Di sebuah meja bundar di lantai dasar, rombongan Shen Shen kecuali pengawal Feng Yaoshan, sedang menikmati sajian makan siang yang telah disuguhkan pihak penginapan. Ketika hidangan di meja telah berkurang separuh, Feng Yaoshan melihat para gadis telah usai bersantap siang. Ia pun turut menghentikan kegiatan santap siangnya dan terlihat ingin memulai sebuah percakapan.
“Nona-nona yang cantik, hari ini suasana cukup indah dan cerah. Merupakan ide yang sempurna jika kita melanjutkan perjalanan ke Maundo di hari yang cerah ini. Bagaimana?”
“Ya, kurasa juga begitu. Semakin cepat kalian pulang, semakin baik untuk semuanya!” Patriark Yuan Kai menimpali, tentu ia setuju dengan gagasan Feng Yaoshan sebab itu artinya putra-putri bangsawan tersebut akan kembali pulang tanpa melibatkan Zhou Fu.
“Ya, ini adalah hari yang cukup cerah. Bagaimana kalau kita berangkat sekarang saja?”
Terdengar suara yang tak asing dari arah pintu masuk
Dalam perjalanan menuju ke gerbang Maundo, Zhou Fu terlihat sedang berpikir cukup serius. Misinya memulangkan Shen Shen akan segera selesai dan seperti biasanya, dia belum pernah gagal menjalankan tugas. Hanya saja, ia kemudian sedikit bimbang akan ke mana ia pergi setelah memulangkan Shen Shen nantinya.Sebelum bertemu dengan Zhao Yunlei, tentu tujuan utamanya setelah mengantar Shen Shen pulang adalah kembali ke pulau Youhi. Tetapi, setelah bertemu Zhao Yunlei dan mendengar kabar tentang keberadaan pasukan elite dari Bingdao, ada sebuah rasa penasaran yang terus bertambah di benak Zhou Fu. Ditambah lagi pertemuannya dengan Patriark Yuan Kai juga semakin membuatnya ingin mendatangi markas Pasukan Enam.“Hei, Saudaraku, lihatlah iring-iringan prajurit di sana itu! Dari seragam yang mereka kenakan, kukira mereka datang untuk menjemput kita! Kukira kami sudah tak lagi bergantung padamu sekarang, pulanglah jika kau rindu ayah ibumu!” Feng Yaoshan bergumam seray
Tembok raksasa sudah terlihat di depan mata. Tembok tersebut merupakan tumpukan bebatuan alam yang disusun sedemikian rupa hingga menjulang setinggi tiga puluh meter. Kabarnya, bebatuan penyusun tembok raksasa itu bukanlah batu biasa melainkan bebatuan yang turun dari langit hingga memiliki ketahanan yang tak bisa diukur oleh kekuatan manusia.Sejarah mengatakan bahwa nenek moyang manusia zaman dahulu membangun tembok raksasa demi menciptakan kedamaian dunia. Pada waktu tembok tersebut dibangun, peradaban manusia baru saja pulih dari era kekacauan yang maha besar. Itulah mengapa para nenek moyang manusia berbondong-bondong menghabiskan sisa usia mereka demi membangun peradaban baru yang akan menyelamatkan keturunan umat manusia.Begitulah, tak benar-benar ada yang tahu siapa dan bagaimana cerita asli di balik dibangunnya tembok raksasa tersebut. Yang jelas, saat ini tembok tersebut merupakan sebuah garis pembatas antara dua jenis manusia, yaitu manusia biasa dan manusi
Sebenarnya, Zhou Fu tak memiliki urusan dengan kematian sekeluarga bangsawan itu. Andai saja ia tetap melanjutkan perjalanan menuju ke kediaman Shen Shen, itu akan jauh lebih baik. Tetapi, ketika ia mulai mencurigai tentang adanya dalang di balik dalang terkait kematian tersebut, perhatiannya tertuju pada kasus itu. Kasus yang mungkin akan membuatnya percaya pada kecurigaan Patriark Yuan Kai tempo dulu.“Maaf, sepertinya aku tak bisa menepati janjiku Patriark Yuan. Aku akan sedikit lebih lama di sini,” gumam Zhou Fu dalam batin tepat ketika ia melihat mayat-mayat satu anggota keluarga bangsawan itu.Sayangnya, ketika ia masih melakukan introgasi pada dua tabib yang menangani kasus itu, seseorang berjenggot datang. Pria berjenggot itu marah-marah dan menunjukkan eskpresi tidak senangnya pada Zhou Fu. Dari gaya bicaranya, jelas orang itu adalah orang penting dan berkuasa, atau bisa juga dibilang orang yang merasa punya kuasa.“Maaf, Tuan. Siapapu
