Share

Perempuan yang Merengkuh Tabah
Perempuan yang Merengkuh Tabah
Penulis: Zulya Na

Kampus Putih

Bunga menundukkan wajahnya dalam-dalam saat melihat pemandangan di depannya. Hingar bingar musik yang menghentak, jeritan dan teriakan yang saling bersahutan seakan ikut menghempaskan jantungnya yang sekarang berdegung lebih kencang.

Tubuhnya tiba-tiba bergetar dan keringat dingin mengalir deras dengan begitu saja, Bunga seperti orang mabuk keramaian dan Bunga tidak tahu apa penyebabnya, yang pasti suasana yang ada di hadapannya tidak ia sukai.

Telaga di matanya sudah lama menggenang, bisa tumpah kapan saja seiring kedua bola mata kejoranya yang kian memanas. Bunga merasakan kesedihan tapi tidak tahu buat apa ia bersedih sebenarnya. Harapan nya serasa jauh sekali dari kenyataan. Dulu ia membayangkan suasana saat mulai kuliah pasti akan menyenangkan baginya tapi ternyata lebih parah daripada saat ia SMA dulu.

Kalau waktu SMA ia hanya berseteru dengan beberapa guru non muslim yang tidak mengijinkannya masuk kelas hanya karena ia berkerudung, di sini mungkin ia akan berhadapan dengan dosen-dosen satu akidah yang belum paham perintah menutup aurat dan menjaga pergaulan walau profesi nanti mengharuskannya berinteraksi dengan banyak orang dan tidak semuanya perempuan. Bunga harus siap dengan segala kemungkinan dan ia paham betul dimana diperbolehkan buat berinteraksi dengan lawan jenis.

Lalu Bunga meraba dadanya sendiri, mencoba meredakan perasaan yang campur aduk tidak karuan. Pelan namun pasti Bunga bergerak menuju pintu keluar, airmatanya sudah jatuh satu demi satu dan menganak sungai membasahi wajah hingga kerudung putih yang ia pakai. Hatinya perih, dadanya sesak dan ia tahu suasana pesta di dalam adalah penyebabnya. Percampuran antara laki-laki dan perempuan di sana adalah pemicunya, tapi Bunga paham kalau itu adalah hal biasa bagi mereka walau itu begitu menakutkan baginya. Ia memang tidak pernah mengikuti acara seperti itu, Ayah bisa marah besar jika ia sampai mengikuti acara-acara seperti yang sekarang diadakan di kampus putihnya 

Bunga bukan anak seorang ustadz tapi ayahnya termasuk salah satu pengurus masjid terbesar di lingkungannya. Sejak kecil pun ayah sudah mendidiknya dengan agama walau buat perintah menutup aurat, Ayah sempat sangat menentang Bunga.

'Kampus macam apa ini? Rasanya ingin mundur saja tapi bagaimana dengan Ayah? Ayah pasti akan sangat sedih jika ia sampai gagal menjadi bagian dari kampus putih ini dan tiga tahun kemudian memakai seragam putih di sebuah rumah sakit. Itu adalah impian Ayah. Aku tidak boleh mengecewakan Ayah.' batin Bunga sambil menoleh ke belakang lalu kembali menjauh dari tempat itu.

Di sebuah bangku yang tersembunyi dari cahaya lampu Bunga melihat satu pasang anak manusia sedang memadu kasih, Bunga mengalihkan pandangannya sambil bergumam sendiri. Sempat-sempatnya mereka pacaran di tengah keremangan seperti itu, apa tidak takut digigit nyamuk atau binatang melata? Bunga jadi bergidik sendiri lalu meneruskan langkah.

'Apa aku tidak salah masuk dan menentukan pilihan? Apa rencana-Mu duhai Allah? Mengapa baru masuk saja aku sudah menemukan terlalu banyak hal yang membuat diri merasa salah langkah? Tapi ya sudahlah, rencana Allah pasti yang terbaik dan tidak mungkin salah.' batin Bunga lagi menghibur diri sendiri.

Sekali lagi Bunga menoleh ke belakang, ia merasa ada seseorang yang mengawasi gerak geriknya. Diamatinya sebentar sekeliling tempat itu, mencoba menemukan seseorang yang mungkin saja mengikutinya sejak tadi, tapi Bunga tidak menemukan siapa pun. Bunga meraba tengkuknya, bulu romanya serasa berdiri, Bunga jadi merasa horor sendiri.

"Ah, itu hanya perasaanku saja. Kenapa aku jadi penakut begini?" gumam Bunga pada dirinya sendiri.

Setelah yakin bahwa ia hanya sendiri dan tidak ada yang mengikutinya, Bunga pun meneruskan langkahnya lebih cepat, meninggalkan hiruk pikuk percampuran laki-laki dan perempuan yang tengah asyik berpesta dalam momen penyambutan mahasiswa baru. Istilahnya malam ramah tamah untuk mencairkan  hubungan yang sempat tegang waktu masa orientasi dua Minggu lalu. Ah entahlah!

