Jessy bersorak gembira dengan suaranya yang teramat renyah setelah memanggil Devan dengan sebuatan Rangga. Perlahan tubuh mungil Jessy berpindah ke pelukan Devan. Wajah Devan memang mirip dengan Rangga meskipun tubuh Devan sedikit lebih berisi, jangankan Jessy yang terkecoh ibunya saja jika memadang Rangga bak melihat foto copy Devan.
Devi membiarkan Jessy jatuh di pelukan Devan dan juga tetap diam dengan celoteh Jessy yang salah menyebut orang. Hatinya tertawa puas dengan sikap Jessy, dengan keyakinan penuh pasti Devan terluka.
Devan acuh tak acuh dengan tatapan sinis Devi seolah-olah tak rela Jessy berada di rangkulanya terlebih lagi saat memandang bibir Devan berkali-kali mencium penuh kehangat di kening mungil Jessy. Dada yang sedari tadi panas kini terasa dingin segar memeluk putri kecilnya. Kerinduan dan keharuan telah bercampur menjadi satu meliputi dirinya.
Pertemuan Devan dan Jessy bukan hal terakhir tapi masih berlanjut dengan pertemuan-pertemuan yang berlanjut di kemudian hari. Seperti biasa membawa banyak mainan dan makanan untuk Jessy. Dan, hal yang sama terjadi ketika Devan sudah pulang, Devi membakar semua mainan yang Devan berikan bahkan tanpa melihat isi bikisan makanan dirinya langsung melempar ke tong sampah. Susi yang melihat hal itu lantas tertawa, terlebih lagi ketika Devi membakar mainan dari Devan sambil mengumpat kasar dan kadang meludah ke api yang berkobar. “Ratusan bonekah yang kamu berikan pada anakku akan kubakar, bangsat!” Devi menyiram minyak tanah ke bonekah babi warna pink dengan penuh gairah. Yang paling setia adalah Dewi, yang masih terus menemani Devan bertemu dengan Jessy meskipun tak pernah menyentuh bahkan mengajak bicara Jessy dan juga mengabaikan tatapan menjijikan seorang Devi. Seolah-olah dirinya sudah kebal muka di hadapan Devi.
Di depan cermin besar Dewi memandang tonjolan dada yang berisi. Memandangnya secara bergantian memastikan jika kedua gundukanya seksi tak kalah dengan milik Devi. Bahkan untuk menambah kesan montok di kedua tonjolan itu Dewi menyumbatnya dengan sapu tangan. Ya, lumayan menambah kesan sexy, besar dan padat.Bukannya tak bersyukur dengan apa yang Tuhan berikan kepadanya tapi Dewi sedang berusaha meningkatkan kepercayaan diri bertemu dengan Devi. Dia harus lebih cantik, lebih seksi dan jika perlu semuanya harus dimenangkan oleh Dewi.Kini Dewi duduk meja rias memandang wajah dengan riasan sederhana tapi tetap menonjolkan kesan elegan, tak lama kemudian gincu warna merah muda telah menghiasi bibir seksinya. Kemudian mengambil salah satu koleksi maskara yang terbaik dengan harga yang termahal merk Prancis, lantas dengan gerakan lemah lembut mengoles bulu mata dengan sangat hati-hati. Kini bola matanya semakin terlihat lebar dan indah.&nbs
Sudah dua jam lamanya Dewi menunggu Devi, duduk di pojokan teras seorang diri. Beberapa kali melihat jam tangan warna silver yang melingkar di lengannnya. Sebenarnya Dewi tahu ini jadwal sidang gugatan perceraian Devi dan Devan, perkiraannya siang hari sudah kelar. Namun sampai lewat jam makan siang sosok yang ditunggu Dewi tak kunjung kelihatan. Benar-benar diluar dugaan Dewi. Ditahannya rasa bosan Dewi masih menunggu, ditambah cuaca panas membuat keringat menyatu dengan bedak di wajah. Saking derasnya keringat dia bisa merasakan kucuran itu melewati di antara dadanya membasahi bawah bra yang ia kenakan. Kalo buka demi Devan, dia pasti akan segera pergi mencari tempat berAC. Ia masih punya waktu hingga pukul empat sore-sebelum Devan pulang kerja. Toh, dirinya hanya butuh lima menit untuk berbicara dengan Devi apapun yang terjadi dia akan menunggu. Di lain tempat setelah makan siang yang penu
