Perjanjian di Atas Ranjang

Perjanjian di Atas Ranjang

에:  MysterRyght연재 중
언어: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
평가가 충분하지 않습니다.
50챕터
1.2K조회수
읽기
서재에 추가

공유:  

보고서
개요
목록
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.

Anya Wijaya yang berprofesi sebagai perawat, memutuskan untuk bekerja sebagai perawat pribadi, karena tergiur oleh gaji besar yang ditawarkan oleh Maximus Brata, seorang pebisnis andal yang dikenal sebagai playboy kawakan di seluruh negeri.  Meskipun sudah mempunyai pacar, Maximus tidak pernah berhenti menjalani hubungan dengan sejumlah wanita lain. Setelah mengalami kecelakaan di luar negeri, Maximus kembali ke Baharimudra dalam keadaan buta dan harus menggunakan kursi roda. Maximus pun ditinggalkan sang pacar karena keadaan nahasnya ini. Kemudian, Maximus mengajukan tawaran tak terduga kepada Anya. Awalnya Anya menolak, tetapi keadaan ekonomi yang sulit di keluarganya membuat Anya terpaksa menerima tawaran itu. Akhirnya, gadis itu menandatangani kontrak untuk menjadi pendamping Maximus selama setahun dengan bayaran senilai 3 miliar. Namun, Anya tidak menyadari ada syarat dan ketentuan lain yang tersembunyi di kontraknya. Makin sering mereka menghabiskan waktu bersama, rahasia yang dipendam oleh Maximus pun mulai terkuak di hadapan Anya.

더 보기

1화

Bab 1

Sudut pandang Anya:

"Ngapain kamu di ...," ucap Maximus Brata, pasien yang mempekerjakanku. Ucapannya terhenti saat aku menjatuhkan nampan berisi makanan yang telah kusiapkan untuknya.

Saat aku masuk, Maximus sedang duduk di kursi rodanya tanpa pakaian sehelai pun. Tentu saja aku akan menjatuhkan nampannya!

"Kamu bodoh, ya? Bisa-bisanya kamu seceroboh itu!" bentak Maximus yang dikejutkan oleh nyaringnya suara piring dan gelas yang berjatuhan.

"Kenapa kamu nggak pakai baju?" tanyaku terus terang.

Aku sudah bekerja untuk Maximus selama tiga bulan dan dia selalu menggerutu. Namun, aku sendiri adalah wanita berlidah tajam yang tidak segan-segan membalas perkataannya. Dia tidak bisa melakukan apa-apa, selain memecatku. Namun, aku tahu itu tidak akan terjadi. Sebab, saat ini dia dalam keadaan buta dan harus menggunakan kursi roda.

"Setahuku, ini kamarku. Jadi, aku bebas melakukan sesuka hatiku. Seharusnya kamu yang ketuk pintu duluan," balasnya.

"Aku sudah ketuk pintu, kok," ujarku tidak mau kalah.

"Seharusnya kamu tunggu izin dariku dulu sebelum masuk," tandas Maximus.

"Kamu kan tahu kalau aku mau bawakan makanan buatmu. Kalau kamu mau buka-bukaan begitu, seharusnya kamu tunggu sampai aku selesai menyajikan makanan sebelum buka baju," jawabku. "Atau setidaknya nanti, setelah semua orang sudah tidur," tambahku sembari membersihkan pecahan piring yang berserakan.

Aku berusaha menahan diri agar tidak melirik penisnya, tapi sial bagiku, penisnya sedang berdiri tegak. Meskipun kedua kakinya lumpuh, sepertinya Maximus masih aktif merasakan kenikmatan dan punya masa depan yang cerah di selangkangannya. Rupanya, selama ini dia sering melatih bagian itu dengan tangannya.

"Ngapain kamu lihat aku terus kayak gitu? Kamu nafsu lihat aku? Daripada fokus ke lantai, kenapa kamu nggak ambilkan baju buatku?" Tajam juga pendengaran pria ini. Memangnya kenapa kalau aku bergairah melihatnya? Memangnya aku akan menerkam seorang pria?