“Jadi, langsung saja biar tak berlama-lama. Siapa yang ada di balik semua ini?”“Kakak, jawablah…” gumam salah seorang tabib seraya menarik-narik lengan baju tabib di sebelahnya.Si tabib yang dipanggil kakak tersebut terlihat kebingungan untuk memulai kalimatnya. Akhirnya, ia pun mencoba bernegosiasi.“Tuan, kematian mereka tidak akan merugikan Tuan Muda. Bahkan, kematian kami sekalipun, juga tidak akan membuat hidup Tuan menjadi lebih untung atau lebih rugi. Tidakkah sebaiknya kita berunding dengan lebih santai?” ucap si tabib dengan kedua telapak tangan menyatu, memohon agar Zhou Fu bersedia mempertimbangkan usulannya.“Tuan-Tuan Tabib, asal kalian tahu jika saya tak sedang mencari untung atau menghindari rugi. Saya hanya ingin menuntaskan rasa penasaran di kepala saya. Tuan-tuan tabib pasti mengerti jika dikejar penasaran itu rasanya tak tertahankan! Jadi intinya, jawab saja pertanyaan say
Tak ada satu pun kejadian di muka bumi yang terjadi begitu saja. Bahkan, sebuah kebetulan sekalipun katanya adalah sesuatu yang sudah direncanakan. Sebagaimana kasus Zhou Fu yang keluar dari pulau Youhi untuk mengantar Nona Shen Yang, perjalanannya menuju ke Caihong justru membawanya pada serpihan teka-teki tentang identitas dirinya sendiri. Sepertinya, takdir memang ingin menunjukkan sesuatu pada Zhou Fu lewat perjalanannya memulangkan Nona Shen Yang.Zhou Fu terduduk diam di sudut ruangan, pikirannya sedang sibuk menimbang-nimbang beberapa hal. Misi menyelamatkan Shen Shen sudah hampir selesai dengan sempurna. Akan menjadi sangat mudah baginya untuk kembali pulang ke pulau Youhi dan melanjutkan latihan bersama kakek Li Xian. Tetapi sialnya, pikirannya sedang diselimuti rasa penasaran yang mungkin akan selalu menghantui kepalanya jika ia memilih untuk pulang ke Youhi. Rasa penasaran memang kerap membuat hati seseorang terbolak-balik dalam kebimbangan.Zhou Fu yang awa
Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun Shen Shen mendengar lagi kata tersebut di telinganya. Ketika Zhou Fu menyebut kata ‘Shufashen’, Shen Shen langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan sebagai tanda bahwa ia cukup terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Zhou Fu.“Bagaimana, bagaimana kau bisa menemukan istilah itu?” Shen Shen bertanya penasaran.“Jawab dulu pertanyaanku, apa yang kau tahu tentang Shufa…”Shen Shen langsung menutup mulut Zhou Fu dengan satu tangannya. Gadis itu lantas menoleh ke kanan dan ke kiri seolah memastikan apakah ada orang lain yang mendengar percakapan mereka.“Sssst! Jangan ucapkan kata terlarang itu di daratan Caihong! Itu adalah pantangan dan jangan coba-coba bertanya pada orang yang belum kau kenal tentang hal itu! Ya, meski hanya ada cukup sedikit orang yang menganggapnya sebagai kata terlarang, sebab memang tak banyak yang tahu tentang hal itu!”
“Aku tidak akan datang, demi apapun!”“Apa maksudmu? Mereka mengundangmu untuk mengucapkan rasa terima kasih. Kau bahkan ditawari jabatan yang bagus di markas militer Caihong. Apa yang salah di sana?” Shen Shen menggeleng-gelengkan kepala bingung. Untuk seseorang rakyat jelata yang mendapatkan kesempatan menjadi bagian dari anggota militer Caihong, seharusnya itu menjadi sebuah tawaran yang menggirukan.“Sebaiknya kita kembali saja ke penginapan, lagi pula kau tak akan mengerti apa yang aku khawatirkan,” Zhou Fu meraih lembaran undangan di tangan Shen Shen, menggulungnya kembali dan memsukkan gulungan itu ke dalam jubahnya. Shen Shen selalu menganggap bahwa pemerintahannya bersih sementara insting Zhou Fu mengatakan sebaliknya. Tentu akan terjadi perdebatan panjang jika Zhou Fu memilih berterus terang pada Shen Shen.Shen Shen pun pada akhirnya menerima usulan Zhou Fu. Ia bersedia untuk diajak kembali ke penginapan. Udara mala
Tuan Zhengyi meraih gulungan cokelat yang diulurkan oleh si prajurit. Beberapa kali Tuan Zhengyi mengangguk-anggukkan kepala seraya mengurut dagunya tatkala ia membaca baris demi baris surat tersebut. Sesekali, Tuan Zhengyi mengalihkan pandangannya pada Zhou Fu lalu kembali membaca baris-baris tulisan dalam gulungan cokelat.“Apakah semua yang tertulis di surat ini adalah sebuah kebenaran, Anak Muda?” Tuan Zhengyi mengerutkan dahi seraya menyerahkan gulungan cokelat itu pada Zhou Fu. Tentu saja maksud dari Tuan Zhengyi adalah meminta Zhou Fu untuk memeriksa kembali kebenaran informasi dalam surat tersebut.Dengan ragu-ragu, Zhou Fu meraih gulungan coklat dari tangan Tuan Zhengyi. Ia memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam lalu mulai mengamati baris demi baris tulisan yang tertera dalam surat tersebut. Semakin Zhou Fu mengamati isi surat itu, semakin kepalanya pusing karena ia sama sekali tak mengerti apa isi suratnya.“Tuan, bisakah Tuan-T