Pesona Sang Mantan

Pesona Sang Mantan

Oleh:  Nurul Fitria Santoso  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
6Bab
571Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kisah perjodohan yang tak disetujui pihak tokoh laki-laki, tapi pihak perempuan yang cerdas, tulus dan lucu tak putus asa begitu saja. Karena pihak laki-laki sebenarnya mantan dari tokoh perempuan yang putus karena salah paham. Perubahan sikap laki-laki yang dingin, ketus mengharuskan tokoh perempuan berjuang lebih keras lagi. Namun, cerita ini dikemas menjadi cerita yang romantis dan lucu.

Lihat lebih banyak
Pesona Sang Mantan Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
6 Bab
Bab 1
"Mah, Bilqis berangkat dulu ada janjian sama temen, kebetulan dia pembaca cerita-ceritaku yang tinggal di kota ini, mo beli novelku," ucapku lalu menarik paksa tangan Mama, beliau sedang duduk di dapur sedang menyiapkan bumbu untuk katering. Lalu kucium punggung tangannya. "Haduh, cari kerja yang bener, napa Bil, jan cuma liatin hape, nulis novel. Pendidikan kamu nanti sayang nggak kepake," sahut Mama. "Iya, ini juga sambil usaha nyari kerja, emang susah nyari kerja jaman pandemi gini. Sementara ini mayan lah nulis-nulis cerita di platform biar dapet duit buat jajan." "Jajaaan mulu yang kamu pikirin. Tuh, kamu urus dulu di kelurahan, bukti kita pindah KK ke sini. Udah lengkap berkasnya, tinggal narok di kelurahan aja. Berkasnya di map, Mama tarok di atas meja makan," ujar Mama. "Kelurahan? Besok apa, Ma. Kelurahan ke taman Bungkul tuh nggak searah," jawabku. "Udah jan ngebantah. Pokoknya kamu urus ini ke kelurahan dulu." Pasrah--nurutin titah Mama, entar kalau aku menolak pasti
Baca selengkapnya
Bab 2
Part 2 Laki-laki yang aku duga kuat itu adalah Mas Virzha tak menjawab apa-apa, dan masuk ke ruangan begitu saja. Mungkinkah karena ia masih marah padaku karena kejadian waktu itu. Hais ... kenapa kudu mikirin mantan? Eh, apa iya yang tadi itu Mas Virzha, lah, kalau bukan. Aku kembali duduk di bangku tunggu. Mengirim pesan pada temanku Rani, takutnya ia menungguku. [Ran, masih ngurus KK di kelurahan, nih. Entar kalo aku udah nyampek Taman Bungkul, aku WA lagi, ya?] Send--centang biru. [Iyo, santai, wes. Asal bawain aku es kelapa muda, ya, Bil.] [Elah, Rin-kurin. Udah nggak pake ongkos kirim, dipalak es degan pula.] [Bonus, Bil-kubil.] Tak apalah, timbang aku gagal jual novelku, lumayan bisa diuangkan. Toh, ini juga hasil bukti terbit, jadi buku gratisan gitu dari penerbit. "Mbak," panggil pegawai yang tadi menangani berkasku. Lantas aku berdiri dan berjalan ke arah meja yang tadi. "Iya, sudah jadi?" tanyaku. "Belum, lah, Mbak. Setelah mendapat surat keterangan dari kelur
Baca selengkapnya
Bab 3
Part 3 "Bil, kamu sudah cukup usia, duapuluh lima tahun, usia matang untuk menikah. Mama mau kenalin kamu sama anak temen Mama." "Mama mau jodohin Bilqis? Mah, ini bukan jaman siti nurbaya, sekarang tuh jaman korona. Ngapain sih pake dijodohin segala. Kek nggak laku aja. Lagian Bilqis itu sudah ada Ko Erik, hubungan kami serius, Ma," protesku. "Mana ada serius? Pernahkah Erik menemui Mama? Bicara sama Mama? Hanya sekedar ketemuuu aja, pernah? Enggak, Bil." Aku baru sadar juga jika seharian ini Ko Erik tak menghubungiku sama sekali. "Mama keberatan karena masalah RAS?" tanyaku. "Ya, enggak, lah, Nduk. Mama enggak pernah masalah kan RAS. Tapi keseriusan dalam hubungan itu penting." "Tapi nggak harus dijodohin, Ma." "Kamu nggak akan nyesel, Bil." "Soal menyesal atau enggak itu bukan titik masalahnya, Ma. Tapi soal perasaan. Bilqis sayang sama Ko Erik, kami serius." Aku beralih ke ruang tamu setelah meraih ponsel milikku dari meja. Aku duduk di sofa ruang tamu. Rupanya Mama me
