Se connecterFajar belum menyingsing ketika Dewi terbangun oleh suara langkah kaki terburu-buru di luar kamarnya. Instingnya yang diasah oleh pengalaman dua kehidupan langsung menajam. Ada yang tidak beres.
"Niang niang!" Yun Xiang masuk dengan wajah pucat pasi. "Menteri Li Wei... dia jatuh sakit tiba-tiba tadi malam! Para tabib mengatakan... dia diracun!" Dewi bangkit dengan cepat, pikirannya langsung bekerja. "Tentu saja. Aku seharusnya menduga ini." Ia mengutuk dirinya sendiri—di dunia mode, ia sudah belajar bahwa kompetitor yang terdesak akan melakukan apa saja. Seharusnya ia lebih waspada. "Bagaimana kondisinya?" "Kritis, Niang niang. Para tabib istana tidak bisa mengidentifikasi racunnya. Mereka bilang... jika tidak menemukan penawarnya dalam dua hari, Menteri Li akan..." Yun Xiang tidak sanggup melanjutkan. Dewi bergegas mengenakan pakaian luarnya. "Kita harus ke sana sekarang." "Tapi Niang niang, kita tidak diizinkan meninggalkan Istana Dingin tanpa izin—" "Seorang pria akan mati, Yun Xiang. Dan jika dia mati, aku kehilangan satu-satunya sekutu yang bisa membuktikan kebenaranku." Dewi berhenti sejenak, kemudian menambahkan dengan suara lebih lembut. "Dan yang lebih penting, dia tidak pantas mati hanya karena terlibat denganku." Keduanya menyelinap keluar dari Istana Dingin melewati jalan rahasia yang Dewi temukan dari kenangan Huiyin. Istana kuno ini penuh dengan lorong tersembunyi yang dulunya digunakan pelayan untuk bergerak tanpa terlihat. --- Kediaman Menteri Li dijaga ketat oleh para prajurit. Dewi dan Yun Xiang hampir ditangkap, namun putra sulung Menteri Li, Li Chen, mengenali permaisuri dan segera menyuruh prajurit membiarkan mereka masuk. "Yang Mulia Permaisuri," Li Chen membungkuk dalam, matanya berkaca-kaca. "Ayah saya... dia sekarat. Tabib istana sudah menyerah. Mereka bilang racunnya terlalu langka, mereka tidak tahu cara menyembuhkannya." Dewi memasuki kamar Menteri Li. Pria tua itu terbaring pucat dengan bibir membiru, napasnya tersengal-sengal. Di sekitar tempat tidur, tiga tabib istana berdiri dengan wajah frustasi. "Permaisuri tidak seharusnya ada di sini," salah satu tabib berkata ketus. "Ini bukan tempat untuk wanita—" "Diam," potong Dewi dengan suara yang begitu tajam hingga tabib itu tersentak. Ia mendekati tempat tidur dan mengamati gejala Menteri Li dengan saksama. Bibir biru, ujung jari menghitam, napas berbau sedikit manis... Dewi mengerutkan dahi. Di kehidupan lamanya, ia pernah membaca artikel tentang kasus pembunuhan menggunakan racun langka di Italia. Gejalanya mirip. "Berapa lama sejak dia memakan atau meminum sesuatu terakhir kali?" tanya Dewi. "Sekitar enam jam yang lalu," jawab Li Chen. "Dia minum teh sebelum tidur." "Siapa yang menyiapkan tehnya?" "Pelayan pribadinya, sudah bekerja untuk keluarga kami selama dua puluh tahun. Dia pasti tidak—" "Dimana pelayan itu sekarang?" Li Chen terdiam. "Dia... menghilang setelah ayah jatuh sakit." Dewi mengangguk. Seperti yang diduga. "Racun ini bukan racun biasa. Ini campuran beberapa racun yang dirancang untuk mengecoh tabib." Ia menatap tiga tabib yang hadir. "Kalian mencari satu penawar untuk satu racun. Tapi ini adalah koktail—racun berlapis yang bekerja secara bersamaan." Para tabib saling pandang bingung. "Bagaimana Permaisuri bisa tahu—" "Tidak ada waktu untuk menjelaskan," potong Dewi. "Aku butuh persediaan obat