Bab Bonus Gems : 4/6. "Luka Lama" hanya istilah yang digunakan oleh Claudia dan sudah dipahami oleh Cindy untuk meminta Penawar Racun dari Iblis Racun Hati ini.
Langit perlahan berubah warna, bukan keemasan fajar yang menyapa, melainkan semburat abu-abu kebiruan yang perlahan-lahan digerus oleh aliran aurora hitam. Cahaya gelap itu menggulung dari garis cakrawala, seperti tinta tumpah yang menyebar ke segala penjuru, menelan warna-warna dunia.Aurora itu bukan cahaya biasa. Ia meliuk di angkasa seperti makhluk hidup, bergulung lambat dan berat, seolah langit hendak melipat dirinya ke dalam.Kevin berdiri diam di bibir tebing bersama Valkyrie. Di hadapan mereka terbentang sebuah lembah luas dan menakutkan, dijaga dua dinding batu raksasa yang menjulang ke langit. Permukaan tebing-tebing itu dipenuhi simbol-simbol kuno yang berkilau samar seperti luka terbuka di kulit bumi—garis-garis aneh, huruf-huruf asing, begitu tua hingga seperti ditulis oleh waktu itu sendiri.Kevin menyipitkan mata. “Aku ... bahkan tak bisa membaca satupun dari ini,” gumamnya pelan, suara nyaris tak terdengar oleh angin.Valkyrie melangkah ke depan, mantel perangnya berk
“Dia tidak hanya mengandalkan teknik,” gumamnya, separuh pada Valkyrie, separuh pada dirinya sendiri. “Kekuatan hutan ... menopangnya. Kita harus memutus jalinan itu.”Valkyrie menyipitkan mata. “Kalau begitu, kita potong akarnya.”Dari bawah tanah, akar-akar bambu menjulang—tajam seperti tombak, menyembur ke arah Kevin dengan kecepatan mematikan, menciptakan derak dan debur seperti ratusan ular tanah yang memburu mangsa.Kevin menarik napas tajam, jari-jarinya meluncur cepat ke udara, menciptakan pola rumit dari energi Qi. Lima garis cahaya melingkari dirinya, membentuk formasi energi berbentuk bintang.“Formasi Lima Bintang,” gumamnya. Tapi kali ini, nadanya berbeda—lebih halus, seolah senandung tersembunyi menyelinap di antara tiap titik formasi.Ruang di sekeliling Kevin mulai bergetar, bukan karena serangan fisik, tapi karena resonansi spiritual yang merambat lewat udara. Suara guzheng yang dimainkan makhluk bertopeng itu menggema seperti gelombang halus yang meluncur ke segala a
Sebuah nada lembut, jernih terdengar dari kejauhan. Guzheng—alat musik petik yang banyak digunakan cultivator kuno untuk bertarung.Nada itu terlalu sempurna. Terlalu murni. Tidak goyah, tidak ada getaran manusiawi di dalamnya.Kevin mengangkat tangan, memberi isyarat diam. “Bersiaplah.”Suara guzheng itu mendekat, mengalun seperti gelombang yang membawa keheningan maut bersamanya. Dan kemudian, dari balik batang bambu yang tampak lebih rapat dari sebelumnya, muncul sesosok makhluk.Langkahnya nyaris tak bersuara. Ia mengenakan jubah panjang berwarna hijau lumut, menyatu dengan warna hutan di sekitarnya. Wajahnya tersembunyi di balik topeng kayu bambu, pahatan kasar dengan bentuk mata kosong yang bersinar redup—ungu, seperti bara yang nyaris padam namun penuh ancaman.Di belakang punggungnya, sulur-sulur bambu hidup menjuntai seperti tentakel, berayun lembut mengikuti gerak tubuhnya. Beberapa di antaranya bahkan tampak berdenyut perlahan, seolah makhluk itu bernapas melalui punggungny
Langkah kaki mereka akhirnya keluar dari cengkeraman gelap Goa Kematian. Namun, bukan tanah biasa yang menyambut di bawah kaki—melainkan permukaan lembut, seperti karpet tipis dari kabut putih yang menyebar menyelimuti tanah. Kabut itu bergerak pelan, seolah memiliki kesadaran, membelai telapak kaki mereka dengan dingin yang menggigit, namun juga menenangkan.Di depan, terbentang hamparan hutan bambu—tinggi, rimbun, dan hijau zamrud. Seolah semesta tiba-tiba memberi mereka hadiah kedamaian setelah perjalanan yang menyesakkan. Pepohonan bambu berdiri seperti prajurit berjubah daun, diam namun waspada. Cahaya matahari sore tersaring lewat celah dedaunan, menciptakan pola keemasan di kabut yang bergulir perlahan.Angin semilir menyapa, menyusup lembut di antara batang bambu, membawa aroma tanah basah dan kesegaran hutan. Suara dedaunan bambu bergesekan—lirih, merdu, seperti bisikan rahasia dari masa lalu.Namun Kevin tidak tersenyum.Ia menghentikan langkahnya, pupil matanya menyempit. Na
Valkyrie menyeringai tipis. “Jangan terlalu cepat berterima kasih. Minum dulu. Lalu kita lihat apakah pil itu benar-benar bisa menahan racun tua di tubuhmu.”Kevin mengangguk. Ia mendudukkan diri bersila, menatap pil itu sejenak, lalu menelannya. Begitu masuk, kehangatan meledak dari dalam perutnya, menjalar seperti aliran sungai panas, menyapu dingin racun yang membatu. Ia menggertakkan gigi, menggenggam lutut, menahan denyut aneh yang menjalar dari dada ke ujung saraf-sarafnya.Valkyrie berdiri di dekatnya, satu tangan memegang pedang, mata awas mengamati gua sekitar.Aura hitam yang tadinya melingkari tubuh Kevin mulai meredup, berubah menjadi bias samar yang ditahan oleh kekuatan baru—kekuatan pil itu. Racun Jiwa masih mengendap dalam aliran spiritualnya, namun kini tak lagi mengamuk. Ia ... dikurung. Untuk sementara.Kevin menghela napas lega, keringat dingin membasahi pelipisnya.“Pil ini … luar biasa. Racunnya belum hilang sepenuhnya, tapi kekuatan Qi-ku … akhirnya bisa kugunaka
Sejenak, Valkyrie terdiam. Tapi hanya sejenak. Matanya bersinar penuh tekad saat ia melangkah maju dan memegang lengan Kevin.“Kalau begitu, jangan beri mereka waktu. Kita terobos saja, Tuan Muda! Kita buat pil spiritual untuk menekan racun di dantian Tuan Muda. Dengan begitu, kau bisa bertarung lagi!”Kevin memandangnya. Kilatan harapan, kecil namun tulus, muncul di matanya yang mulai memerah karena tekanan Qi. “Kenapa tidak terpikir olehku, ya?”Senyum tipis muncul di sudut bibir Kevin—senyum yang tak ia rasakan selama berhari-hari. Dengan satu gerakan cepat, ia mengangkat tangan dan cahaya keemasan memancar dari Cincin Ruang di jarinya. Dalam sekejap, Tungku Dewa Alkemis muncul di udara, perlahan turun dan mendarat di atas tanah dengan dentuman lembut, menggetarkan batu di sekeliling.Aura spiritual langsung menyembur dari tungku itu, menyelimuti udara dengan kehangatan mistis yang menenangkan sekaligus menggugah. Seperti sinar matahari yang menembus kabut.“Aku butuh bahan-bahan in