Baca selengkapnya
Bab 4
Part 4 Aku mendekat ke Mama, hendak ikut duduk di sampingnya. Belum sampai pantat menyentuh sofa. "Eh, kok ikut duduk, tolong sayang keluarin yang tadi, ya," pinta Mama padaku, kubalas dengan anggukan. "Eh, nggak usah repot-repot, Jeeeng. Oiya ... #&@^÷÷:£,#;#^×£,#;-;'×¥÷^÷ " Sekali lagi mereka mengbrol dengan kecepatan petir. Aku menggaruk kepalaku yang tertutup kerudung lalu masuk ke dapur menyiapkan kudapan. Kuambil piring dan menata kue bolu yang sudah dipotong di atasnya, lanjut lemper kujajar juga di piring yang persegi panjang, lalu beberapa kudapan kering semacam sus kering isi coklat yang dimasukkan ke toples. Di rumah selalu menyetok kue kering, Mama yang buat sendiri untuk dijual lagi. Biasanya aku bagian yang packaging, kalau meracik resep dan lain-lain aku tak sanggup setelaten Mama. Kemudian kubuka kulkas mengambil batu es dan mencampurnya dengan buah yang sudah kutambahi dengan air gula dan susu sebelumnya. Semua sudah siap, tinggal mengambil gelas yang masih
Baca selengkapnya
Bab 5
Part 5"Balik dulu, ya, Jeeeng. Assalamualaikum ...," ucap Tante Laila dengan tangan melambai di balik kaca mobilnya yang diturunkan separuh, Tante Laila duduk di belakang jok sopir."Wa alaikum salam. Ati-ati," jawab Mama.Aku hanya mengangguk dan tersenyum pada Tante Laila. Lalu mataku spontan beralih pada sopir mobil Tante Laila, Mas Virzha maksudnya, ia yang ternyata sedang menatapku.Kubalas dengan serangan tatapan lurus tepat di matanya pula. Eh, malah melengos ngadep ke depan. Dasar, mantan!Mobil pun berlalu, aku dan Mama masuk kembali ke dalam rumah."Gimana, Bil? Guanteng pol kan? Sudah digas aja," ujar Mama sembari meringkas piring-piring bekas kue yang tidak dimakan lalu menumpuk beberapa piring kosong menjadi satu."Biasa aja. Ganteng kan relatif, Ma," ujarku penuh dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan."Hilih! Bantuin bersihin ini, Bil," perintah Mama lagi. Aku mengambili gelas bekas es buah."Ya kan bener. Ganteng itu tergantung sudut pandang
Baca selengkapnya
Bab 6
Part 6KlekkkPintu ruangan Ko Erik dibuka."Balik dulu ya, Ko," pamit seseorang yang keluar dari ruangan Ko Erik. "Oke, ati-ati, ya. Nanti kuhubungi ae, kalo ada retur," jawab Ko Erik. Seorang perempuan dengan baju seksi, membawa setumpuk map di tangannya. Rambut bergelombang warna pirang sebahu, bibir bergincu merah menggoda. Kakinya yang jenjang tampak cantik dibalut rok span sepaha.Ia berjalan di depanku lalu tersenyum ramah, kubalas senyum datar. Siapa sih dia?Lalu aku berdiri dan mendekat ke pintu ruangan Ko Erik. Tok tok tok"Masuk!" jawabnya.Aku menghela napas, rasa deg-degan karena lama tak ketemu membuatku gerogi setengah mati.Terakhir aku ketemu kira-kira delapan bulan yang lalu, itu pun aku yang datang ke Jogja karena ada undangan pernikahan Elia, teman kampusku dulu.Kubuka pintu dan masuk. Ko Erik masih sibuk di depan laptopnya, matanya tak beralih sama sekali, terus menatap layarnya."Sore ...," sapaku lalu melepaskan maskerku.Ko Erik tampaknya terkejut dan meng
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status