kalian. Sekarang." Dengan ragu-ragu, para tabib membawa peti berisi berbagai jenis ramuan dan obat-obatan. Dewi mengamati setiap botol dengan cermat, otaknya bekerja cepat mengingat pengetahuan medis modern yang ia miliki—meski terbatas—dan kenangan Huiyin tentang pengobatan tradisional. "Akar Angelica, ekstrak Rehmannia, ginseng putih, dan... dimana batu bezoar kalian?" "Batu bezoar sangat langka dan mahal, Permaisuri. Kami tidak—" "Saya punya," suara lemah terdengar dari pintu. Seorang wanita tua dengan pakaian mewah masuk—ibu dari Li Chen, istri Menteri Li. Dengan tangan gemetar, ia menyerahkan sebuah kotak kecil berisi batu bezoar yang berharga. "Ini warisan keluarga. Jika ini bisa menyelamatkan suami saya..." Dewi menerima batu itu dengan hormat. "Akan aku kembalikan jika tidak terpakai." Ia mulai menggiling dan mencampur berbagai bahan dengan takaran yang presisi, menggunakan intuisi dan pengetahuan dari dua kehidupan. "Yang Mulia Permaisuri," bisik Yun Xiang khawatir. "Bagaimana jika ini tidak berhasil? Jika Menteri Li mati setelah meminum ramuan Anda..." Dewi tahu risikonya. Jika Menteri Li mati, dia akan disalahkan. Selir Lian akan menggunakan ini untuk menghancurkannya selamanya. Tapi jika dia tidak melakukan apa-apa, pria yang membantunya akan mati, dan kesempatannya untuk membersihkan nama akan hilang. "Tidak ada pilihan lain," gumam Dewi sambil terus bekerja. Setelah lima belas menit yang menegangkan, ramuan selesai. Cairan berwarna hijau pekat dengan aroma pahit yang menyengat. Dewi menuangkannya ke dalam mangkuk kecil. "Ini akan terasa sangat pahit dan mungkin menyebabkan muntah," jelas Dewi kepada keluarga Menteri Li. "Tapi itulah cara racun akan keluar dari tubuhnya. Li Chen, bantu aku menegakkan ayahmu." Dengan hati-hati, mereka meminumkan ramuan itu ke Menteri Li. Pria tua itu tersedak, batuk-batuk, tubuhnya kejang. Kemudian—ia muntah dengan hebat, cairan hitam keluar dari mulutnya. Para tabib tersentak mundur dengan wajah ngeri. Tapi Dewi tetap tenang, membersihkan wajah Menteri Li dengan lembut. "Bagus," bisiknya. "Racunnya keluar. Sekarang kita tunggu." --- Dua jam berlalu dengan ketegangan yang mencekik. Perlahan-lahan, warna mulai kembali ke wajah Menteri Li. Napasnya menjadi lebih teratur. Bibirnya tidak lagi biru. Dan kemudian, matanya terbuka. "Dimana... dimana aku?" suaranya lemah namun jelas. "Ayah!" Li Chen memeluk ayahnya dengan isak tangis. Para tabib saling pandang dengan takjub dan rasa malu. Sementara Dewi mundur perlahan, tubuhnya limbung karena kelelahan dan tekanan. Yun Xiang menopangnya dengan cepat. "Permaisuri..." Menteri Li mengangkat tangannya yang gemetar. "Anda... menyelamatkan saya..." "Istirahatlah, Menteri Li," kata Dewi lembut. "Anda masih lemah. Kita akan bicara nanti." Namun ketika mereka hendak pergi, bunyi gendang istana terdengar dari kejauhan—tanda ada pengumuman darurat dari kaisar. Seorang kasim istana berlari masuk dengan wajah panik. "Yang Mulia Permaisuri! Kaisar memanggil Anda ke Aula Agung! Sekarang! Selir Agung telah mengajukan tuduhan resmi—Anda dituduh mencoba meracuni Menteri Li Wei dan berusaha membunuh saksi yang bisa membuktikan kebohongan Anda!" Dewi tertawa getir. Selir Lian bergerak lebih cepat dari perkiraannya. Wanita itu tidak hanya meracuni Menteri Li—dia juga mengatur semuanya agar Dewi yang disalahkan. "Brilian," gumam Dewi dengan nada