Bunga menjauh sejauh mungkin. Meninggalkan pandangan beberapa pasang mata yang melihatnya dengan tatapan sinis dan mengejek. Cantik tapi udik. Itu kata mereka yang sebenarnya hanya merasa iri dan dengki dengan semua yang Bunga miliki.

Bunga cantik dan sedap dipandang, tutur katanya sangat sopan dan mempesona semua orang agar bisa bertahan lama ngobrol dengannya tanpa rasa bosan. Kerudung putihnya membuat Bunga berbeda, tapi ternyata itu menjadi daya tarik terbesar yang membuat banyak yang terpikat. Bagaikan sebuah rumah mewah dengan pagar yang indah, sempurnalah daya tariknya.

Kecantikan Bunga terbingkai dengan indah dan tidak tersentuh siapapun karena ada yang melindunginya. Siapa pun Pakaianyang tertarik padanya akan sungkan mengungkapkan rasa karena menghormati pakaian yang dikenakan oleh Bunga. Pakaian  taqwa yang ia kenakan, menjadi benteng bagi dirinya. Walau pakaian itu juga yang akan membuatnya selalu mendapat masalah di masa-masa kuliah dan magang di rumah sakit nantinya.

Bukan karena kesalahan dirinya tapi karena image tentang gadis berkerudung sudah terlanjur jatuh di kampus putih itu. Setahun sebelum Bunga menjadi bagian dari kampus ini, salah satu dan satu-satunya mahasiswi berjilbab di kampus ini ketahuan hamil diluar nikah mencoreng nama baik kampus. Sejak itulah aturan kampus jadi sangat ketat dalam menerima mahasiswi yang memakai kerudung, bahkan ada beberapa di antara mereka yang awalnya di SMA berkerudung tapi melepasnya saat masuk kuliah, demi tetap bisa melanjutkan studi mereka.

Bunga adalah Bunga yang tidak akan pernah menyerah apapun masalah yang akan dihadapinya. Ia tidak akan melepas kerudungnya dan dia juga tidak akan mundur menjadi mahasiswi di sana apapun cobaannya.

"Kamu harus benar-benar berjanji bahwa peristiwa yang dulu sempat mencoreng nama kampus tidak akan terulang lagi. Kalau sampai kejadian lagi maka kamu yang duluan saya panggil!" tegas Direktur berselendang bak Siti Hardiyanti Rukmana itu bertutur pada Bunga waktu itu. 

Ultimatum dari direktur masih terngiang di telinga Bunga saat ia pertama kali dinyatakan lulus  waktu itu. Bunga mengangguk mantap dan berjanji jika dia akan memperbaiki nama kampus dan juga nama baik mahasiswi berjilbab di sana dengan prestasi juga akhlak.

"Saya akan selalu mengingat kata-kata itu dan InsyaAllah akan menjaga amanah Ibu dengan baik," kata Bunga akhirnya sambil meninggalkan ruangan berukuran 6x4 meter itu.

Setelah Bunga pergi Bu Direktur tersenyum, ia sebenarnya menyukai gadis 19 tahun yang baru saja berlalu dari hadapannya tersebut. Bunga sangat sopan, ia juga cantik dan cerdas, nilai masuknya kemarin melampaui nilai-nilai sebelumnya.

Dulu Bunga sempat akan masuk SPK tapi larangan berkerudung yang masih sangat ketat di Sekolah Perawat Kesehatan waktu  itu membuat bunga lebih memilih melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah atas tapi akhirnya keinginan ayah agar Bunga menjadi seorang perawat membuat Bunga memupus keinginannya buat menjadi seorang guru padahal ia juga lulus di FKIP waktu itu.

Bagi Bunga yang hanya satu-satunya anak orang tuanya, keinginan ayah tidak bisa ia abaikan, ia hanya ingin membuat ayah tersenyum bahagia, melihat putri kebanggaannya berhasil memakai seragam putih yang dulu tidak bisa ayah dapatkan. Ya, ayah dulu ingin sekali bisa menjadi perawat tapi tanggung jawab ayah sebagai anak sulung yang ditinggal mati kedua orang tua di usia muda membuat ayah harus bekerja demi menghidupi ke 8 adik-adiknya. 

Bunga menarik nafas berat, wajah ayah melintas di benaknya. Wajah penuh harapan padanya dan bunga tidak akan menyia-nyiakan harapan Ayah padanya walau harus mengubur harapannya sendiri. Bunga yakin Allah akan memberikan yang terbaik untuknya.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
dewizakiyah13
Kerin abis ini mah aku suka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status