"Kamu kan bisa buka baju sendiri, masa nggak bisa pakai baju sendiri juga?" ujarku.

"Bilang aja, sebenarnya kamu lebih suka kalau aku tetap telanjang, 'kan? Supaya kamu bisa mengagumi punyaku yang ...."

Aku meraih pakaiannya yang tergeletak di atas tempat tidur dan melemparnya ke arah Maximus agar dia tutup mulut. Ucapannya yang konyol itu membuatku ingin mencibir.

"Tuh, sudah kututupi. Sekarang, tutup mulutmu, biarkan aku bersihkan lantai dengan tenang," kataku. Setelah itu, akhirnya dia bungkam juga.

Aku segera melanjutkan membersihkan karpet tanpa melirik Maximus sedikit pun. Jika tidak, takutnya aku akan meraih penisnya yang berdiri tegak sambil menyanyikan lagu "Dia Milikku."

Tidak! Tidak boleh! Tanpa sadar, aku menggeleng dan saat berdiri, aku menyadari kalau Maximus sedang menatapku. Aku membalas tatapannya dan berkedip beberapa kali, tapi Maximus sama sekali tidak berkedip.

Sialan! Padahal Maximus benar-benar buta, tapi kenapa aku merasa kalau dia bisa melihat? Entahlah. Lagi pula, aku tidak peduli juga. Selain mengancam akan memukul dan mencibir saat dia memarahiku, aku tidak pernah melakukan hal yang buruk. Ya, mengancam dan mencibir memang bukan hal yang baik juga, tapi setidaknya aku hanya berani melakukan sejauh itu. Aku tidak pernah berniat mencelakakan Maximus.

"Kamu mau aku bantu pakai baju sebelum aku bersihkan pecahan piring ini, atau kamu mau makan dulu?" tanyaku.

"Aku mau makan dulu," jawabnya sambil terus menatapku tanpa berkedip. Aku menggeleng lagi, berusaha menghapus pikiran yang bermunculan di kepalaku.

"Kalau gitu, aku ambilkan makanan dulu. Tapi aku ambilkan baju juga, ya. Buat jaga-jaga," ujarku, karena menurutku itulah solusi yang paling aman.

Maximus tidak menjawab. Jadi, aku mengambilkan pakaian yang bersih. Pakaian yang aku lemparkan untuk menutupi bagian pribadinya tadi, sudah terlepas lagi.

"Ini, Pak Maximus. Sekarang kamu bisa pakai baju dulu," kataku sebelum keluar dari kamar.

Maximus adalah seorang pebisnis yang terkenal. Bukan hanya karena kekayaannya, tapi juga karena ketampanannya yang memesona. Selain itu, aku sendiri harus mengakui kalau penisnya juga mengagumkan. Sekeras apa pun aku berusaha, aku tidak bisa berhenti menatapnya. Sejujurnya, aku mengagumi dan menginginkan Maximus, tapi aku sendiri benci kalau harus mengakuinya.

Maximus dikenal sebagai seorang playboy, dan aku tidak suka reputasinya itu. Mungkin aku sama saja seperti wanita-wanita lain yang terpikat pada pesona seksinya, tapi aku tidak ingin menjadi salah satu dari sekian banyak wanita yang ditaklukkan oleh Maximus.

Aku mendengar pegawai lain di rumah ini berkata kalau Maximus sudah mempunyai pacar. Namun, mengapa dia selalu terlihat di muka publik bersama wanita yang berbeda-beda sebelum mengalami kecelakaan? Mungkin itu sebabnya sang pacar mencampakkan Maximus di saat pria itu sangat membutuhkannya.

Setidaknya, sang pacar seharusnya menunggu sampai Maximus pulih sebelum meninggalkannya. Dengan begitu, sang pacar tidak akan dicap sebagai wanita kejam. Atau, akan lebih baik lagi kalau dia memutuskan hubungan sebelum Maximus mengalami kecelakaan.