hampir mengagumi musuhnya. "Jika Menteri Li mati, aku yang disalahkan. Jika aku menyelamatkannya, dia akan bilang aku memberinya racun lalu penawarnya untuk menyamar sebagai penyelamat. Langkah sempurna." "Apa yang akan kita lakukan, Niang niang?" Yun Xiang hampir menangis. Dewi menegakkan tubuhnya, meskipun lelah, matanya berkilat dengan tekad. "Kita akan ke Aula Agung. Dan kali ini, kita akan mengakhiri permainan ini sekali untuk selamanya." Ia menoleh ke Menteri Li yang sudah siuman. "Menteri Li, maafkan aku melibatkanmu dalam perang ini. Tapi aku berjanji—aku akan membuat orang yang meracunimu membayar." Dengan kepala tegak, Dewi berjalan keluar dari kediaman Menteri Li menuju Aula Agung, dimana takdirnya akan ditentukan.Tiga bulan telah berlalu sejak kejatuhan Selir Lian. Istana Chen berubah dengan cara yang tidak pernah dibayangkan siapapun. Dan pusat dari semua perubahan itu adalah Ratu Dewi Huiyin, yang kini tidak lagi tinggal di Istana Dingin yang suram, melainkan di Paviliun Mutiara Timur—kediaman megah yang dulunya ditempati oleh permaisuri-permaisuri agung dalam sejarah dinasti.Pagi itu, Dewi duduk di ruang kerjanya yang luas, dikelilingi oleh gulungan-gulungan peta, diagram arsitektur, dan laporan dari berbagai departemen pemerintahan. Yun Xiang, yang kini telah diangkat sebagai kepala pelayan istri permaisuri, menuangkan teh dengan senyum bangga."Niang niang, Menteri Li dan timnya sudah menunggu di aula pertemuan," lapor Yun Xiang."Biarkan mereka masuk," kata Dewi tanpa mengangkat kepala dari diagram yang sedang ia pelajari.Menteri Li Wei masuk bersama lima pejabat senior lainnya. Pria tua itu sudah pulih sepenuhnya dari racun yang hampir membunuhnya, bahkan terlihat lebih bersemangat da
Aula Agung dipenuhi oleh seluruh pejabat tinggi istana, para menteri, dan anggota keluarga kerajaan. Suasananya tegang seperti senar yang akan putus. Di pusat ruangan, Kaisar Zheng He duduk di singgasana dengan wajah keras, tatapannya sulit dibaca.Di sebelah kirinya, Selir Agung Lian Xiu berdiri dengan elegan dalam hanfu ungu gelap, senyuman tipis bermain di bibirnya. Wajahnya menampilkan kesedihan yang sempurna—seperti seorang aktris yang telah berlatih perannya dengan matang."Yang Mulia," kata Lian dengan suara bergetar, seolah menahan tangis. "Hamba mohon keadilan. Permaisuri telah melampaui batas. Tidak cukup dengan mengklaim prestasi orang lain, kini dia bahkan berusaha membunuh Menteri Li Wei—orang yang dia klaim sebagai saksinya sendiri!"Gumaman persetujuan terdengar dari beberapa bangsawan yang memihak Selir Lian.Pintu besar Aula Agung terbuka. Dewi melangkah masuk dengan langkah mantap, Yun Xiang mengikuti di belakangnya dengan wajah pucat. Meskipun lelah setelah menyelam
Fajar belum menyingsing ketika Dewi terbangun oleh suara langkah kaki terburu-buru di luar kamarnya. Instingnya yang diasah oleh pengalaman dua kehidupan langsung menajam. Ada yang tidak beres."Niang niang!" Yun Xiang masuk dengan wajah pucat pasi. "Menteri Li Wei... dia jatuh sakit tiba-tiba tadi malam! Para tabib mengatakan... dia diracun!"Dewi bangkit dengan cepat, pikirannya langsung bekerja. "Tentu saja. Aku seharusnya menduga ini." Ia mengutuk dirinya sendiri—di dunia mode, ia sudah belajar bahwa kompetitor yang terdesak akan melakukan apa saja. Seharusnya ia lebih waspada."Bagaimana kondisinya?""Kritis, Niang niang. Para tabib istana tidak bisa mengidentifikasi racunnya. Mereka bilang... jika tidak menemukan penawarnya dalam dua hari, Menteri Li akan..." Yun Xiang tidak sanggup melanjutkan.Dewi bergegas mengenakan pakaian luarnya. "Kita harus ke sana sekarang.""Tapi Niang niang, kita tidak diizinkan meninggalkan Istana Dingin tanpa izin—""Seorang pria akan mati, Yun Xian
