Share

Membujuk

“Na, kamu jangan bikin malu mama!” ucap Adele dengan suara penuh penekanan dan membuat Haruna menatap tajam dengan tatapan sulit dipercaya. Saat ini Haruna dan sang mama berada di taman samping rumah, sehingga tidak ada orang lain yang mendengar percapakan mereka.

“Ma, aku udah berapa kali bilang, aku nggak mau dijodohin! Aku juga mau fokus—”

“Kamu mau fokus sama karier mu yang nggak jelas itu? Ini juga demi kebaikan mu, Na.”

“No, ini untuk kebaikan mama, kan?”

“Pokoknya mama nggak mau tau, kamu harus terima perjodohan ini!”

“Agensi nggak ngebolehin adanya percintaan, Ma. Aku udah susah payah buat mempertahankan karier ku ini, kenapa mama nggak pernah mau ngertiin aku? Kenapa harus aku yang selalu ngertiin mama?” tanya Haruna yang sudah tidak tahan lagi dengan sikap sang mama yang selalu egois.

“Buat apa kamu mempertahankan karier mu yang nggak mempunyai masa depan, Haruna? Menikah dengan lelaki kaya raya adalah keputusan yang tepat, percaya sama mama,” ucap Adele yang berusaha membujuk Haruna untuk menerima perjodohan yang sudah direncanakan.

“Ma, tapi—” 

“Ayo, kita harus segera masuk ke dalam, jangan membuat mereka menunggu terlalu lama,” ucapnya seraya menarik pergelangan tangan Haruna.  

“Aku masih mau di sini, mama masuk duluan aja,” ucap Haruna menarik tangannya.

“Kamu nggak akan kabur, kan? Jangan bikin mama semakin malu, Na!”

Haruna menatap sang mama dengan menarik napas dan mengembuskan perlahan, lalu menarik bibir membentuk senyuman tipis. “Nggak, aku nggak akan kabur, puas?”

“Itu artinya kamu terima perjodohan malem ini, kan?”

“Kasih aku waktu untuk berpikir.”

Adele yang sudah tak tau harus berkata apa lagipun hanya bisa berdecak dan melangkahkan kakinya pergi. Haruna hanya menatap punggung sang mama sampai dia benar-benar masuk ke dalam rumah besar itu, ia lagi-lagi menarik napas dengan mengangkat kepalanya menatap langit malam.

“Ternyata hari ini bener-bener hari sial gue,” gumamnya pelan.

Tiba-tiba saja semua perkataan dari CEO agensi, Cherly, dan sang mama kembali terlintas, kenapa mereka semua mengatakan kalau kariernya tidak mempunyai masa depan? Apa mereka semua bisa melihat masa yang akan datang? Haruna memejamkan mata, dia merasakan angin malam yang berembus guna menenangkan pikirannya.

Haruna kembali membuka mata dan mengepalkan tangan. “Gue yakin kalau gue bukan aktirs gagal! Gue bakal buktiin kalau gue bisa terkenal!” ucapnya dengan penuh keyakinan.

“Gue bisa bantu,” ucap seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang dan membuat Haruna terlonjak kaget, lalu membalikkan tubuhnya. “Gue Ravindra, calon suami lo.”

Ravindra, pria tinggi yang tubuhnya sedikit kekar dengan ekspresi tenang dan tatapan mata tajam, pakaiannya tampak rapih menggunakan jas. Dia berjalan mendekati Haruna yang masih menatapnya dengan tatapan tak suka.

“Apa? Gue nggak salah denger? Calon suami? Lo pikir gue mau dijodohin? Sekarang udah nggak jaman,” ucap Haruna mengalihkan pandangannya.

“Tapi gue rasa … lo harus terima perjodohan ini,” ucap Ravindra membuat Haruna sekilas meliriknya tajam.

“Oh, lo ke sini disuruh sama nyokap gue, kan? Percuma, keputusan gue udah bulat,” ucap Haruna membuat Ravindra tersenyum seraya memasukkan kedua tangan ke dalan saku celana.

“Lo pikir … semudah itu gue terima perjodohan ini?”

Mendengar perkataan Ravindra, Haruna menoleh dan menaikkan satu alisnya dengan tatapan bingung. “Maksud lo?”

“Gue juga terpaksa buat terima perjodohan ini,” jawabnya yang juga menoleh dan sekarang keduanya saling bertatapan satu sama lain. “Kalo gue tolak perjodohan kali ini, gue nggak akan bisa jadi penerus perusahaan,” lanjutnya.

