"Memangnya kamu di mana, Van? Tidak ada di rumah ya?" Jasmine sempat melirik Reiner yang tengah bersedekap dada, memperhatikannya."Iya, Jasmine Sudah satu bulan aku tinggal di apartemen. Dan akhir-akhir ini jadwalku cukup padat di rumah sakit." Terdengar helaan napas berat di sana. "Kamu dan kandunganmu baik-baik saja?""Kami baik-baik saja. Dua mingguan lagi mereka akan lahir, Van.""Syukurlah. Aku harap persalinannya lancar."Di sisi lain Evano tengah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi yang ada di apartemennya. Bibirnya mengulas senyum tipis ketika mendengar suara Jasmine.Tanpa satu orang pun yang tahu, bahwa sebenarnya Evano sedang menghindari perasaannya yang tumbuh untuk istri sepupunya itu.Saat Jasmine pergi, Evano pun merasa tersiksa. Meski tidak sebesar yang dirasakan Reiner. Maka dari itu Evano menyibukkan dirinya dan pindah ke apartemen untuk sementara waktu.Dan ketika mendengar kabar bahwa Jasmine telah kembali,
"Jasmine ….""Aku akan memanaskan sayur untuk makan malam kamu."Reiner tersenyum. Ternyata meski Jasmine marah, dia masih peduli padanya. "Hati-hati di dapur. Aku akan mandi dulu."Pada akhirnya Reiner tidak ingin mendesak Jasmine untuk memaafkannya. Reiner perlu bertindak, bukan mengedepankan kata-kata.Reiner masuk ke kamarnya sambil melemparkan tas kerja ke atas sofa. Kemudian melepas kancing kemejanya satu persatu.Lagi-lagi Reiner dibuat tertegun oleh Jasmine saat tatapannya jatuh ke atas kasur. Di sana sudah ada pakaian tidur Reiner yang terlipat rapi, lengkap dengan pakaian dalamnya dan handuk.Reiner kembali tersenyum dan merasa terenyuh atas perhatian Jasmine padanya. Dia lantas meraih handuk tersebut dan masuk ke kamar mandi.Dua puluh menit kemudian Reiner kembali turun ke lantai bawah untuk makan malam. Reiner memang sengaja tidak makan di luar, karena dia tahu Jasmine pasti sudah menyiapkannya.Makan malam
["Jasmine hari ini aku akan pulang terlambat.")Reiner menekuri layar ponselnya yang menampilkan chat room dirinya dengan Jasmine. Bibirnya mengulas senyum tatkala centangnya berubah biru pada pesan yang baru saja dia kirimkan.Tapi senyuman itu perlahan meredup lantaran Jasmine tak kunjung membalas pesannya. Reiner menghela napas berat.Wanitanya itu masih mengaktifkan mode marah meski tadi pagi Reiner sudah mati-matian menjelaskan lagi terkait Alisa.Pagi-pagi tadi Reiner dan Jasmine pulang dari rumah orang tuanya. Sedangkan situasi orang tuanya pun masih perang dingin akibat ulah Reiner semalam.["Aku akan ada di rumah sebelum jam sepuluh," Reiner meralat pesannya meski akhirnya Jasmine tetap tidak membalas, dan hanya membacanya saja."Pak, kita sudah sampai."Ucapan Bayu membuat Reiner mendongak. Reiner melihat keluar, matanya langsung disuguhi area perkampungan."Kamu yakin ini tempatnya?" Reiner memastikan."Yakin,
Reiner sempat terhenyak. Dia ragu apakah harus jujur pada Jasmine atau tidak. Tapi pada akhirnya Reiner memilih jujur dan menceritakan tentang Alisa. Bahwa Alisa sebenarnya pernah menjadi teman tidur Reiner saat di Bali.Reiner berharap Jasmine tidak marah lagi setelah mendengar penjelasannya. Tapi lagi-lagi Reiner kecele. Wajah Jasmine semakin memerah seperti menahan amarah.Arrgh! Sial! Reiner jadi serba salah sekarang.Reiner ingin mengacak rambutnya sendiri. Tapi sayang, saat ini dia sedang di pesta. Dan tidak mungkin mengacak-acak penampilannya.Mereka kembali ke ballroom. Jasmine tidak bicara lagi pada Reiner setelah itu. Meski Reiner nyerocos panjang lebar agar Jasmine mau buka mulut, tapi Jasmine tetap tidak menghiraukan Reiner dan mulutnya tetap bungkam.Jasmine lebih memilih menghabiskan waktunya dengan Ka
Alisa lantas menatap Jasmine dan perut besarnya. Dia tersenyum. "Jadi ini istrimu?" tanya Alisa sambil menjulurkan tangan pada Jasmine. "Kenalkan, Alisa.""Jasmine," balas Jasmine tersenyum sambil menjabat tangan Alisa yang menggenggamnya sangat erat. Jasmine merasa ada yang berubah dengan raut muka Reiner sejak kedatangan Alisa. Dan Jasmine pun tidak suka pada cara Alisa menatap Reiner."Lagi hamil berapa bulan?" tanya Alisa lagi.Reiner yang memperhatikan mereka pun merasa tidak nyaman. Dia menatap Feli seolah-olah ingin berkata 'bawa Alisa pergi’ lewat tatapannya. Beruntung, Feli pun peka. Apalagi melihat Jasmine yang tampak kurang nyaman dengan pertanyaan yang terus dilontarkan Alisa."Sa, kita ketemu anakku dulu, yuk!" ajak Feli."Oh. Oke."Reiner bernapas lega saat Alisa sudah pergi. Dia menatap Jasmine dengan lekat dan membetulkan rambut Jasmine yang jatuh ke wajahnya. "Maaf ya, kamu pasti tidak nyaman sama wanita itu.""
"Aunty ...!"Kimberly dan Ernest sama-sama berseru begitu melihat kedatangan Reiner dan Jasmine. Lebih tepatnya, sih, Jasmine yang lebih dulu mereka tuju.Hari ini sedang berlangsung perayaan hari ulang tahun Kimberly di sebuah ballroom hotel."Hai ... duh kok kalian lari-lari sih. Tidak takut jatuh memangnya?" Jasmine meringis membayangkan Kimberly yang berpakaian ala princess dan high heels itu seandainya terjatuh saat menghampirinya.Mereka hanya tertawa tanpa menghiraukan pertanyaan Jasmine. Kimberly dan Ernest sama-sama memeluk Jasmine di sisi kiri dan kanan tubuhnya."Hei anak-anak, hati-hati!" seru Reiner memperingatkan supaya kedua anak itu tidak merangkul Jasmine terlalu erat."Aku kangen sama Aunty. Ke mana aja sih?" Kimberly mengerucutkan bibirnya lucu,"Iya. Aku juga," timpal Ernest, "Uncle Reiner juga pernah bilang sama aku, katanya Uncle rindu banget sama Aunty Jasmine. Sampai-sampai Uncle hampir gila."Jasmine te