Hanya saja sikap Rangga terlewat lembut dan santun mampu membuat Devi nyaman. Salah paham di antara mereka juga tidak membuat Rangga berubah sikap walaupun kadang obrolanya kadang terasa kaku. Sidang yang baru saja selesai membuat Devi mengerti jika Rangga tak seburuk yang ia pikirkan sebelumnya. “Bolehkah aku cium Jessy sebelum berpisah.” Devi mengangguk pelan mempersilahakan Rangga mencium Jessy. Perlahan tubuh tinggi Rangga membungkuk, wajahnya mendekati pipi Jessy yang menempel di dada Devi. Ketika bibir Rangga bertemu dengan pipi cubby Jessy, hidungnya mencium aroma parfum wangi vanilla dari tubuh Devi. Benar-benar wangi membuat Rangga merasakan sesuatu yang sulit dijelaskan. Ketika matanya tak sengaja melihat gundukan yang terapit tubuh Jessy semakin membuat detak jantungnya berdetak cepat. Benar-benar perasaan aneh yang Rangga rasakan atau naluri seorang pria? Du
Tatapan Dewi teramat tenang nyaris tidak terpancing emosi Devi. Dirinya tetap duduk tenang, wajahnya mengoreskan senyuman hangat saat tubuh Devi menjulang berdiri di hadapannya. Dia paham benar jika situasi ini bakal ia alami.Seolah-olah Dewi sudah mempersiapakan mental sekuat baja untuk menghadapi seekor induk macam yang anaknya diambil tiba-tiba. Di mata Dewi induk macan ialah Devi yang sekarang.“Saya hanya ingin yang terbaik untuk Jessy Mbak, hidup dengan keluarga lengkap, masa depan terjamin. Jika Jessy tetap bersama Mbak Devi dia hanya mendapatkan kasih sayang seorang ibu tanpa ayah. Tapi kalo hidup dengan Mas Devan dia akan mendapatkan kasih sayang yang sempurna dan lengkap.” Lemasnya bibir Dewi mengucapkan itu semua.Trik seekor ular memang kalem, tenang dan mematikan. Ya, dengan cara meminta Jessy dengan dalil merawat anak itu, secara tidak langsung dia bisa menjauhkan Devan dengan Devi.&nbs
Susi sudah siap-siap dengan gaun merah cabe di depan cermin di kamar Devi tepat pukul empat. “Kamu beneran ngak mau ikut?” tanya Susi sambil menyemprotkn pafrum ke leher.Devi yang sedang menyisir rambut Jessy sehabis mandi hanya mengeleng dua kali.“Oke, tidak ada manusia yang bisa memaksamu.” Kali ini Susi sudah menyerah membujuk Devi, memilih berangkat reuni bersama teman-temannya seorang diri.“Jika hidupmu masih bisa dikendalikan orang lain, sebenarnya separuh tubuhmu mati.”Bibir Devi berkata dengan lantang, berlagak seperti motivator abal-abal yang membuat Susi tertawa terpingkal-pingkal. Beberapa saat kemudian, Susi meninggalkan rumah dengan mengendari mobil Devi.Di lain tempat telah terjadi perang dingin antara Devan dengan Dewi. Sejak pulang dari dalam mobil Dewi tak berhenti mengumpat bahkan sampai rumah pintu di banting denga
Udara malam kali ini terasa dingin seakan dinginya menembus tulang namun hal itu tidak dirasa oleh dua orang yang sedang asik saling menatap dan berbincang. Kedatangan Rangga malam ini seolah pengobat sepi yang dirasakan Devi saat tidak ada Susi yang menemani atau renyah tawa Jessy.Semuanya mengalir begitu saja di antara mereka, semua hal bisa jadi topik pembicaraan yang menarik untuk dibahas. Rangga yang usianya lima tahun lebih muda mampu mengimbangi kedewasaan Devi. Setelah hampir satu jam berlalu mereka mulai mengingat kesalah pahaman yang terjadi kemarin.“Maaf kemarin aku benar-benar terbawa suasana!” Devi memaksa bibirnya tersenyum. “Itu benar-benar di luar kendali.”Rangga tersenyum dua matanya melihat Devi dengan tatapan hangat. “Ya, semoga aku bisa memaafkan.”Devi tidak menjawab apa pun hanya saja bibirnya cemberut, membuat wajahnya terkesan sangat lucu
Seekor cicak sebesar telunjuk orang dewasa berlari mengejar cicak betina di pojok dinding rumah Devi seakan iri melihat ciuman mesra yang terjadi di ruang tamu. Cicak jantan terus berusaha mendekati cicak betina sampai di sudut tembok. Si Cicak jantan dengan suaranya yang nyaring mengkecik sambil menindih tubuh cicak betina. Dan terjadilah kawin paksa.Sialnya, kecikan itu cukup menganggu dua manusia yang sedang larut dalam emosi. Kecikan keras si cicak membuat Rangga Dan Devi tersadar kemudian melepas bibir yang telah menyatu. Rangga yang salah tingkah meraih teh dingin di meja. Devi yang menyadari kesalahanya berdiri. “Aku ke kamar mandi dulu!” Tanpa menunggu jawaban Rangga dirinya meninggalkan lelaki tersebut.Keresahan bukan itu saja Rangga yang merasakan pusakanya bereaksi setelah ciuman panas dengan Devi membuat celananya terasa sesak. Di tambah Devi yang tiba-tiba ke kamar mandi membuat dirinya sedikit gusar dan malu