Paviliun pesta yang tadinya dipenuhi musik dan tawa kini sunyi senyap. Semua mata tertuju pada sosok Ratu Dewi Huiyin yang berdiri dengan tenang di tengah kerumunan, setelah pengungkapan mengejutkan yang baru saja ia lontarkan.Kaisar Zheng He bangkit perlahan dari singgasananya. Wajahnya tidak terbaca—antara terkejut, tidak percaya, dan mungkin... terkesan."Permaisuri," suaranya bergema di seluruh paviliun. "Apa yang baru saja kau katakan? Kau yang mengirimkan semua desain dan saran itu kepada Menteri Li?""Ya, Yang Mulia." Dewi tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. "Selama dua bulan terakhir, hamba telah mengamati kesulitan negara dari Istana Dingin. Meskipun hamba dikucilkan, hati hamba tetap untuk dinasti Chen dan kesejahteraan rakyat."Selir Lian melompat dari duduknya, wajahnya pucat namun berusaha mempertahankan senyuman. "Yang Mulia, ini pasti kebohongan! Bagaimana mungkin seorang wanita yang tidak pernah keluar dari istana, yang tidak memiliki pendidikan tentang pertania
Dua bulan berlalu sejak Dewi mengirimkan desain irigasi ke Menteri Li Wei. Strategi pertamanya berhasil melebihi harapan—sistem pengairan yang ia rancang tidak hanya diterapkan, tetapi juga menyelamatkan hasil panen musim gugur. Kaisar Zheng He sangat terkesan hingga menganugerahkan Menteri Li promosi dan hadiah yang melimpah. Namun yang lebih penting, Menteri Li kini penasaran setengah mati tentang siapa dalang jenius di balik desain tersebut. Dewi telah mengirimkan tiga "saran" lagi secara anonim: reformasi sistem perpajakan yang lebih adil, metode penyimpanan pangan yang tahan lama, dan desain arsitektur paviliun baru yang lebih efisien namun tetap megah. Semuanya sukses besar. Dan semuanya membuat nama Menteri Li melambung tinggi di mata kaisar. "Niang niang, ada kabar!" Yun Xiang berlari masuk ke istana dengan napas terengah-engah. "Kaisar akan mengadakan Pesta Peony—perayaan besar untuk merayakan pemulihan hasil panen! Semua anggota istana diundang, termasuk... Anda." Dewi m
Malam itu, di bawah cahaya lentera yang redup, Dewi duduk di meja kerjanya yang lapuk sambil menulis dengan kuas. Namun yang ia tulis bukanlah puisi atau surat—melainkan diagram strategi yang rapi, lengkap dengan panah dan catatan di pinggirnya. Kebiasaan dari kehidupan lamanya ketika merencanakan kampanye fashion atau strategi bisnis. Yun Xiang mengintip dari balik bahu tuannya, mencoba memahami tulisan aneh yang penuh dengan kata-kata asing dan simbol yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. "Ini disebut 'mind mapping,'" jelas Dewi tanpa menoleh. "Cara mengorganisir pikiran dan strategi secara visual. Lebih efisien daripada menulis panjang lebar." "Luar biasa..." gumam Yun Xiang kagum. Dewi menunjuk ke diagram yang ia buat. "Lihat. Di puncak ada Kaisar Zheng He. Di bawahnya, ada tiga faksi utama: Faksi Selir Lian yang kuat karena dia memiliki telinga kaisar, Faksi para menteri tua yang loyal pada tradisi dan keluarga Jenderal Huiyin, dan Faksi netral yang hanya peduli pada sta







