sekarang malah semakin memburuk.Jangan terlalu banyak berpikir keras,” Zahra menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.Di kamar lain, Mira sedang menyiapkan pakaian yang akan dikenakannya nanti selama beberapa hari ke depan diluar kota. Dengan wajah sumringah dia membayangkan beberapa rencananya nanti di luar kota akan berhasil.“Akhirnya waktu itu telah tiba, kali ini rencanaku tidak boleh gagal. besok aku harus bisa membuat fokus Mizan hanya kepadaku, langkah awal untuk menghancurkan keluarga kecil ini yang sudah membuat Ibuku menderita selama ini.”Keesokan hari mereka berkumpul