Huh, mengapa semua pria selalu berhidung belang?

Namun, menurut desas-desus yang kudengar di rumah ini, Maximus sangat mencintai mantan pacarnya. Bahkan saat wanita itu meninggalkannya, Maximus enggan melanjutkan hidup dan menolak perawatan dari dokter. Bagaimana mungkin dengan uang sebanyak itu, Maximus masih bisa kehilangan keinginan untuk sembuh? Lagi pula, kalau Maximus benar-benar mencintai wanita itu, kenapa dia berselingkuh?

Bahkan saat Maximus masih di rumah sakit, rekan perawat lainnya tidak pernah berhenti mengagumi ketampanan pria itu. Namun, mereka hanya bisa sekadar mengagumi saja.

Huh, aku sudah muak dengan laki-laki!

Setelah menyiapkan makanan, aku kembali menuju ke kamar Maximus. Aku melihat beberapa pembantu sedang mengobrol, tapi aku mengacuhkan mereka, karena tidak ingin diceramahi oleh Maximus lagi.

Kali ini, aku mengetuk keras-keras sebelum membuka pintu, agar Maximus tidak menyalahkanku lagi. Ketika aku memasuki kamar, Maximus masih duduk di kursi rodanya dengan punggung menghadapku. Aku menarik meja beroda yang biasa digunakan untuk Maximus untuk makan, meletakkan nampan makanan di atasnya, dan menghampiri Maximus untuk membantunya berbaring di tempat tidur.

"Apa itu, Pak Maximus?" cetusku.

Maximus sedang mengenakan atasan, tapi tetap tanpa bawahan. Dia masih memegang pakaian yang aku lempar tadi, dan menggunakannya untuk membersihkan penisnya.

 "Pas banget," katanya sambil menyodorkan pakaian kotor itu ke hadapanku. Aku hanya bisa melirik penisnya, lalu melihat pakaian kotor itu.

"Kamu ngapain? Kenapa bajunya nggak diambil?" tanyanya, membuatku tersadar dari lamunanku.

"Memangnya kamu sudah nggak bisa tahan, sampai-sampai harus pakai tanganmu sendiri?" tanyaku dengan ketus. "Lagian, aku harus apa dengan bajumu ini?"

"Kalau mau, pakai aja," jawabnya.

"Pak Maximus, bajunya penuh dengan sperma." Mataku membelalak saat aku menatapnya. Tanpa sadar, pipiku yang merona terasa panas. Aku yakin wajahku sudah semerah kepiting rebus.

"Buat apa kamu nanya? Kalau mau dicuci, ya cuci aja. Kalau mau dibuang, silakan dibuang. Pikir pakai otak, dong, Anya Wijaya!"

Aku sudah muak mendengar ucapan Maximus, jadi aku mengambil pakaian kotor itu dan membuangnya ke tempat sampah. Aku tidak sudi mencuci benda menjijikkan itu!

"Ambilkan celana pendek!" teriaknya saat aku keluar dari kamar mandi. Sambil mencibir, aku menuju ke lemari bajunya untuk mengambilkan pakaian lain.

"Nggak jadi, ambilkan aja jubah mandiku. Setelah makan, aku mau mandi," katanya.

Aku membantu memakaikan jubah mandinya dan mulai menyuapi Maximus. Aku menyadari setiap aku menyuapinya, dia selalu menatapku seolah-olah matanya bisa melihatku.

Setelah minum segelas air, Maximus tiba-tiba berkata, "Anya." Saat dia memanggil, aku sedang membereskan nampan dan hendak membawanya kembali ke dapur. Aku menoleh padanya, dan ternyata dia masih menatapku seakan-akan bisa melihatku. Kedua mata kami pun bertemu.

"Aku ingin bercinta denganmu," ujarnya.
펼치기
다음 화 보기
다운로드

최신 챕터

더보기

독자들에게

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

댓글

댓글 없음
50 챕터
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status