Haruna yang mendengar itu langsung mengalihkan pandangannya kembali dan sekilas tertawa remeh. “Lo pikir gue semudah itu percaya? Lo kaya, tampan, punya kuasa, kenapa nggak cari pasangan sendiri?”

“Gue nggak mau nikah, tapi nyokap gue yang paksa gue nikah, dan akhirnya bokap gue bikin peraturan kalo mau jadi penerus perusahaan harus nikah,” jelas Ravindra yang berharap kalau Haruna akan menyetujui langsung perjodohan ini.

“Lo pikir gue peduli?” Ravindra pun berdecak dengan memalingkan wajahnya, terlihat kalau kesabaran lelaki itu sudah hampir habis, dia tampak tak mempunyai cara lain untuk membujuk wanita di sampingnya itu. Haruna tersenyum saat mendengar suara decakan lelaki itu. “Menurut gue … lo harus cari cewek lain yang mau terima orang kayak lo.”

“Maksud lo? Lo ngeremehin gue?!”

“Nggak, siapa juga yang berani buat ngeremehin lo?”

“Lo beneran nggak mau terima perjodohan ini? Nikah sama gue … lo nggak akan rugi,” ucap Ravindra membuat Haruna sendiri meresa lelah.

Haruna merasa sudah puluhan kali mengatakan kalau dia tidak ingin dijodohkan, tapi kenapa lelaki di sampingnya ini sangat memaksa? Wanita itu menatap Ravindra dengan melipat kedua tangannya di depan perut. “Gue nggak akan rugi? Apa jaminannya? Gue nggak butuh kekayaan lo.”

“Gue—”

“Gue capek, nggak mau berdebat lagi sama lo,” sela Haruna yang memutuskan untuk pergi sebelum dia benar-benar kehilangan kesabaran karena Ravindra terus saja memaksanya untuk menerima perjodohan ini.

Ravindra masih terdiam menatap punggung Haruna, dia tersenyum dengan mengeluarkan ponselnya, kali ini pria itu sangat yakin kalau rencana ini pasti akan berhasil dan membuat Haruna langsung menyetujui perjodohan ini. “Gue bisa bantu lo jadi artis terkenal,” ucapnya yang berhasil membuat langkah Haruna terhenti.

“Omong kosong!” ucap Haruna yang tidak mempercayai lelaki itu.

“Gue yakin kalo lo kenal Pak Hendra, Pak Surya, dan … Bu Julia,” ucap Ravindra menatap Haruna dengan senyuman dan memperlihatkan layar ponsel pada wanita itu.

Haruna yang mendengar ketiga nama itu pun langsung berjalan mendekati Ravindra dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa lelaki itu mengenal tiga orang penting di dunia industri? Ditambah lagi Pak Surya adalah guru akting terkenal.

“Gue udah bilang di awal, lo nggak akan rugi nikah sama gue. Bahkan, gue bisa bikin lo sampe ke go internasional,” ucapnya dengan nada bangga. “Gue bahkan juga bisa jadi sponsor, agensi lo kekurangan duit, kan?”

Haruna terdiam, ucapan Ravindra ada benarnya. Wanita itupun mendengus dan kembali berpikir, kesempatan ini tidak datang kedua kali, ditambah lagi waktu yang dia punya tak banyak, dengan bantuan Ravindra mungkin akan membuatnya terkenal dan kemampuan aktingnya meningkat pesat, sehingga ia bisa memperpanjang kontrak.

“Gimana? Ini penawaran terakhir gue, kalo lo tetep nggak setuju sama perjodohan ini juga nggak masalah,” tanyanya seraya melangkahkan kaki pergi dengan senyuman tipis.

“Gue setuju!” jawab Haruna lantang.

Langkah Ravindra terhenti, dia tersenyum penuh kemenangan sebelum dia kembali membalikkan tubuhnya dan menatap Haruna. “Lo yakin dan nggak akan berubah pikiran?”

“Kalo bukan karena karier gue yang diujung tandung, juga gue ogah!” gumamnya pelan lalu memberikan senyuman dan satu anggukan mantap pada Ravindra.

“Satu hal yang harus lo tau, pernikahan kita cuma sebatas nikah kontrak.”

“Jadi kita cuma nikah kontrak?”

“Ravindra?”

Ravindra yang mendengar seseorang memanggil namanya dari arah belakang pun langsung menoleh dan membelalakkan matanya lebar saat melihat sang mama yang menatapnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status